Hukum

Didampingi Agus Rahardjo, Gamawan Fauzi Kaget KPK Temukan Kerugian Negara

NUSANTARANEWS.CO – Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengaku kaget terkait temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut adanya kerugian negara sebesar Rp 2 triliun dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Padahal anggaran proyek yang berjalan sejak 2011 itu telah dibahas dengan benar dan transparan.

“Anggaran itu kan dibahas bahkan sebelum diajukan ke komisi II, dibahas dulu di tempat wapres bersama menteri terkait lainnya, dan Bu Sri Mulyani juga,” katanya di Jakarta, Jumat, (21/10/2016).

Diakuinya dia merupakan pemimpin berjalannya proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Berbasis elektronik (e-KTP) Tahun Anggaran 2011-2012. Tapi dirinya pernah meminta untuk tidak menjadi pemimpin proyek tersebut. Alasannya dia hanyalah orang daerah, yang tidak tahu seluk beluk Jakarta.

Namun lanjut dia karena penolakannya tidak juga digubris hasilnya dia menggandeng KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan), serta LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) untuk mengawasi berjalannya proyek ini.

Baca Juga:  Tentang Kerancuan Produk Hukum Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Dia juga meminta BPKP untuk melakukan audit terhadap RAD yang telah disusunnya. Hasil audit pertama dan di presentasikan ke KPK, KPK meminta dirinya untuk didampingi oleh LKPP dalam mengerjakan proyek tersebut. Dimana LKPP saat itu dikepalai oleh Agus Rahardjo yang kini menjabat sebagai ketua KPK.

“Saya minta untuk mengawasi di sini, kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus (Rahardjo) kepalanya. Tapi saya tambah lagi supaya didampingi BPKP juga. Setelah selesai audit RAD itu, lalu barulah dimulai tender, dan masih didampingi oleh LKPP, BPKP ikut, dan 15 kementerian ikut di dalam, malah saya tidak ikut,” katanya.

Selesai diaudit dua bulan oleh BPKP dirinya mengaku masih belum percaya, makanya dia meminta kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan untuk menelaah dokumen proyek tersebut. Hasil dari penelaahan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tidak ada unsur KKN di dalamnya.

“Bahkan sampai ada laporan dari persaingan usaha tidak sehat.  Lalu apa yang mau saya lakukan kalau seperti itu? Karena pasal 83 perpres 54 itu menyatakan kalau ada KKN, kontrak dapat dibatalkan. Kalau informasinya tidak ada KKN bagaimana kita batalkan kontrak?” katanya dengan nada tinggi.

Baca Juga:  Perlu Perda Perlindungan, Inilah Cara Tekan Kriminalisasi Guru di Jawa Timur

Namun sayangnya klaim yang dilontarkan Gamawan justru bertolak belakang dengan barang bukti yang telah dimiliki lembaga antirasuah. Pasalnya kini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Kedua orang tersebut adalah Mantan Dirjen Dukcapil Irman dan Mantan Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

Keduanya diduga bersama-sama telah melakukan tindakan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan terkait proyek tersebut. Akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun dari nilai proyek Rp 6 triliun.

KPK menyangka Irman dan Sugiharto melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Adapun Sugiharto yang saat ini kondisi kesehatannya sedang memburuk ditahan KPK di Rumah Tahanan (Rutan) Podam Guntur, Jakarta Selatan. Penahanan dilakukan sejak kemarin, (19/10) hingga 20 hari kedepan. (Restu)

Related Posts

1 of 50