Hukum

Wartawan Dicekik, AJI Desak Kepolisian Usut Kasus ke Pengadilan

Kekerasan Wartawan/Foto Istimewa/Nusantaranews
Kekerasan Wartawan/Foto Istimewa/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen Jakarta (AJI Jakarta) meminta Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya mengusut kasus dugaan kekerasan yang dilakukan protokoler Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) terhadap wartawan Rakyat Merdeka online (RMOL), Bunaiya Fauzi Arubone.

Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim mengatakan tindakan kekerasan ini mengancam kebebasan pers dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers. AJI Jakarta mendesak pelaku diproses hingga ke pengadilan. “Pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak bisa dibiarkan tanpa hukuman. Tidak ada yang kebal hukum di negeri ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis diterima, Kamis (1/6/2017).

Nurhasim menyayangkan kekerasan yang dilakukan protokoler ini. Pasalnya, Bunaiya seorang jurnalis yang tengah meliput kegiatan, bukan melakukan pidana. Menurut Nurhasim, aksi kekerasan ini bisa dijerat dengan pasal pidana dan termasuk tindakan yang menghalangi-halangi terlaksananya kemerdekaan pers. Pasal 18 Undang-Undang Pers menyebut menghalangi terlaksananya kebebasan pers bisa dipenjara dua tahun atau denda Rp 500 juta.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Bersyukur Warkah Terdaftar di Kelurahan Cawang

“AJI mendukung korban menempuh jalur hukum untuk mencari keadilan dalam kasus kekerasan ini,” ujarnya. Selain itu, AJI juga mendesak Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menghukum pelaku kekerasan terhadap jurnalis.

Hukuman ini dimaksudkan agar pelaku dan petugas keamanan lainnya tidak mengulangi tindakan yang sama di masa mendatang. “Bila tidak dihukum, bukan tidak mungkin kekerasan serupa akan berulang. Menteri juga harus mendidik anak buahnya agar mereka memahami Undang-Undang Pers,” kata Nurhasim.

Insiden ini terjadi di Ruang Serbaguna Lantai 17 Gedung Utama Kementerian Pekerjaan Umum saat ‎Bunaiya hendak memotret Basuki yang membagikan plakat di acara pengukuhan Pengurus Badan Kejuruan Teknik Lingkungan Persatuan Insinyur Indonesia periode 2017-2020. Namun, di saat bersamaan, petugas protokoler meminta Bunaiya menyingkir lantaran hendak menaruh gelas.

Bunaiya meminta izin memotret terlebih dahulu. Namun petugas protokoler itu justru memakinya dengan sebutan ‘Monyet’. Merasa dihina, Bunaiya pun menanyakan maksud perkataan tersebut. Tapi petugas protokoler itu malah mencekik sambil mendorongnya ke luar ruangan.

Baca Juga:  Perlu Perda Perlindungan, Inilah Cara Tekan Kriminalisasi Guru di Jawa Timur

Menurut Nurhasim, tindakan petugas protokoler dan keamanan ini, sudah keterlaluan dan menunjukkan arogansi. Bukan hanya tidak paham Undang-Undang Pers, tapi pelaku diduga merasa dekat dengan kekuasaan sehingga melecehkan profesi jurnalis. “Tindakan mereka menunjukkan pelaku tidak menghormati profesi jurnalis yang sedang bekerja untuk kepentingan publik,” kata dia.

Pasal 4 UU Pers menyatakan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, jurnalis berhak mencari, memperoleh, dan menyampaikan informasi yang didapat kepada publik. “Sementara Pasal 8 juga menyatakan dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial,” papar Nurhasim.

Kementerian PUPR sudah sempat membuat surat pernyataan permohonan maaf ke korban.

Pewarta: Richard Andika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 25