NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Baru-baru ini publik tanah air digegerkan dengan pidato ketua fraksi partai Nasdem, Viktor Laiskodat. Pidato provokatif Viktor ini dianggap oleh banyak kalangan berpotensi merusak hubungan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
“Wacana itu sama-sama merusak hubungan kemanusiaan dan kebangsaan di Indonesia. Karena itu harus dikutuk,” ungkap mantan Komisioner KPI Iswandi Syahputra (8/8).
Dalam pidatonya, Viktor menuduh ada empat partai besar yang ia tuding sebagai partai anti-Pancasila. Empat partai yakni Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional dan Partai Keadilan Sejahtera.
Menyoal tudingan dari anggota DPR fraksi partai Nasdem itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj enggan berkomentar banyak. “Urusannya yang ngomong bukan saya,” uja Said Aqil Siradj saat ditemui dikantor PBNU, Jakarta Pusat dalam peringatan Hari Santri Nasional 2017, Kamis malam (10/8/2019).
Saat ini isu SARA yang berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa memang tengah menjadi wacana besar di negara ini. Dimana banyak proxy yang sedang dimainkan untuk mengiring dan menciptakan kegaduhan.
Berikut isi sebagian pidato Viktor Laiskodat berdasarkan potongan video yang tersebar di jejaring sosial:
“Kelompok-kelompok ekstremis ini mau bikin satu negara lagi, tak mau di negara NKRI. Domo ganti dengan nama khilafah. Ada sebagian kelompok ini mau bikin negara khilafah. Dan celakanya partai-partai pendukung ada di NTT. Yang dukung khilafah ini ada di NTT itu nomor satu Partai Gerindra, nomor dua itu namanya Demokrat, partai nomor tiga itu PKS, nomor empat itu PAN. situasi nasional ini partai mendukung para kaum intoleran
Catat bae-bae, calon bupati, calon gubernur, calon DPR dari partai tersebut, pilih supaya ganti negara khilafah. Mengerti negara khilafah? Semua wajib solat. Mengerti? Negara khilafah tak boleh ada perbedaan, semua harus solat. Saya tidak provokasi.Nanti
negara hilang, kita bunuh pertama mereka sebelum kita dibunuh. Ingat dulu PKI 1965, mereka tidak berhasil. Kita yang eksekusi mereka. Jangan tolak perppu nomor 2 Tahun 2017.”
Editor: Romandhon