Pribumi Nusantara Indonesia tidak saja sebagai penguasa NKRI, melainkan juga Pribumi Nusantara Indonesia menjadi pembela Negara.
NUSANTARANEWS.CO – Nilai yang menentukan keterangan-keterangan preferensi yang saling berhubungan ini terkait dengan teori Ketahanan Nasional atau dalam bahasa Belanda disebut teori weerbarheit atau daya tahan bangsa atau Kekuatan Nasional menurut Hans J. Morgenthau. Nilai yang menentukan dalam teori nilai politik Easton semua aspek Ketahanan Nasional yakni Asta gatra Nasional, semuanya memberikan kemanfaatan bagi Bonum Publicum semua Pribumi Nusantara Indonesia.
Teori nilai politik Easton itu jika efektif, maka akan meningkatkan Ketahanan Nasional atau meningkatkan weerbarheit atau Kekuatan Nasional menurut Morgenthau itu. Namun faktanya dewasa ini semua nilai politik Asta Gatra Nasional itu 80% berada pada kekuasaan Non Pribumi ECI yang sesungguhnya tidak berhak untuk mendapatkannya melainkan seluruh nilai politik dalam Asta gatra Nasional itu untuk Pribumi Nusantara Indonesia.
Dengan demikian maka kekuasaan nilai politik 80% ekonomi nasional itu pasti melemahkan Ketahanan Nasional atau melemahkan weerbarheit atau melemahkan Kekuatan Nasional menurut Morgenthau.
Teori nilai politik Easton yang saling berhubungan itu dapat dibuktikan melalui logika kausalitas sederhana. Jika “A” maka “B”; jika “B” maka “C”; jika “C” maka “D”. Jadi, “A” maka “D”. Jika “A” (Fase Genootschap atau Genossenschaft) maka “B” (Fase Reich (Rijk:kerajaan); “B”(Fase Reich= Rijk atau Kerajaan) maka “C” (Fase Staat); “C” (Fase Staat) maka “D” (Fase Democratische natie dan Fase Dictatuur). Jadi “A” (Genootschap atau Genossenschaft) maka “D” (Fase Democratische natie dan Fase Dictatuur).
Maksud digunakannya logika kausalitas sederhana ini adalah untuk membuktikan bahwa Pribumi Nusantara Modern dewasa ini adalah generasi dari Pribumi Primitif dan tradisional di Nusantara indonesia. Jadi Pribumi primitif dan tradisional Nusantara Indonesia dahulu adalah juga Pribumi Nusantara Indonesia modern dewasa ini.
Dalil yang sangat kuat adalah “jika “A” tidak ada maka “D” pada logika kausalitas sederhana di atas tidak akan ada. Dengan perkataan lain bahwa “jaka tidak ada Fase Genootschap atau Genossenschaft pribumi fase pertama maka fase Democratische natie dan fase Dictatuur pribumi fase keempat tidak akan pernah ada”.
Logika kausalitas itu dimulai dari sebab Pribumi Pendiri NKRI yang mengakibatkan Pribumi pemilik NKRI. Dengan perkataan lain bahwa sebab NKRI didirikan oleh Pribumi, maka NKRI dimiliki oleh Pribumi, untuk selanjudnya NKRI dikuasai oleh Pribumi Nusanatara Indonesia.
Pribumi sebagai penguasa NKRI ini, menjadi hak dasar politik Pribumi terhadap NKRI. Hak dasar politiknya ini, adalah dasar Pribumi Nusantara Indonesia sebagai pemegang kedaulatan NKRI yang tidak boleh ticabut dan tidak boleh dibagikan kepada bangsa lainnya. Meskipun telah menjadi warga negara Indonesia seperti dimaksud oleh Rousseaue.
Dalam kasus ini adalah kelompok ECI tidak berhak atas kedaulatan NKRI karena ECI tidak segaris nenek moyang dengan Pribumi Nusantara Indonesia. Nenek moyang ECI adalah Cina Komunis dewasa ini yang hidup di Cina daratan.
Objek kekuasaan Pribumi Nusantara Indonesia terhadap NKRI adalah yang masuk dalam aspek-aspek Asta Gatra Nasional yang terbagi menjadi dua bagian yaki natural resourses (Tri Gatra Nasional) dan social resourses (Ipoleksosbudhankamnas).
Karena itu adalah ajaran teori Ketahanan Nasional, maka semua aspek-aspek dalam natural resourses dan aspek-aspek social resourses itu semuanya menjadi objek kekuasaan Pribumi Nusantara Indonesia terhadap NKRI. Selanjudnya eksistensi kedaulatan Pribumi Nusantara Indonesia terhadap NKRI dapat dipahami secara mudah pada diagram sebagai berikut ini.
Pribumi Nusantara Indonesia tidak saja sebagai penguasa NKRI, melainkan juga Pribumi Nusantara Indonesia menjadi pembela Negara. Adapun metode Pribumi Nusantara Indonesia melakukan Bela Negara Indonesia, menggunakan soft power yakni meningkatkan semangat nasionalisme: cinta tanah air—sadar berbangsa dan bernegara—rela berkorban demi bangsa dan negara—yakin Pancasila sebagai ideologi negara—memiliki kemampuan awal bela negara. Tujuannya yaitu untuk menangkal segala bentuk ancaman nasional yang juga bersifat soft power.
Ancaman soft power ini antara lain serangan pelemahan nasionalisme. Serangan ini dilakukan ECI dan Cina Komunis yakni menggunakan narkoba, kemaksiatan, ekonomi, politik, sosial budaya, tuduhan: intoleran, rasis, SARA, diskriminatif, HAM, dan seterusnya. Ini kurang dipahami secara arif oleh pemerintah khususnya selama empat tahun terakhir ini.
*M. Dahrin La Ode, Penulis Adalah Direktur Executive CISS
Catatan Redaksi : Artikel ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis seperti yang tertera, dan tidak menjadi bagian dari tanggungjawab redaksi NUSANTARANEWS.CO.