Berita UtamaPolitik

CISS: Pilkada DKI Dalam Politik Etnisitas dan Aliran

NUSANTARANEWS.CO – Pemilih berdasarkan sentimen etnisitas dan aliran (agama) pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 dinilai mengalami kenaikan yang signifikan. Artinya, pemilih yang menentukan pilihan berdasarkan etnis dan agama makin terlihat.

Salah satu penyebabnya ialah terjadi kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dimana kasusnya masih dalam proses dari satu sidang ke sidang lanjutannya. Tidak hanya diduga menista agama, Ahok dalam sidang lanjutan beberapa waktu lalu, telah menaikkan tensi kemarahan umat Islam. Sebab dalam persidangan Ahok dinilai menghardi saksi ahli yang dalam hal ini adalah Ketua Umum MUI, Kiai Ma’ruf Amin.

Simak:
Tak Hanya Warga NU, Jokowi pun Disebut Emosi Pada Ahok
Ahok Berbahaya bagi Hubungan Antar Agama
PP Pemuda Muhammadiyah: Ancam Kyai Ma’ruf, Berarti Ahok Ancam Ummat Islam

Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies (CISS) Dahrin La Ode menegaskan bahwa Pilkada DKI Jakarta 2017 telah dan sedang diwarnai konflik lisan yang begitu luas. “Ada dua hal yang menyebabkan konflik tersebut yaitu politik etnisitas dan aliran (Agama),” ungkap Dahrin kepada nusantaranews, Sabtu (4/2/2017).

Baca Juga:  Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

Pertama, politik etnisitas. konstalasi etnis-etnis dalam pilkada DKI, kata Dahrin, dapat dilihat komposisi pemilih yang terdiri dari 93% pribumi dan 7% non pribumi. “Ada garis lurus antara pribumi dan non pribumi. Dimana Ahok yang diusung oleh oknum-oknum politisi partai pengusung yaitu Nasdem, Hanura, Golkar, dan PDIP hanya unggul di kalangan etnis Tionghoa saja,” tuturnya.

Dahrin menambahkah, Ahok hanya diunggulkan oleh oknum-oknum poltisi di tubuh partai pengusungnya. “Ahok didukung oleh pertai-partai tersebut. Adapun idenya (ide mendukung Ahok) hanya dari oknum-oknum politisi dalam masing-masing parpol tersebut. Jadi tidak semua mendukung Ahok,” tegas Dahrin.

Baca:
Polemik Ahok dan Ma’ruf Amin, Ini Kata PBNU
Kilas Mingguan: Ketika Ahok Menghardik Ulama
Minta Polisi Proses Hukum Ahok, PWNU Jatim Tuding Ahok Nistakan KH. Makruf Amin

“Tabiat Ahok yang arogan dan tidak menghargai Ulama, merugikan etnis Tionghoa dan dirinya sendiri. Dimana sikap Ahok itu sama sekali tidak menunjukkan sikap asli bangsa Indonesia, lepas dari nilai-nilai moral dan budi pekerti Pancasila,” terang Dahri.

Baca Juga:  Jelang Debat Perdana Pilbup Jember, Cabup Gus Fawait Pilih Kumpul Keluarga

Kedua adalah politik aliran (agama). Sebagaimana diketahui, mayoritas pemilih adalah muslim dengan persentasi 85% muslim dan 15% non muslim. Pemilih baik muslim maupun non muslim, kata Dahrin tidak semua mendukung Ahok.

“Islam begitu toleran, tapi Ahok tidak mengindahkan sikap toleran itu, bahkan Ahok berani menghardik Kyai Ma’ruf Amin. Umat Islam pun marah pada Ahok dan oknum-oknumnya,” ujar Dahrin.

Atas dasar itu, Dahrin menyebutkan bisa jadi ada dua implikasi yang kemungkinan bakal terjadi. Pertama, Ahok berimplikasi menjadi politisi yang dapat memecah belah integrasi nasional. “Sebab Ahok tidak menghargai agama Islam, tidak menghargai kitab suci Al-Qur’an, tidak menghargai Ulama, dan tidak menghargai umat Islam,” katanya. (Sule)

Related Posts

1 of 127