Budaya / SeniCerpen

Hadiah Untuk Perempuanku

Hadiah Untuk Perempuanku
Hadiah Untuk Perempuanku/Ilustrasi: shutterstock.com

Hadiah Untuk Perempuanku

 

“Aku sudah mengetahui semuanya!”

“Tidak, Mama! Ini sangat rahasia, tak sembarang orang mengetahuinya. Hanya saja aku akan bercerita kepadamu dan ku harap kau bisa mengerti. Dengarkanlah, Mama!”

Setelah aku mengetahui keindahan warna;  pelangi dan kau memberitahuku sekilas tentang perempuan itu; perempuan pelangi, aku semakin penasaran. Aku sempat bertanya kepada temanku, katanya dia bukan penduduk desa ini, dia orang baru yang tak memiliki banyak teman. Dia tinggal bersama seorang ibu yang sangat perhatian kepadanya. Sayangnya, banyak oarang yang tak suka kepadanya. Mungkin saja karena dia tergila-gila pada pelangi sampai lupa waktu atau terlalu mementingkan dirinya sendiri.

Tapi aku tak seperti mereka, aku lebih suka memastikannya sendiri dengan membaca status sosialnya dan melihat langsung kepribadiannya. Aku takkan mempercayai perkataan orang yang tak jelas sumbernya.

“Maaf, Mama. Bukan aku tak mempercayai ceritamu yang kemarin!”

***

            “Mama, saat ini aku tertawa. Aku benar-benar bahagia!”

Setelah sekian lama aku bermimpi untuk menghadiahkan pelangi kepada kekasihku, kepada orang-orang yang dekat denganku. Saat ini mimpi itu terwujud, tapi tidak pada kekasihku, melainkan kepada perempuan pelangi. Aku berhasil membuat senyumnya kembali manis.

Semenjak itu pula, perempuan itu tak pernah kehabisan cerita bila bersamaku, selalu ada cerita-cerita baru. Pernah suatu hari ia bercerita, bahwa warna biru pada pelangi yang aku berikan kini mulai memudar sehingga keindahannya berkurang. Tapi ia tak pernah kecewa, karena suatu saat nanti warna itu akan datang dengan cerah dan bersih. Ia bercerita kepadaku dengan sangat yakin. Aku hanya bergumam dalam hati, begitu tinggi kau berimajenasi.

Aku tahu, ia sangat senang dengan pelangi yang aku hadiahkan kepadanya. Aku ketahui dari cerita yang sering ia ceritakan kepadaku. Bahwa bila pagi hari ia tak lupa membersihkan debu yang terdapat pada warnanya, di siang hari ia memandikannya, dan apabila malam telah tiba ia menghidupkan lilin lalu diletakkan didekatnya agar pelangi itu bisa dilihat walau gelap begitu pekat. Katanya, pelangi itu diletakkan di halaman depan rumahnya. Yeach… aku semakin tak mengerti, aku hampir tak percaya dengan ceritanya. Aku sempat menanyakan kejujurannya, tapi ia balik bertanya; apakah tak berdosa aku padamu bila tak merawatnya dengan baik? Dengan alasan apa pun atau karena keterpaksaan aku percaya pada ceritanya.

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

Aku tak pernah risau denganceritanya yang tak masuk akal, aku tak menganggapnya gila karena tak lagi duduk menyendiri menanti pelangi; karena pelangi kesukaanya telah ku hadiahkan.  Hanya saja ia semakin sibuk; disibukkan dengan pelangi yang aku berikan. Ia merawatnya dengan sangat tak masuk akal, bayangkan ia memberi makan dua kali dalam sehari dan bila malam Jumat datang ia tak lupa memandikan dengan bunga tujuh rupa. Sungguh aneh; perempuan itu tak gila tapi aneh.

            Aku bisa tersenyum senang mendengarkan ceritanya yang lucu. Dari ceritanya aku bisa mengartikan sesuka hatiku, kadang aku bisa menafsirkan ceritanya dengan masalahku sendiri; lalu aku tertawa dengan puas. Walau dibalik semua itu banyak yang menjadi korban, terlantarkan, bahkan ada yang sakit hati selama-lamanya. Kadang aku tak sampai hati bila kesadaran menyelimuti jiwa; betapa teganya aku yang dipercaya lalu menghianati.

            Memang, semua itu adalah rencanaku, keinginanku untuk menghadiahkan pelangi kepada perempuan itu. Sayangnya aku menyalahi hukum alam, tak seharusnya aku mengambil pelangi untuk perempuan itu sementara kekasihku dan orang-orang yang dekat denganku tak bisa menikmatinya karena pelangi itu telah hilang; dipindah ke halaman depan rumah perempuan pelangi.  Tapi semua itu aku lakukan dengan alasan yang jelas; takut ada orang yang tahu menahu soal pelangi. Karena bila itu terjadi pelangi akan tumbang. Coba bayangkan bila warna yang terdapat pada pelangi terpencar dan berkurang atau diganti dengan warna lain, apakah pelangi itu tetap indah? Maka yang terjadi adalah kekacauan, semua orang tak terima, dan pada akhirnya pelangi itu menghilang untuk selama-lamanya. Hanya saja tak semua orang berpikir seperti itu; mereka memilih orang lain untuk mengurusnya, sehingga yang terjadi adalah melarikan diri karena tak mampu. Untung saja aku sempat mengambil pelangi dan diberikan kepada perempuan itu agar dirawatnya dengan baik walau banyak orang yang membenci kepadaku. Tapi biarkan mereka membenciku asalkan mereka tak membenc pelangi.

***

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

            “Mama, dengarkanlah…”

             Ternyata, untuk mengatasi masalah harus dengan masalah. Aku percaya itu.

***

            “Semoga kau tak keberatan tentang pelangi yang aku berikan kepada perempuan itu, Mama.”

             Seperti yang aku ceritakan kepadamu, aku memberikan pelangi kepada perempuan itu dengan alasan yang jelas dan diantaranya telah ku sebutkan tadi. Maka kau tak perlu kebeatan karena pelangi itu takkan rusak, ia akan merawatnya dengan baik, kau cukup mempercayainya; semoga perempuan itu merawatnya dengan cera yang sama seperti kau. Dan semua orang bisa menikmatinya dengan cara mendatangi rumah perempuan itu. Semoga mereka tak kecewa. Karena kecewa akan mengundang rasa dendam yang takkan pernah padam.

Apabila kau bersedia mendatangi perempuan itu dan mengajarkan bagaimana cara merawat pelangi agar tetap indah. Alangkah bahagianya aku. Karena sepanjang sejarah tak ada seorang pun bisa merewat pelangi yang indah tetap elok dipandang kecuali kau. Yeach... aku kembali teringat ceritamu saat kewalahan mempertahankan pelangi dari tangan penjajah; orang yang ingin menjual pelangi ke dunia lain, tak pernah berpikir seperti apa dunia kita tanpa pelangi. Kau hampir mati demi pelangi.

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

***

            “Mama, sampaikan kepada perempuan pelangi…”

Pertimbangkan kalau masih dibutuhkan. Lepaskan kalau mengecewakan. Kerjakan kalau menguntungkan. Tinggalkan kalau merugikan.tak selamanya pertimbangan itu benar, maka jangan mempertahankan yang masih meragukan. Jika perintah merugikan, maka tinggalkan tanpa mempedulikan siapa mereka. Kalau masih belum puas, lupakan orang yang menghadiahkanmu pelangi. Tapi kau akan hidup di tengah gelombang, kau harus siap menghadang setiap kali datang menerjang. Karena orang yang memberikanmu pelangi bukan karena membenci, melainkan tak sampai hati bila melihatmu duduk menyendiri di depan teras rumahmu dimalam hari. Tapi ingat,  pelangi itu bukan milik pribadi! Jadi, kau jangan merasa berkuasa penuh pada pelangi yang aku berikan.[]

 Simpang Jalan (B/26), 02-02-2020

 

Penulis: Moh. Jamalul Muttaqin, Alumni PP. Annuqayah Daerah Lubangsa Guluk-guluk Sumenep Madura dan sekarang tinggal di Kota Yogyakarta (Kompleks SDN Samirono Jl. Colombo No. 002 Samirono Depok Sleman) beberapa tulisannya (cerpen dan Puisi) dimuat di media online seperti takanta.id, nusantaranews.co, dll. Juga di antologi Bersama Testimoni Kepergian (Sufiks:2020) dan Sketsa Mayang (J-Maestro;2020). Bisa dihubungi melalui email [email protected] IG @jamalul_m

 

Related Posts

1 of 3,050