NUSANTARANEWS.CO – Keputusan Turki membeli sistem pertahanan rudal canggih dari Rusia akhirnya membuat NATO dan Amerika Serikat (AS) gerah.
Seperti diketahui, Turki dan Rusia bersepakat untuk pembelian S-400. Turki beralasan, keputusan pembelian S-400 ini karena sistem rudal memiliki fitur teknis lebih maju daripada pesaingnya, rudal Patriot.
Delegasi Turki di NATO, Ahmet Berat Conkar juga menegaskan kepada majelis parlemen NATO bahwa pembelian S-400 Rusia semata-mata didasarkan pada alasan teknis dan finansial.
NATO jelas mencium aroma politik dari pembelian S-400 ini. Sebab, Turki dan Rusia diam-diam tengah berusaha membangun hubungan militer kedua negara sekaligus untuk mempengaruhi perimbangan kekuatan regional dan global.
Di samping itu, Rusia juga tampaknya tengah berusaha menceraikan Turki dari NATO dan secara bertahap mengajak Turki untuk meningkatkan kerjasama strategis dalam bidang ekonomi dan energi yang lebih luas. Paling tidak, dengan langkah kuda ini Rusia telah menempatkan posisinya semakin kuat di kawasan regional.
BACA JUGA: Di Balik Pembelian S-400 Rusia Oleh Turki
Sebetulnya, di awal Turki sempat bimbang antara membeli rudal patriot atau S-400. Namun, Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan akhirnya memutuskan untuk memilih S-400.
Sebagai informasi sistem rudal S-400 dengan sandi NATO SA-21, memang memiliki daya jangkau lebih jauh dari sistem rudal MIM-104 Patriot milik NATO.
Sebagai anggota NATO, tentu sudah menjadi konsekuensi logis bila pembelian S-400 Rusia oleh Turki ini dipandang penuh curiga para elit aliansi tersebut. Dan baru-baru ini, Ketua Komite Militer NATO, Jenderal Patr Pavel telah melayangkan peringatakan kepada Turki tentang konsekuensi dari kemungkinan yang akan dihadapi Ankara usai pembelian S-400.
Tak hanya NATO, pejabat pertahanan di Amerika Serikat pun juga memberikan reaksinya dan menyatakan keprihatinannya atas keputusan Turki.
Namun begitu, Turki sendiri berharap hubungannya dengan NATO tidak terganggu akibat keputusan kontroversial tersebut. (red)
Editor: Eriec Dieda
Sumber: Al Jazeera