MENITI SENJA
Selepas meniti senja,
ular besi kehilangan keseimbangan jiwa.
Diam terpaku roda kereta,
perjalanan tak semulus rencana.
Meskipun tubuhnya kuat perkasa,
kereta membutuhkan kelembutan udara.
Seperti keras tulang dipertemukan sendi.
Serupa petualang rindu ingin kembali.
Hembusan doa yang memenuhi rongga dada.
Kekuatan tak kasat mata penjaga perputaran semesta.
Seketika kereta teringat ibu,
tulus kasih yang tak lelah mengiringi laju.
KRL Commuterline, 15 Maret 2016
JEDA
Kamu seperti Manggarai,
jarak sudah begitu dekat
namun aku tak jua bisa merapat
hatimu terlalu padat?
Sebotol jus jeruk asli
kau tempelkan di pipi,
menggoda hati.
Jeruknya jelas, katamu.
Perjalanan tak jelas, bantahku.
Bulirnya banyak dan berisi, rayumu.
Keretanya padat dan antri, sangkalku.
Kereta berkali termangu,
lidahku tersesat mengeja namamu.
Mengapai hatimu,
menjelajah jalan rumit menuju stasiun itu.
Sebelum Manggarai, 10 Maret 2016
*Setiyo Bardono, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]