Mengingat Kepergiannya
Suara-suara mengalun jauh, berkejaran, menyapa, menyambut, merangkum pada ruang yang panjang, tak ada wajah tak ada bayangan, gelap.
Setelah itu kabut menggumpal pada dinding ruangan, memanjang menuntun tapi menakutkan, kau menghilang.
Keesokan sekumtum anggrek sekumtum mawar sekumtum melati mekar besar memenuhi angkasa dadamu.
Pada tanah gundukan diantara bongkahan tembok dan pecahan kaca anak-anak dan wanita melupa doa dalam sedihnya melupa tangis dalam kepergiannya.
Gerimis, 2016
Perjalanan Terakhir
: Isnan Arifin
Di pinggiran sungai
batang sungai sarat lelehan daun-daun berguguran
kejernihan di tengah kebisuanmu
dari kejauhan tampak redup tanpa warna
senja telah sepenuhnya hilang
disergap bayang-bayang urat-urat dedaunan
seketika langit mulai mengering menjadi kelabu
aku beranjak menyibak aliran sungai
melangkah murung tak banyak berkabar tentang waktu
ku coba terus berjalan, melewati bangunan kuil kecil
terlihat jelas garis batas hutan dan langit, emas dan jingga
amat jernih tampak menakutkan
aku terperanjat tak mampu berbicara
satu suara terdengar jelas di telinga
“tidakkah kau tau Tuhanmu memberikan amanat?”
angin sejuk datang menyapu
menaruh tangannya di bahuku dengan khidmat
pada reranting pohon zaitun ku saksikan jelas
sekawanan malaikat mengepakkan sayap
“tak perlu kau putus asa Tuhan telah menunggumu untuk bertemu”
aku terdiam mengenang kembali kepedihan
pewahyuan yang tak rampung ku tunaikan
di atas langit ku lihat matahari mulai membenamkan diri
aku diarak menyeberangi langit
meski lelah namun untuk pertama kalinya
aku merasakan kedamaian
Wonogiri, 27/02/2017
Hidup sebatang kayu
Aku adalah sebatang kayu
yang hidup bersama
keping-keping hitam
keping-keping putih
kemurnian sekaligus kemunafikan
peradaban sekaligus kekuasaan.
Hidup adalah sebatang kayu
dari rezim otoriterasi kepentingan-kepentingan
dan klandestin yang senyap
membuat lubang bawah tanah
meletuskan suara-suara terbungkam.
Sebatang kayu adalah anak kandung peradaban
selubung-selubung tendensius
mengintervensi kekuasaan
diseret terlalu jauh dari dinamika pemikiran
lalu apa gerangan?
Helai-helai sejarah
mengisahkan begitu banyak nama ditumbalkan
tudingan sesat, agama dipaksakan
pembelokan dan pemelintiran kebenaran
Tapi apa gunannya berbicara kebenaran
toh Tuhan pun dizhalimi, ditunggangi demi euforia kekuasaan
Wonogiri, 26/02//2017
Baca Juga:
- 5 Puisi Cinta Paling Menggairahkan Karya Rendra buat Sunarti
- Merinding, Ini Puisi-Puisi Kematian Karya Penyair Indonesia
- Enam Puisi Natal Penebar Damai di Bumi
Simak di sini: Puisi Indonesia
*Novy Eko Permono, saat ini aktif sebagai koordinator Ikatan Jomblo Nusantara Cabang Wonogiri. Terkadang bermain peran sebagai ‘guru’ di Teater Dua Sisi SKND. Dapat disapa via email: [email protected], fb: Novy Eko Permono, hp: 085725073433.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].