NUSANTARANEWS.CO – Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Dody Edward, menyampaikan agar para eksportir Indonesia tetap optimistis terkait telah diamandemennya peraturan ketentuan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS).
“Kemendag akan mengawal serta melakukan upaya pembelaan secara optimal kepada para eksportir Indonesia jika produk ekspornya dituduh mengandung dumping dan subsidi oleh otoritas AS,” ungkapnya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima Nusantaranews, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Dody menyebutkan, amandemen ketentuan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi) tersebut yaitu The Trade Preferences Extension (TPE) Act pada Juni 2015 dan Trade Facilitation and Trade Enforcement (TFTE) Act pada Februari 2016.
“Amandemen TPE ini juga memberikan kemudahan kepada industri dalam negeri AS. Industri AS dapat mengklaim kerugian akibat impor dengan melarang otoritas AS menyatakan industri domestik tidak merugi akibat impor, hanya karena industri tersebut mendapatkan keuntungan dalam beberapa tahun terakhir,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut Dody, amandemen TPE ini mengamanatkan para eksportir ke AS untuk mengalokasikan sejumlah data tambahan yang mengkompilasi sejumlah besar data dan harga terkait faktor-faktor material dan nonmaterial produk yang diekspor.
Dody mengatakan, otoritas AS seperti Department of Commerce (DOC), International Trade Commission (ITC), dan Customs & Border Protection (CBP) bisa tidak mengakui harga jual domestik produk Indonesia karena adanya peran kebijakan Pemerintah berupa kemudahan yang diberikan terhadap produk tersebut di pasar Indonesia.
“Amandemen TFTE memberikan keluasan wewenang bagi CBP yang selama ini melaksanakan ketetapan dumping berdasarkan keputusan DOC, diberi kewenangan lebih apabila memiliki kecurigaan dumping atas barang impor yang masuk ke AS,” katanya.
Menurut Dody, setiap negara berhak mengenakan tindakan anti-dumping dan tindakan imbalan (anti-subsidi). Bentuknya berupa bea masuk tambahan terhadap produk impor dumping atau subsidi yang menyebabkan kerugian bagi industri domestik.
“Produk dumping sendiri merupakan produk yang diimpor dengan tingkat harga jual ekspor yang lebih rendah dibandingkan harga jual normal di negara pengekspor (negara asal). Sedangkan, produk impor subsidi adalah produk impor yang mengandung subsidi dari Pemerintah Negara asal produk tersebut,” ujarnya.
Namun, Dody menuturkan, sebelum dikenakan kedua tindakan tersebut, terlebih dahulu harus dilaksanakan penyelidikan oleh otoritas negara pengimpor.
Dody menambahkan, saat ini AS mengalami defisit pada perdagangan Indonesia-AS yang cukup besar mencapai US$8,64 miliar. Dikhawatirkan, defisit tersebut akan dimanfaatkan industri-industri AS pada tahun 2017 mendatang untuk melakukan tuduhan dumping dan subsidi, menyusul pergantian Presiden AS yang baru.
“Presiden AS terpilih diperkirakan akan semakin memperkuat trade enforcement AS melalui dumping, subsidi, serta peningkatan tarif,” ungkapnya. (Deni)