Opini

Melihat Fenomena “Politik Sembako” Dalam Pilkada Sumenep

Melihat Fenomena “Politik Sembako” Dalam Pilkada Sumenep
Melihat Fenomena “Politik Sembako” Dalam Pilkada Sumenep/Foto: Ist.

Melihat Fenomena “Politik Sembako” Dalam Pilkada Sumenep

Ada pemandangan kurang menarik yang mengusik penglihatan saya di pelbagai plaform media sosial, dua hari ini telah berseleweran di depan mata. Postingan-postingan mobil dengan poster salah satu Paslon Pilbup Sumenep 2020 yang sedang mengantarkan bagi-bagi sembako kepada masyarakat. Saya menyimpulkan fenomena ini sebagai ancaman.
Oleh: Jamalul Muttaqin*

Pertama, saya melihat sebuah postingan bagi-bagi sembako yang menggunakan kresek warna putih memakai stiker logo merah dari salah satu Paslon, sembako tersebut sepertinya diantarkan ke Kepulauan, menggunakan angkutan umum, ada sampan dan mobil pic-up yang membawa plastik kresek putih dengan gambar salah satu Paslon.

Kedua, menggunakan mobil tertutup, dengan stiker Paslon yang masih sama, berlogo merah, sepertinya pembagian sembako ini dikerahkan di daerah perkotaan. Semuanya digempur dari segala penjuru dan dari pelbagai sisi.

Sanggupkah masyarakat Sumenep bertahan melawan sogokan politik, sanggupkah masyarakat Sumenep tidak menukar suaranya dengan sembako atau money-politic. Kesanggupan itu harus diukur dari seberapa kuat bawaslu ikut aktif mengawasi Pemilukada. Seberapa aktif peserta Pemilukada dapat saling mengawasi, termasuk ikut mengawasi antar peserta dari partai yang sama.

Baca Juga:  Kepemimpinan Indonesia dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan

Kesadaran politik masyarakat Sumenep masih terombang-ambing antara sogokan uang dan sembako. Kampanye menolak politik sembako atau politik uang terus digalakkan oleh salah satu Paslon hijau. Dibeberapa pertemuan. Barisan hijau ingin menegaskan kepada masyarakat bahwa, politik sembako akan menghancurkan nilai kesantrian, menghambat perjuangan para kiai untuk mendapatkan pemimpin yang lebih baik.

Membebaskan masyarakat dari politik sembako sepertinya memang mustahil. Seperti halnya menolak kenyataan yang telah terjadi. Walhasil, saat ini yang terpenting untuk dilakukan adalah bagaimana membentengi masyarakat untuk menolak, tidak tergiur, apalagi tertarik dengan politik bagi-bagi sembako.

Politik sembako memang lebih menggiurkan daripada politik uang (money politics), pada tahun 2019 kemarin hasil survei Charta Politika di daerah DKI Jakarta menunjukkan ketertarikan masyarakat terhadap politik sembako sangat tinggi. Mungkin kebutuhan pokok dari masayarakat sangat terbantu dengan adanya politik sembako yang dibagi-bagikan para calon Pilkada 2020 tahun ini.

Politik sembako biasanya tidak jarang dilakukan oleh para calon pertahana,  modusnya ingin merayu masyarakat ketika menjelang Pilkada nanti. Bukan hanya di Sumenep. Banyak di daerah-daerah lain menganggap politik sembako lebih efektif karena bisa menyentuh lapisan masyarakat langsung dengan kebutuhan pokok dan kultural.

Baca Juga:  Catatan Kritis terhadap Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024

Masa pandemi ini membuat masyarakat membutuhkan bahan pokok. Hadirnya politik bagi-bagi sembako dinilai bisa mewujudkan kemenangan dalam budaya politik yang didasarkan pada kedekatan emosional, kekerabatan, bukan berdasarkan track-record dan pertarungan.

Sehingga masyarakat Sumenep lebih memberikan hak suaranya karena iming-iming uang, harta dan rayuan sembako. Kehadiran ini sebagai cikal-bakal yang merusak rasionalitas dan hati masyarakat. Tak terkecuali masyarakat Sumenep yang saat ini telah diserang dengan politik sembako. Akan banyak lahir para pemilih yang tak rasional dan memilih karena kedekatan emosional. Model pemilih begini tak bisa menghasilkan seorang pemimpin yang berkualitas, kompeten dan visioner membangun daerah Sumenep ke depan. Mari kita tolak politik sembako! Wallahua’lam..***

 

* Jamalul Muttaqin, penulis asal Sumenep yang intens mengikuti issu-issu politik. Saat ini masih aktif mengajar di SMP-SMA Ali Maksum, Krapyak Yogyakarta.

Related Posts

1 of 3,050