Politik

Muncul Lagi Tulisan “Terima Kasih Setya Novanto” yang Bikin Salah Paham

NusantaraNews.co, Jakarta – Setya Novanto alias Setnov atau Novanto yang kerap disebua “Papa” oleh pengguna media sosial seolah digariskan menjadi pemimpin yang menarik banyak pihak (untuk tidak menyebut semua) melontarkan komentar. Mulai dari yang paling baik hingga yang buruk disematkan oleh mereka kepada Ketua DPR RI itu. Namun, sejelek apapun komentar orang tentang sosoknya yang sedikit dingin, tak membuat pempinan tertinggi partai Golkar itu kehilangan kekuasaannya.

Pro dan kontra, perang opini dan perdebatan soal Setnov tidak mengurangi apapun dari milik Setnov. Mungkin sakit, tapi sakit itu manusia. Atau kecelakaan mobil, seperti ketabrak tiang, itu pun wajar. Tetapi, apakah ada drama di balik semua itu, tentu hanya Setnov dan Tuhan yang tahu.

Hari-hari terakhir ini, fokus pikiran, wajah media dan trending topik medsos dikuasai politisi Setnov. Padahal, posisinya sedang dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan. Begitulah kehebatan Setnov.

Yang menarik adalah, kini dimunculkan lagi tulisan berjudul “Terima Kasih Setya Novanto”. Tulisan bertarikh tahun 2015 ini lumayan viral dan telah dimuat di salah satu media online di lingkungan Senayan Jakarta (namun telah dihapus).

Nama penulisnya adalah Goenawan Muhammad (pakai huruh “M” dua). Publik yang kurang hafal dengan nama Budayawan Indonesia yang juga penulis tetap Catatan Pinggir di Majalah Tempo, Goenawan Muhamad (paka huruf “M” satu) mengira tulisan “Terima Kasih Setya Novanto” merupakan milik GM atau Goenawan Muhamad. Padahal tulisan tersebut ialah buatan si Goenawan Muhammad (double M).

Baca Juga:  Ratusan Nelayan Tlocor Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah di Pilgub, Galang: Bukti Sejahterakan Nelayan

Berikut ini tulisan lengkapnya:

TERIMA KASIH SETYA NOVANTO
(Goenawan Muhammad)

Terima kasih Setya Novanto, kehadiaranmu telah membuka pandangan kami tentang demokrasi yang sedang dimanipulasi. Mandat Suci, Kini Dibeli

Sejak dini kami diajari di semua jenjang pendidikan, bahwa di negara ini yang berdaulat adalah rakyat. Kedaulatan rakyat itu bagi kami laksana kalimat suci. Rakyatlah yang punya kuasa, punya daulat. saking berdaulatnya rakyat, kami hampir percaya bahwa suara rakyat adalah suara tuhan.

Secara teknis prosedural kami didoktrin bahwa kedaulatan rakyat dapat diujud-nyatakan secara adil dalam pemilu rutin lima tahunan untuk tentukan arah nasib kami dan bangsa kami. Dan dalam tahap inilah engkau wahai Setya Novanto telah membuka mata kami secara lebar.

Mandat, yang dulu dalam pandangan kami suci, ternyata bisa dibeli. Dalam pemilu, siapa gunakan uang besar dengan metode yang tepat dialah akan mendapat mandat. Langkahmu jadi teladan banyak orang dalam pemilu juga pilkada.

Terima kasih Setya Novanto, karena engkaulah gambaran paling sempurna bagaimana mandat suci kedaulatan rakyat secara teknis bisa jadi komoditas yang dapat diprediksi, dimanipulasi lalu dibeli. Tentu dengan cara yang lebih keren. Menggunakan pendekatan sains. Tidak seperti beli kacang goreng di pasar tradisional. Uang dalam setiap pemilu menjadi penentu. Dan sosok seperti Setya Novantolah yang bisa dipastikan bisa raih mandat suci secara lebih pasti. Tak penting visi tak perlu kompetensi. Uang berkuasa, rakyat harus terima. Makin Kuasa Makin Kaya.

Terima kasih Setya Novanto. Berkat perjalanan karier dan sepak terjangmu di panggung terdepan demokrasi tanah air, kami akhirnya belajar kenyataan tentang demokrasi.

Bahwa dalam demokrasi, kekuasaan adalah saudara kembar dari kekayaan. Perjalanan hidupmu adalah gambaran sempurna pertalian erat uang dan kekuasaan. Kekuasaan jadi jembatan bagi para penumpuk harta, sebaliknya semakin kaya makin berkuasa. Dengan ini juga kami mengerti kenapa makin banyak orang kaya di negeri ini rela habiskan uangnya untuk berdemokrasi.

Terima kasih Setya Novanto. Engkau telah membuka selubung manipulasi atas nama demokrasi.
Pelajaran normatif tentang demokrasi yg kami dapati dlm buku-buku sejarah, bahwa demokrasi adalah cara paling masuk akal utk mensejahterakan orang banyak ternyata hanya isapan jempol belaka. Kredo klasik “dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat”, yg masih diajarkan di ruang kelas, ternyata di tanganmu kredo itu telah berganti : “uang beli kuasa, kuasa hasilkan uang”.

Engkau mengambarkan secara sempurna bagaimana kematian teori klasik demokrasi. Bagaimana engkau menjadi Ketua DPR dan untuk apa jabatan itu kau gunakan jelas adalah gambaran sempurna kematian demokrasi.

Bagaimana kuasai parpol dengan uang dan bagaimana gunakan parpol untuk uang, menjadi modus baru yg dilakukan banyak orang.
“Separation of Power”, “capitalization of power”

Terima kasih Setya Novanto. Dengan track recordmu sebagai orang yang dikenal lihai dalam lakukan loby dan mainkan upeti dalam jejaring kekuasaan, kami belajar kenyataan, ditanganmu semua pihak bisa “ditundukkan”, lawan ganas esok jadi sahabat, pejabat penyidik tak berkutik, eksekutif tertunduk lesu tunggu upetimu. Lawan bisa kau penjarakan, kawan bisa kau bebaskan dari hukuman. Kau lah kenyataan yang melipat teori besar demokrasi.

Pak Setnov, Sejak awal para pemikir demokrasi mendedikasikan agar sejumlah cabang kekuasan harus dipisahkan. Demi melindungi kepentingan banyak orang dari nafsu keserakahan.
Sejak zaman Jhon Locke hingga abad XXI ini, narasi besar demokrasi mengatakan bahwa setiap cabang kekuasaan didesain utk menjamin ragam kepentingan rakyat banyak dalam satu negara.

Eksekutif bekerja sejahterakan rakyat, yudikatif tegakan hukum demi kepastian hukum dan rasa keadilan, legislatif bersidang setiap waktu rumuskan regulasi yang berpihak pada rakyat, mass media jadi alat kontrol atas kemungkinan penyimpangan perilaku para pejabat.

Terima kasih Setya Novanto, dalam rekaman “papa minta saham” bapak secara sempurna demonstrasikan bahwa telah terjadi pergeseran teori rumit “separation of power” menjadi “capitalitation of power”. Pemisahan cabang kekuasaan utk tujuan kepentingan rakyat, begitu rumit utk dilaksanakan. Ditanganmu hal rumit itu bergeser secara sederhana dan nyata menjadi penggunaan kekuasaan utk menumpuk harta kekayaan.

Akhirnya mata kami terbuka, memang semua cabang kekuasaan telah dijadikan lahan menambang kekayaan, Eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan mass media. Itulah kenyataan.

Terima kasih Setya Novanto, engkaulah yg membuka mata kami tentang nasib demokrasi yg telah dimanipulasi. Kami berhutang pencerahan kepadamu, atas keberhasilanmu melipat demokrasi dalam saku jas mewahmu.

Salam,
Goenawan Muhammad

Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 63