Opini

GBHN Mau Dihidupkan, Suara Rakyat Bakal Dimatikan

gbhn, mau dihidupkan, suara rakyat, bakal dimatikan, nusantara news
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). (Foto: Istimewa)

GBHN Mau Dihidupkan, Suara Rakyat Bakal Dimatikan. Terpilihnya Bambang Soesatyo (Bamsoet) sebagai Ketua MPR sangat kuat peran Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto plus Partai Golongan Karya (Golkar). Penulis melihat ada deal-deal-an antara elit politik sekarang untuk kompak menggolkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara). Aroma itu semakin tercium ketika pidato pertama Bamsoet dilantik mengatakan bahwa ada kebutuhan amandemen UUD 1945.

Wacana menghidupkan GBHN kencang disuarakan oleh PDIP dan Golkar sebelum pemilihan Ketua DPR dan MPR. Maka syarat Ketua MPR 2019-2024 harus komitmen melahirkan GBHN dengan melakukan amandemen tebatas UUD 45. Jika ini terjadi, maka ini menjadi ancaman demokrasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa 98 menuntut reformasi pada 21 tahun yang lalu.

Semua program Jokowi akan menjadi TAP MPR dan konsekuensinya akan dievaluasi oleh MPR. Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada rakyat secara langsung tentang visi-misinya sewaktu menjadi calon presiden (capres). Tetapi bertanggung jawab kepada MPR.

Baca Juga:  Kekuatan dan Potensi BRICS dalam Peta Politik Global Mutakhir

Dengan kata lain, wewenang presiden tidak kuat lagi. Sebab, dengan adanya GBHN kekuatan DPR/MPR akan lebih dominan dari presiden. Presiden setiap tahun akan terus diganggu oleh partai-partai politik.

Di sinilah peluang partai bermain. Mereka akan menekan presiden yang dipilih rakyat. Ujung-ujungnya berbagi lapak dan jatah. Bahkan tidak tertutup kemungkinan akan melengserkan presiden yang dipilih oleh rakyat tersebut.

Bangsa Indonesia akan kembali mundur waktu era orde baru dulu lagi. Rakyat akan kembali menjadi penonton menyaksikan permainan politikus-politikus yang baku-hantam memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Tentang isu selama reformasi terjadi perbedaan warna warni politik antara kepala daerah provinsi/kabupaten/kota yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat bukan berarti dengan cara menyeragamkan program seperti era orde baru. Itu cukup dengan membuat UU sinkronisasi pembagian tugas dan tanggung jawab pembangunan antara pemerintah pusat dengan daerah. Bukan dengan cara membuat GBHN yang bisa berdampak mematikan otonomi daerah.

Baca Juga:  Peringatan Terakhir Rusia kepada NATO – Anda Akan Mendapatkan Perang, Tetapi Akan Berakhir Dalam 15 Menit

Tentang pembangunan nasional selama ini dilakukan secara tidak berkelanjutan cukup berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 mengenai Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pasalnya, undang-undang tersebut sudah diatur Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Adalah sudah tepat sistem terbentuk sekarang. Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat maka pertanggung jawabannya adalah kepada rakyat. Bukan pertanggung jawabannya ke MPR. Biarlah rakyat menilainya. Jika kinerja presiden tidak bagus, biarlah rakyat menghukumnya. #TolakGBHN

Penulis: Aznil Tan, Koordinator Nasional Poros Benhil

 

 

 

 

 

Catatan Redaksi: Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis seperti yang tertera, dan tidak menjadi bagian dari tanggung jawab serta isinya tidak mewakili gagasan redaksi nusantaranews.co

Related Posts

1 of 791