Mata Bening Najwa
Malam itu telah kutemukan rindu
Bersama bongkahan batu
Dan araoma rindu yang bisu
Sebelum angin menyapa rambutmu
Sebelum hujan membasahi ingatanmu
Aku telah sampurna bertahan
Dari bening matamu yang kusam
Mungkin sewaktu-waktu
Kebeningan matamu akan segera tau
Bahwa yang pernah engkau pandang
Kenangan akan selalu bertandang
Seperti tawarnya hujan di pedukuhan
Angin dan daun selalu berlambayan
Mengikuti kesepakatan bayangan
Sebelum mata beningmu mualai memandang
Geddung kona 2018
Jauh Sebelum Luka
Ketika purnama bermalam di alismu
Kutemukan angin-angin semakin sayu
Merayu diding rindu
Sebagai nasib yang tak menentu
Memang hujan yang selalu berkhianat
Ketika perjuangan berakhir laknat
Membawa harapan dan perasaan gagal abadi
Pada sebuah keyakinan menuju pasteri
Hantarkanlah beberapa doa
Untuk menentukan kebimbangan rasa
Karna di balik tatapan malam
Aku selalu berdiang melawan bayang
Geddung kona 2018
Kedai Kopi
Di hadapan kedai kopi
Aku belajar merayu sunyi
Perempuan-perempuan belajar menata aksara
Dengan tatapan yang sangat menyiksa
Asal kau tau…
Sebelum hujan turun
Di sana semua peragraf turun-temurun
Mempertahankan arah pandang
Dari berbagai nasib yang tak di undang
Di hadapan kedai kopi
Sepertinya aku tak pernah pandai meramal puisi
Mereka-mereka membawa sebungkus musim
Untuk di singgahkan ke kota dingin
Sepertinya aku sudah lupa jalan pulang
Siang menutupinya dengan kesetiaan
Tapi aku masih ingat tentang bayang
Yang membawa nasip cepat berdiang
Istana tunggal, 2018
Pelangi Awal Bulan
Seketika pancaroma mengusik pada mata
Aku lihat irisan pelangi begitu menyiksa
Memancarkan cahaya yang berbeda-beda
Dalam asingnya rasa dan cinta
Bukan awan yang sedang bersendiwara
Dan bukan pula angin yang menyapa
Terhadap dingin hujan pedukuhan
Yang membawa aroma kemarau mulai menghilang
Habiskan air tawar yang berada di sumur tua
Agar kesedihan warna pekatmu tak lagi menyala
Sebab dalam deraian hujan ini
Masih kusaksikan jarak pertempuhan yang tak bertepi
Geddung kona 2018
Baca juga: Di Perbatasan Rindu, Puisi BJ Akid
BJ Akid, lahir di Pasongsongan Sumenep, Madura. Ia menulis puisi dan cerpen. Saat ini masih tercatat sebagai santri Pondok Pesantren Annuqayah. Dan menjadi Ketua Komunitas Laskar Pena PPA Lubtara, sekaligus Pengamat Literasi di Kumunitas Surau Bambu dan SMK Annuqayah.