Berita UtamaPolitik

Chinatown Sudah Banyak di Indonesia, Jangan Salahkan China?

NUSANTARANEWS.CO – Hubungan Indonesia dengan RRC (Republik Rakyak China) semakin baik dan kuat saat kekuasaan dikendalikan oleh Presiden Joko Widodo (Widodo). Hubungan Indonesia dengan China sudah berlangsung dari berabad-abad yang lalu. Dimana China tanpa ragu, menganggap bahwa Indonesia merupakan “saudara tua” mereka (China).

Jalinan yang dirawat sejak lama itulah, disinyalir Chinatown yang ada di Indonesia semakin kuat dan bisa bertambah jumlahnya. Harus diakui bahwa Chinatown di beberapa daerah di Indonesia hidup tanpa masalah dengan lingkungan pribumi di sekitarnya. Oleh karenanya, warga China yang menetap di Indonesia secara berkelompok bisa saling mendukung satu sama lain. Sehingga mereka semakin kuat, khususnya di bidang ekonomi.

Beberapa tahun terakhir, khususnya di penghujung tahun 2016, isu berdirinya Chinatown berhembus lagi. Sempat bergulir kabar bahwa, reklamasi di pantai utara Jakarta dicanangkan untuk warga China dan ujungnya akan dijadikan Chinatown. Bersamaan dengan isu ini, daerah Walini di Bandung juga dikabarkan bakal dijadikan Chinatown.

Baca Juga:  Tentang Kerancuan Produk Hukum Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Begitulah isu yang berkembang. Sehingga segala yang berhubungan dengan China di Indonesia akhir-akhir ini menjadi mudah diperbincangkan. Kata China di Indonesia kemudian menjadi begitu sensitif. Mulai dari kasus Ahok, kasus Bakteri yang dimasukkan ke Indonesia dari China, rencana peluncuran aplikasi online untuk menjadi WNI di Beijing, juga Peraturan Pemerintah (PP) No. 59/2016 tentang keormasan, dan lain-lain.

Soal Chinatown sebenarnya di Indonesia sudah sejak lama ada di beberapa daerah. Hal ini disebutkan oleh osen Damai dan Resolusi Konflik (DRK) Universitas Pertahanan (Unhan) Dahrin La Ode bahwa, “China Town di Indonesia sudah banyak”.

“Seperti di Pontianak, ada 32,15% orang Cina. Itu China Town. Lalu di Singkawang 40,06% Cinanya. Di Jembatan Lima, Medan, Makassar, dll. Jadi, setiap orang-orang Cina berkelompok, itu namanya Cina Town sebetulnya. Hanya saja tidak secara formal dinamai China Town seperti di Amerika dan Eropa. Di Indonesia disebut Pecinan atau Pecinongan (China Town),” sambung Dahrin.

Baca Juga:  Marthin Billa Tinjau TPS Untuk Pastikan Kesiapan Pilkada 2024

Apakah kedatangan orang-orang China ke Indonesia yang semakin banyak ini harus dicegah? Sejarah mencatat bahwa kedatangan China ke berbagai negara di dunia senantiasa dengan cara yang baik. Kemudian hidup bersama masayarakat setempat. Jumlah mereka secara bertahap akan menjadi banyak. Lantas kenapa kedatangan China di Indonesia kini seolah menjadi ancaman? Barangkali salah satu alasannya karena Presiden Jokowi membuat PP keormasan.

“Kalau saya, mudah saja, bahwa partai politik, ormas, semuanya bagian dari politik. Lalu, negara itu adalah kekuasaan politik. Kalau Ormasnya itu sudah boleh didirikan oleh orang asing dalam negara ini. Maka kekuasaan dengan sendirinya ada pada orang-orang asing itu. Diberikan secara gratis. Itu, maknanya dalam politik disebut membagi kedaulatan terhadap bangsa asing, dalam hal ini Cina. Cinanya, Cina Komunis lagi kan,” kata Dahrin, beberapa waktu lalu.

Dahrin menyatakan bahwa hal tersebut sudah tidak sesuai dengan kontrak sosial yang dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau, bahwa kedaulatan tidak bisa dicabut dan tidak bisa dibagi. “Artinya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia ada pada rakyat Indonesia, dalam hal ini adalah pribumi. Jadi, titik berat “NKRI harga mati” itu ada pada pribumi. Tidak ada pada orang Cina. Cina itu hanya “Hanui” (hanya numpang hidup di Indonesia) dalam konteks politik,” jelasnya. (Sulaiman)

Related Posts

1 of 8