NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dunia usaha menilai tahun 2017 merupakan tahun sengkarut regulasi di sektor ketenagalistrikan nasional.
Ini ditandai dengan revisi program fasttrack 35ribu Mega Watt (MW), pembiaran terhadap kebijakan penumpukkan utang PLN, regulasi yang acap kali berubah, dan terbengkalainya pembangunan transmisi 35ribu MW serta semakin rendahnya minat investor berinvestasi di ketenagalistrikan.
Hal tersebut diutarakan Wakil Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Yaser Palito dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (15/12/2017). Dalam keterangannya Yaser Palito melakukan review akhir tahun terhadap kebijakan di sektor ketenagalistrikan.
“Tahun ini tahun sengkarut di sektor ketenagalistrikan, utamanya di hulunya, pengandaan listrik,” ujar Yaser.
Yaser mengatakan, akar masalah utama sengkarut tersebut, terletak pada terlalu banyaknya aturan atau kebijakan baru, isi aturan yang salah, tidak konsisten, dan tidak kondusif bagi dunia usaha dan pengusaha lokal.
“Tahun ini tahun panen regulasi. Itupun regulasi semakin tidak berpihak kepada iklim usaha,” papar dia.
Dia mencontohkan terdapat tiga aturan kontroversial yang kemudian memunculkan perlawanan sengit independent power producer (IPP) yakni Permen ESDM Nomor 49 tahun 2017, ini penyempurnaan atas Permen ESDM 10/2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, Permen ESDM Nomor 45 tahun 2017, revisi atas Permen ESDM 11/20117 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik dan terakhir, Permen ESDM Nomor 50 tahun 2017 yang merupakan hasil revisi kedua Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Selain itu, terdapat Direktur Jenderal ESDM yang meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN meninjau ulang kontrak (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) swasta yang ada di Jawa. Hal ini tertuang dalam surat yang dikirimnya ke Direktur Utama PLN Sofyan Basir tertanggal 3 November 2017. (*)
Editor: Romandhon