Hankam

PN MPPI Desak Pemerintah Cabut Inpres No 26 Tahun 1998

PN MPPI Desak Pemerintah Cabut Inpres No 26 Tahun 1998
PN MPPI Desak Pemerintah Cabut Inpres No 26 Tahun 1998. Acara Focus Group Discussion (FGD) seri ke-3, bertajuk Cabut Inpres Nomor 26/1998 tentang Larangan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi yang diadakan PN MPPI, di Jakarta Selatan. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Romadhon)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presidium Nasional Majelis Permusyawaratan Pribumi Indonesia (PN MPPI) mendesak pemerintah agar mecabut Inpres No 26 tahun 1998 tentang larangan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi. Koordinator PN MPPI M.S. Kaban menilai Inpres tersebut perlu ditinjau kembali.

“Kami menilai bahwa Inpres itu perlu ditinjau karena kita ingin tidak ada pengkotak-kotakan. Karena kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 bahwa pribumi itu adalah menjadi tuan di negeri sendiri,” kata Kanan dalam Focus Group Discussion (FGD) seri ke-3, bertajuk Cabut Inpres Nomor 26/1998 tentang Larangan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi di kantor PN MPPI, kawasan Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan, Jumat (6/9/2019).

Dirinya menjelaskan, pengembalian istilah probumi merupakan amanat konstitusi. Karena, saat ini warga negara asli Indonesia situasinya terpinggirkan. “Seakan-akan ada yang diistimewakan,” paparnya.

Sementara pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas mengungkapkan alasan mengapa pribumi Melayu di Malaysia lebih sejahtera dibanding dengan di Indonesia? Sebab, kebijakan negara Malaysia berpihak kepada penduduk asli di sana.

Baca Juga:  HUT TNI-79: Kodim Nunukan Gelar Lomba PBB Tingkat Pelajar

“Dia dapat haknya untuk sekolah sampai ke pendidikan jenjang yang tinggi. Jadi negara hadir untuk memajukan mereka,” ujar Abbas.

Guru besar dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu berharap, warga pribumi asli Indonesia juga mendapatkan hal yang sama. Ia tak ingin pribumi di Indonesia mengikuti jejak suku Aborigin di Autralia.

“Kita tidak ingin Pribumi Putera Indonesia itu seperti Aborigin di Australia, pelan-pelan termarjinalkan dan terancam punah,” terangnya.

Indikasi tersebut menguat ketika jutaan hektare tanah di Indonesia dikuasi oleh segelintir orang, yang notabene mereka adalah bukan non pribumi.

“Nah, di Indonesia, siapapun kaum pribumi ini harus diperlakukan tidak seperti sekarang. Dia hidupnya harus lebih sejahtera. Dia harus sekolah dengan tingkat pendidikan tinggi dan punya penguasaan tanah, agar dia tidak terancam digusur setiap saat,” ungkapnya.

Pewarta: Romadhon

Related Posts

1 of 3,054