Politik

Kepercayaan Rakyat Papua Terhadap Pemerintah Dinilai Sudah Semakin Menyusut

Kantor DPRD Papua Barat dibakar massa aksi di Manokwari. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO/Iswtimewa)
Kantor DPRD Papua Barat dibakar massa aksi di Manokwari. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Sulaiman)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Deklarator Dewan Rakyat Papua, Charles Imbir mengatakan kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah sudah semakin menyusut. Hal itu tampak pada aksi besar-besaran yang digelar rakyat Papua beberapa waktu belakangan. Bahkan, kata dia, gelombang aksi rakyat Papua dan solidaritas aksi bersama atas tindakan rasisme menjadi masalah nasional Indonesia.

“Dibakarnya simbol-simbol pemerintah di daerah seperti pembakaran kantor DPRD Kota Sorong, pembakaran Kantor DPRPB dan MRPB Papua Barat di Manokwari serta MRP di Jayapura Papua menunjukan lembaga-lembaga ini tidak lagi mendapat kepercayaan dari rakyat Papua, serta tidak mampu menyuarakan aspirasi rakyat Papua secara jelas, tegas dan murni di hadapan pemerintah,” kata Charles dikutip dari keterangan yang terima redaksi, Senin (16/9/2019).

Baca juga: Charles Imbir Sebut Rasisme Terhadap Rakyat Papua Akibat Proses Kebangsaan Belum Tuntas

Menurutnya, sasaran yang dituju rakyat Papua tersebut bukan tanpa alasan. Setidaknya, kata dia, hal tersebut menunjukkan rakyat Papua mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.

“Sasaran yang dituju adalah pemerintah itu menunjukan rakyat Papua tuntas menangani konflik sosial masyarakat yang horisontal menjadi konflik masyarakat Papua secara vertikal dengan pemerintah yang lemah dan tidak bertanggung jawab,” ujarnya.

Baca Juga:  Anggota DPRD Nunukan Ini Berjanji Akan Perjuangkan Penguatan Insfratruktrur

Sayangnya, kata Charles, ketidakpercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah baik di daerah maupun di nasional justru dibalas dengan menghadirkan ribuan polisi dan tentara. Pendekatan keamanan dan militer, kata dia, selalu memusnahkan cara-cara musyawarah dan dialogis.

“Pendekatan militer hanya menyimpan dan menimbun bara amarah dan gelombang antipati di masa yang akan datang,” terangnya.

Charles mengingatkan, pendekatan militer hanya akan melahirkan amarah dan tidak menuntaskan masalah. Aspirasi rakyat Papua cenderung terabaikan.

Baca juga: Deklarator Dewan Rakyat Papua: Pemerintah Seharusnya Tidak Perlu Terjunkan Kekuatan Militer

“Sekilas pengalaman di masa gerakan rakyat Indonesia pada masa reformasi 1998 dan gerakan rakyat Papua tahun 1999 pendekatan militer hanya menyimpan amarah tetapi tidak menuntaskan aspirasi rakyat Papua. Walaupun pada saat itu negara mempromosikan jabatan strategis militer kepada anak-anak Papua dari militer Angkatan Laut seperti Abraham O Atururi dan Fredy Numberi untuk menenangkan Papua. Demikian pula yang terjadi 20 tahun kemudian di hari ini tahun 2019 yakni dengan memberi jabatan strategis kepada anak-anak Papua dari militer Angkatan Darat seperti Joppye O Wayangkau dan Herman Asaribab. Mungkinkah 20 tahun ke depan jika terjadi gelombang protes rakyat papua akan dijawab lagi dengan memberi posisi strategis kepada anak-anak Papua dari militer Angkatan Udara? Mengapa tidak menjawab tuntutan hari ini dengan memberikan jabatan strategis kepada anak-anak Papua yang ada di Polri dan TNI secara bersamaan memimpin di tanah Papua?,” tutur Charles.

Baca Juga:  Fraksi PDI Perjuangan DPRD Nunukan Soroti Selisih Jumlah Pembayaran Pegawai

Menurutnya, cara-cara tersebut hanya menenangkan dan tidak menyelesaikan persoalan Papua dari akar permasalahan.

“Sikap yang hanya menenangkan dan tidak menyelesaikan persoalan Papua dari akar persoalan juga dilakukan oleh negara dan presiden ketika menerima para tamu Papua yang diundang ke Istana Negara sejumlah 61 orang Papua sebagai perwakilan rakyat Papua,” sebut Charles.

Meskipun ada kontradiksi terkait kedatangan dan penerimaan 61 utusan orang Papua ke Istana Negara, Charles memandang niat baik presiden untuk menyelesaikan persoalan Papua ada tetapi belum menyentuh akar persoalan Papua yang sesungguhnya. “Termasuk penyelesaian kasus rasialis yang mulai dihilangkan atau dikaburkan,” tuturnya.

Baca juga: Apa Itu Dewan Rakyat Papua?

“Bahwa kemudian ruang untuk berdialog masih menjadi penting dengan rakyat papua dan dialog seluas luasnya dengan rakyat Papua menjadi syarat penting bagi negara dan presiden untuk menyelesaikan persoalan Papua,” sambungnya.

“Pada posisi ke 61 utusan rakyat Papua ini juga memberi makna yang jelas bahwa negara dan presiden sedang gagap atau bahkan tidak percaya pada struktur pemerintah yang ada di tanah Papua. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan para gubernur di tanah Papua yang tidak tahu-menahu dengan utusan 61 orang Papua dan atau menggangap ke 61 orang Papua ini ilegal dan bukan mewakili rakyat Papua demikian pula dengan MRP/B dan DPRPB. (eda/nus)

Baca Juga:  Survei Membuktikan, Pemilih PDIP dan PKB Condong Pilih Khofifah-Emil di Pilgub Jatim

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,050