NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menilai ada kejadian kurang lazin di internal Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Pasalnya, belakangan terjadi tindakan obral kop surat oleh Ditjen Minerba untuk kepentingan pengusaha yang menurut Yusri itu tidak pantas dilakukan.
“Contohnya seperti dalam kegiatan memasarkan properti “Maikarta” milik Lippo Group dan surat pernyataan oleh PT Ceria Nugraha Indotama pada tanggal 4 juli 2017 . Tentu fakta tak lazim itu mengundang tanda tanya besar, apakah begitu perkasanya kedua perusahaan tersebut terhadap Institusi Negara yang bernama Direktorat Jetjen Minerba Kementerian ESDM,” kata Yusri dalam keterangannya, Jum’at (18/8/2017).
Dia menyampaikan, beredarnya Nota Dinas di atas kop surat Ditjen Minerba bernomor 1017/ 05/SDBUP/2017 tertanggal 7 Agustus 2017 ditandatangani oleh Kepala Bagian Umum Kepegawaian dan Organisasi Sesditjen Minerba Yuli Wahono yang memerintahkan para direktur dan staffnya untuk menghadiri acara presentasi penjualan apartemen Meikarta pada tanggal 15 Agustus 2017 jam 10 .00 wib s/d selesai.
Kegiatan tersebut, lanjutnya, jelas tidak ada kaitannya dengan kedinasan tetapi dilakukan pada jam dinas. Belakangan, kata Yusri, acara tersebut dibatalkan setelah Dirjen Minerba menegor Sesditjen atas kegiatan yang tidak pantas. Apalagi diketahui proyek pembangunan apartemen Meikarta itu belum mendapat izin prinsip dan izin membangun oleh Pemda Jawa Barat seperti dirilis diberbagai media oleh Wagub Jabar Dedy Mizwar.
“Kalau dilihat dari perspektif Undang Undang dan peraturan yang berlaku dapat dikatakan kedua kegiatan itu diduga adalah ilegal. Akan tetapi entah mengapa hal tersebut bisa terjadi. Untuk itulah perlu ditelusuri siapa aktor-aktornya,” cetus Yusri.
Ia menuturkan, wacana tersebut bermula dari sebuah dialog via WhatsApp antara dirinya dengan Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral tanggal 16 Agustus 2017 lalu. Isi percakapan itu menyangkut pertanyaan apa dasar pertimbangan telah memberikan rekomendasi ekspor bijih bauksit sejumlah 2,4 juta mton kepada PT Dinamika Sejahtera Mandiri dan sebanyak 2,3 juta mton bijih nikel kadar < 1,7 % kepada PT Ceria Nugraha Indotama yang hanya berdasarkan komitmen “rencana akan membangun smelter “. Sementara kepada BUMN PT Antam Tbk sudah mempunyai smelter sejak lama hanya diberikan sejumlah 750.000 mton.
Adapun pertanyaan lanjutan adalah bagaimana konsekwensi hukumnya apabila terhadap kedua perusahaan tersebut yang telah menikmati fasilitas ekspor akan tetapi belakangan tidak membangun smelter?
“Hal itu berdasarkan pengalaman Ditjen Minerba terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI) yang telah membuat MOU tanggal 25 juli 2014 keseriusan akan membangun smelter dengan keharusan menempatkan jaminan kesungguhan sebesar USD 120 juta, walaupun hanya disetor USD 20 juta dengan alasan kesulitan “cash flow” PTFI. Faktanya, tidak ada realisasi dan Ditjen Minerba tidak melakukan tindakan apapun. Bahkan, tetap memberikan rekomendasi tambahan ekspor konsentrat sampai saat ini,” ungkap Yusri.
Tak hanya itu, Yusri juga lontarkan pertanyaan lanjutan terhadap bagaimana status mineral ikutan dalam bijih Nikel yang terdiri dari prosentase kandungan mineral Co 0,03% – 0,10% , Fe 15 % – 25 % , SiO2 20% – 25% , MgO 5 % – 20% , jika dikaitkan dengan Peraturan Menteri Perdagangan nomor 1 tahun 2017 pada lampiran 1 , 2 dan 3 telah diatur batasan prosentase mineral boleh diekspor untuk mineral SiO2 > 95 % Fe > 62 % , termasuk bagaimana bila isi dan maksud pasal di Peraturan Pemeritah nmr 1 tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM nomor 6 dan 35 tahun 2017 bertentangan dengan UU Minerba nomor 4 tahun 2009 khususnya ketentuan pasal 102 dan 103 yang telah diuji dan diputus oleh Makamah Konstitusi pada tahun 2014 dengan nomor putusan nomor 10 /PUU-XII/ 2014 yang diputuskan dilarang ekspor untuk mineral logam belum diproses di smelter, gugatan itu dilakukan oleh APEMINDO.
“Namun, Direktur Minerba Bambang Susigit hanya menjawab normatif saja dan prinsipnya rekomendasi yang sudah diberikan kepada kedua perusahaan tersebut sudah benar mengikuti prosedur dan telah memenuhi persyaratan. Dia menjawab untuk pertanyaan yang tidak saya tanyakan, tetapi tidak menjawab apapun untuk semua pertanyaan yang saya ajukan,” ungkapnya.
Berdasarkan fakta fakta tersebut, tambahnya, sudah tentu kebijakan pejabat Ditjen Minerba bertentangan dengan sikap Presiden yang telah menyatakan “stop ekspor mineral mentah, harus diproses untuk mendapat nilai tambah dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Persis seperti yang disampaikan Jokowi Dalam pengantarnya ketika Rapat Terbatas mengenai Evaluasi Implementasi Hilirisasi Pertambangan Mineral dan Batubara, di Kantor Presiden, Jakarta, 22 Maret 2017 lalu.
“Tentu publik semakin bingung dengan sikap Dirjen Minerba dan Direkturnya Bambang Susigit sangat tidak menghiraukan imbauan Presiden. Apalagi banyak keluhan dalam bentuk kekecewaan dari asosiasi pengusaha smelter yang sudah membangun smelter atas kebijakan ekspor mineral mentah ini. Bahkan perusahaan tambang besar PT Vale mengajukan protes keras ke Pemerintah,” kata Yusri.
“Jadi tak salah publik akan menilai kebijakan pejabat di Ditjen Minerba ini diduga dibekingi orang kuat yang bisa membuat Presiden juga bisa tak mampu berbuat apa apa. Agar persepsi publik ini tidak negatif kepada Presiden, sudah seharusnya kebijakan ekspor mineral ini dihentikan dan kepada pejabat pejabat terkait diambil tindakan sesuai kesalahannya,” sambungnya sekaligus mengakhiri.
Baca: Ini Kejanggalan Rekomendasi Ekspor Bijih Mineral Oleh Kementerian ESDM Untuk Pengusaha Cina
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman