Berita UtamaTerbaru

7 Kunci Perjanjian Iklim Paris

Menara Eiffel diterangi dengan warna hijau dengan kata-kata ‘Paris Agreement is Done’, untuk merayakan kesepakatan perubahan iklim COP 17. Paris di Paris, Prancis, 4 November 2016. REUTERS/Jacky Naegelen/File Photo

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pada 30 November sampai 12 Desember 2015 silam digelar KTT Perubahan Iklim PBB di Paris. Konferensi itu menghasilkan Perjanjian Paris terkait perubahan iklim guna menyikapi pemanasan global.

Salah satu poin paling populer yang dihasilkan KTT tersebut ialah soal membatasi pemanasan global hingga maksimum 2 derajat Celcius hingga tahun 2100. Sesuai perjanjian, Perjanjian Paris harus sudah diratifikasi dan diberlakukan secara efektif pada tahun 2020 mendatang.

Negara-negara tergabung dalam Perjanjian Paris bersepakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global. Sebanyak 185 negara menandatangani Perjanjian Paris 2015. Tapi, Perjanjian Paris ini akan berlaku manakala sudah diratifikasi sedikitnya oleh 55 negara yang menyumbangkan setidaknya 55% emisi gas rumah kaca.

Namun pertanyaannya, mampukah pembatasan pemanasan global mencapai 2 derajat Celcius?

Sekadar informasi, Cina adalah negara paling banyak menyumbang karbondioksida sebanyak 24%. Negara lain, di antaranya Amerika Serikat (12 %), Uni Eropa (9 %), India (6 %), Brazil (6 %), Rusia (5 %), Jepang (3 %), Kanada (2 %), Kongo dan Indonesia masing-masing (1,5 %).

Baca Juga:  BNPT, KPTIK, dan FORMAS Sukses Gelar JKM di Universitas Warmadewa

Lalu apa saja poin-poin kunci Perjanjian Paris? Mengutip data AFP, poin kunci Perjanjian Paris 2015 meliputi 7 aspek di antaranya soal temperatur, pembiayaan, spesialisasi, tujuan emisi, pembagian beban, ulasan mekanisme dan kerugian terkait iklim.

Soal temperatur meliputi dua hal yakni suhu di bawah 2 derajat Celcius dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius. Soal pembiayaan meliputi negara-negara kaya harus menyediakan 100 miliar dolar dari tahun 2020 sebagai modal dan jumlah akan diperbaharui pada 2025 mendatang.

Soal spesialisasi meliputi negara maju harus terus memimpin dalam pengurangan gas rumah kaca dan negara berkembang didorong untuk meningkatkan usaha mereka dan beralih dari waktu ke waktu untuk melakukan pemangkasan.

Terkait tujuan emisi meliputi emisi gas rumah kaca dikurangi dan pada tahun 2050 pengurangan dipercepat hingga mencapai keseimbangan antara emisi dari aktivitas manusia serta jumlah yang didapat tercapai.

Terkait poin pembagian beban meliputi negara maju harus menyediakan sumber keuangan untuk membantu negara-negara berkembang dan negara-negara lain yang diundang untuk memberikan dukungan secara valuta.

Baca Juga:  Fraksi Hanura DPRD Nunukan Minta Pemerintah Prioritasi Anggaran Untuk Pertanian

Selanjutnya terkait ulasan mekanisme terdiri dari review setiap lima tahun. Periode pertama pada 2025 dan setiap ulasan harus menunjukkan peningkatan dari periode sebelumnya. Terakhir soal kerugian terkait iklim meliputi negara-negara rentan telah mendapat pengakuan atas kebutuhan untuk mencegah, meminimalkan dan mengatasi kerugian yang diderita akibat perubahan iklim.

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 5