NUSANTARANEWS.CO – Berawal dari kisah nyata, tulisan ini bermula. Ma’ani (40 thn) sekarang punya bayi bernaya Andi Setyawan yang masih belum genap setahun usianya. Ma’ani dan bayinya tinggal di dalam rumah yang ditutupi kai tebal pada bagian pintu dan jedela supaya terlindung dari debu batubara dari PLTU Cilacap. Ma’ani telah mengalami nasib tidak baik, ketika salah satu anaknya, Juniko Ade Putra meninggal di usia 2,5 tahun pada Juni 2011 karena penyakit pernapasan yang diyakini disebabkan oleh debu batubara.
Berguru pada pengalaman di atas, pembangkit listrik menggunakan bahan batubara, bukan solusi bagi penerangan Indonesia di masa depan. Generasi penerus tentu ingin hidup sehat tanpa polusi yang rentan menimbulkan penyakit pernapasan. Masa depan Indonesia, bukan tidak mungkin untuk lebih terang dengan listrik bertenaga surya.
Sebagai contoh nyata untuk dijadikan inspirasi adalah kesadaran pemerintah India yang para ilmuannya mulai merancang Pohon “bertenaga” Surya. Seperti diketahui bahwa, India termasuk ke dapal salah satu dari empat kota paling tercemar di dunia. Sebab suplai listrik di India berasal dari pembangkit listrik batubara. Akan tetapi, masih gagal menjaga penerangan di India.
Menyikapi hal tersebut, Pemerintah India sekarang memiliki rencana untuk memasang 100 GW tenaga surya pada hingga tahun 2022, 20 kali dari yang saat ini beroperasi. Bahkan, menurut Menteri Energi India, Piyush Goyal, pilihan itu ternyata lebih hemat biaya daripada batubara. Walaupun pemerintah juga menyadari bahwa itulah salah satu tantangan utama India menghadapi generasi tenaga surya.
Voanews menyebutkan, dengan menempatkan panel photovoltaic di tingkat berbeda pada rangka berbahan baja, pohon surya bisa secara dramatis mengurangi jumlah lahan yang dibutuhkan untuk mengembangkan taman surya (area pembangkit listrik bertenaga surya).
“Ini membutuhkan ruang sekitar empat meter persegi, untuk menghasilkan energi yang biasanya membutuhkan ruang seluas 400 meter persegi. Jadi hampir 100 kali ruang disimpan, seperti yang Anda tahu itu sangat berharga,” kata Daljit Singh Bedi, kepala ilmuwan di Council of Scientific and Industrial Research (CSIR) New Delhi, pemilik laboratorium pengembang pohon surya di Kolkata.
Pohon Surya dicanangkan sebagai salah satu upaya pemerintah dan ilmuan untuk mencajawab beberapa hal sensitif bagi masyarakat India. Seperti langkanya sumber daya, adanya akuisisi lahan untuk pengembangan jalan, pabrik, dan infrastruktur lainnya. Dimana isu-isu tersebut telah menyebabkan lahirnya beragam protes yang kadang-kadang melahirkan kekerasan dari warga yang terlantar.
Energi yang dihasilkan pohon surya diperkirakan oleh para ilmuwan akan cukup untuk menerangi lima rumah. Pohon surya atau pohon hemat-ruang menurut mereka tidak hanya membuat lebih mudah untuk meningkatkan pembangkit listrik tenaga surya dalam menerangi rumah dan jalan-jalan di kota-kota, tetapi juga di daerah pedesaan dimana petani tidak mau menyerahkan lahan yang luas untuk instalasi pohon surya.
Lebih lanjut Bedi mangatakan bahwa, pohon surya juga akan memanfaatkan lebih banyak energi dibandingkan untuk panel atap. “Pohon surya dirancang dengan menempatkannya di area yang bisa langsung terkena sinar matahari, dan dengan satu rangcangan yang mampu memanfaatkan 10 sampai 15 persen lebih banyak energi, yang kurang lebih setara dengan satu jam lebih dari format konvensional,” katanya akhir pakan lalu.
Dikatan Bedi, janji India untuk mengurangi emisi karbon sangat bergantung pada peningkatan generasi energi surya. Untuk mencapai hal itu, India telah menetapkan target ambisius untuk menghasilkan 40 persen dari total kapasitas dari energi terbarukan pada tahun 2030 dan mengurangi ketergantungan pada polusi energi panas berbasis batubara. Di negara matahari, fokus utama akan berada di tenaga surya.
Atas rencana India menggunakan taman surya sebagai pembangkit listrik bertenaga surya, rasanya Indonesia tidak pantas membangun masa depannya dengan batubara. Masyarakat Indonesia layak untuk mendapat pilihan energi yang lebih bersih dan tidak membahayakan kesehatan. Sudah saatnya untuk membebaskan dan mengambil jalan baru, berdasarkan pada sumber daya energi terbarukan yang melimpah. (Sulaiman)