Puisi

5 Puisi Cinta Paling Menggairahkan Karya Rendra buat Sunarti

NusantaraNews.co, Jakarta – Mengenal sosok penyair sekaligus dramawan sekaliber WS Rendra, rasanya tidak lengkap tanpa mengetahui sosok wanita tangguh dan sabar penuh cinta yang senantiasa mendukung proses kreatifnya. Rendra menjadi penyair dan dramawan besar juga tidak terlepas dari peran besar sang istri, Sunarti yang dinikahirnya pada Selasa, 31 Maret 1959. Dimana dari pertemuan cinta tersebut, puisi-puisi rendra yang kuat dan bernas lahir begitu deras dan indah.

Sebagaimana penyair Chairil, di dalam puisi-puisinya tercantung nama wanita yang ia cintai. Begitu pula dengan Pablo Neruda, Kahlil Gibran, Sitor Situmorang, Rainer Maria Rilke, dan lain-lain, mencurahkan cintanya ke dalam puisi yang indah dan menginspirasi. Puisi yang tak semata-mata memuji dengan kata-kata indah alias gombal, nemun lebih dari pada itu, puisi yang mereka tulis menjadi madah dengan kekuatan kata yang penuh dan utuh.

Rendra, banyak menulis puisi cinta buat istrinya, cinta pertamanya, Sunarta Soewandi. Puisi-puisi itu dapat ditemukan dalam antologi puisi keduanya yakni “Empat Kumpulan Sajak” yang terdiri dari beberapa sub judul. Bahkan, ada yang secara khusus ditulis jelas puisi-puisi itu buat Sunarti sang istri, yang menjadi mata air sajak-sajak yang Rendra lahirkan. Berikut ini beberapa puisi cinta Rendra untuk Sunarti seperti dinukil dari “Empat Kumpulan Sajak“:

Surat Cinta

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu !

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti,
kupinang kau menjadi istriku !

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan

Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci rambutnya
untuk ke pesta
Wahai, dik Narti
dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar
untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
dari yang lain…
penyair dari kehidupan sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa

Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuta
batgai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku

Engkau adalah putri duyung
tawananku
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
kerna langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !

Serenada Biru

1
Alang-alang dan rumputan
bulan mabuk di atasnya.
Alang-alang dan rumputan
angin membawa bau rambutnya.

2
Mega putih
selalu berubah rupa.
Membayangkan rupa
yang datang derita

3
Ketika hujan datang
malamnya sudah tua:
angin sangat garang
dinginnya tak terkira.
Aku bangkit dari tidurku
dan menatap langit kelabu.
Wahai, janganlah angin itu
menyingkap selimut kekasihku!

(1961)

Penggalan puisi ini, dimasukkan dalam film berjudul “Yang Muda Yang Bercinta”. Film yang sempat dilarang penayangannnya pada masa Orde Baru.

Episode

Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran.
Tiba-tiba ia bertanya:
“Mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?”
Aku hanya tertawa.
Lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.

(1961)

Serenada Hitam

1

Aku akan masuk ke dalam hutan
Lari ke dalam hutan
Menangis ke dalam hutan.
Kerna mereka telah memisahkan kami:
aku dan Panjiku:
Akan kuurai sanggul rambutku
tergerai
bagai ratap tangis dan dukaku.
Nasib telah menikam diriku dari belakang.
Nasib telah memeras mataku.
Dan menjalar kuman-kuman yang gatal
di kedua susuku.
Wahai, mereka telah mengungkai
sebuah dada yang bidang
dari pelukanku!
Panji adalah pelita gemerlap
bersinar dalam puriku.
Kini betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan
Mengapa mereka rintangi
cinta yang tak’kan terpisahkan?
Mengapa mereka bendungi
derasnya arus air kali?
Wahai, betapa gelap puriku
tiada lagi berlampu.
Aku akan masuk ke dalam hutan.
Lari ke dalam hutan.
Menangis ke dalam hutan.
Akan kutempuh
ujung pisau pengkhianatan.
Akan kutantang
kuburan kedengkian.
Karena puriku tiada lagi berlampu.

2

Kemari; Kemarilah, Manisku!
Tengadahlah memandang mataku
dan kuciumi seluruh wajahmu.
Diamlah, Candra Kirana, kekasihku!

Cinta tak bisa dipisahkan
api tak terpadamkan.
Akan kutantang segala rintangan
tanpa lari ke dalam hutan.
Bangkitlah dari ratap tangismu.
Akan kupeluk di tempat lapang.
Kubimbing tanganmu
di bawah langit dan terang.
Cinta yang tidur dalam kesedihan,
ketika bangkit menemu mentari yang gemilang.
Marilah, Canra Kirana!
Kita rampas kemenangan
dan kita tepiskan kematian.
O, betapa kubenci kehancuran
dan kuyakin hari yang gemilang.
Kemarilah, Candra Kirana!
Lelakimu di sini:
pohon pautan tempat berpegang.
Keluarlah dari hutan!
Di sini kita kawin.
Di sini kita berpelukan.
Di bawah mentari.
Di bawah langit siang.

3

Kami tak dapat dipisahkan:
Candra Kirana dan Panji.
Kami cantik, tampan dan remaja.
Mentari adalah hakin percintaan.
Cinta yang berjalan dalam duka cita
tetap menatap ke muka
dan akan menemu perumahan yang aman.
Menepislah pengkhianatan.

Menepislah kematian.
Kami akan gigih biar karatan.
Dan percaya akan kemenangan
biarpun di atas kuburan.
Tak ada maut bagi cinta.
Tak ada kelayuan
bagi bunga kehidupan.

Surat Kepada Bunda:tentang Calon Menantunya

Mamma yang tercinta,
akhirnya kutemukan juga jodohku
seseorang yang bagai kau:
sederhana dalam tingkah dan bicara
serta sangat menyayangiku.

Terpupuslah sudah masa-masa sepiku.
Hendaknya berhenti gemetar rusuh
hatimu yang baik itu
yang selalu mencintaiku.
Kerna kapal yang berlayar
telah berlabuh dan ditambatkan.
Dan sepatu yang berat serta nakal
yang dulu biasa menempuh
jalan-jalan yang mengkhawatirkan
dalam hidup lelaki yang kasar dan sengsara,
kini telah aku lepaskan
dan berganti dengan sandal rumah
yang tenteram, jinak dan sederhana.

Mamma,
Burung dara jantan yang nakal
yang sejak dulu kaupiara
kini terbang dan telah menemu jodohnya.
la telah meninggalkan kandang yang kaubuatkan
dan tiada akan pulang
buat selama-lamanya.

Ibuku,
Aku telah menemukan jodohku.
Janganlah kau cemburu.
Hendaknya hatimu yang baik itu mengerti:
pada waktunya, aku mesti kaulepaskan pergi.

Begitu kata alam. Begitu kau mengerti:
Bagai dulu bundamu melepas kau
kawin dengan ayahku. Dan bagai
bunda ayahku melepaskannya
untuk mengawinimu.
Tentu sangatlah berat.
Tetapi itu harus, Mamma!
Dan akhirnya tak akan begitu berat
apabila telah dimengerti
apabila telah disadari.

Hari Sabtu yang akan datang
aku akan membawanya kepadamu.
Ciumlah kedua pipinya
berilah tanda salib di dahinya
dan panggillah ia dengan kata: Anakku!

Bila malam telah datang
kisahkan padanya
riwayat para leluhur kita
yang ternama dan perkasa.
Dan biarkan ia nanti
tidur di sampingmu.

la pun anakmu.
Sekali waktu nanti
ia akan melahirkan cucu-cucumu.
Mereka akan sehat-sehat dan lucu-lucu.
Dan kepada mereka
ibunya akan bercerita
riwayat yang baik tentang nenek mereka:
bunda-bapak mereka.

Ciuman abadi
dari anak lelakimu yang jauh,

Willy.

Biografi WS Rendra Baca Disini. Biografi Sunarti Baca juga Disini.

Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 125