HukumPolitik

Yusril Berencana Gugat Presidential Treshold

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra berencana mengajukan judicial review atau uji materi UU Pemilu setelah diundangkan dan ditandatangani Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Yusril mengungkapkan, alasan dirinya menolak presidential treshold atau ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen itu karena didasari pertimbangan konstitusional maupun politik.

Mengenai alasan konstitusional, menurut Yusril, sudah dijelaskan dalam pasal 22 E dikaitkan pasal 6 A UUD 1945 bahwa pasangan calon presiden diajukan oleh Parpol peserta Pemilu sebelum Pemilu dilaksanakan. Sementara untuk sekarang ini, Pemilu dilaksanakan serentak. Jadi, kata Yusril tidak mungkin menggunakan presidential treshold kecuali terpaksa memakai hasil Pemilu lalu.

“Jadi sekarang kan mau pakai hasil pemilu 2014, sementara hasil Pemilu 2014 itu sudah digunakan (untuk pemilihan) Jokowi untuk maju (jadi presiden),” ujar Yusril di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (7/8/2017).

Dalam kurun waktu lima tahun, Yusril menyebutkan bahwa peta kekuatan politik sudah berubah. Bahkan jika memakai skenario Pemilu 2014, kemungkinan besar yang terjadi adalah hanya akan ada calon presiden tunggal.

Baca Juga:  Banjir Dukungan dari PMKD Se-Bondowoso, Risma Beber Cara Sejahterakan Rakyat

Sedangkan untuk kemungkinan lainnya, bakal muncul dua pasangan calon presiden, Jokowi (PDIP) dan Prabowo Subianto (Gerindra). “Yang lain enggak bisa maju, dari dulu takut amat sama saya, padahal kalau saya maju (jadi calon presiden), belum tentu menang kan,” dia berkelakar.

Baca Berita Terkait: Sengketa Presidential Treshold

Sementara itu, Pengajar Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie saat dikonfirmasi redaksi Nusantaranews (24/7) mengaku prihatin atas hasil RUU Pemilu. Pasalnya, hasil rapat paripurna DPR pada 20 Juli 2017 lalu dinilai sebagai bentuk pembangkangan konstitusi.

“Saya mengucapkan berduka cita. Karena hasil rapat paripurna adalah bentuk perlawanan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomer 14 Tahun 2013,” ujar Gugun.

“Kenapa saya anggap sebagai perlawanan terhadap ketidakpatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi? Karena pertama putusan MK nomor 14 tahun 2013 itu dengan tegas dan jelas memerintahkan agar pemilu legeslatif dan pemilu presiden 2019 dilaksanakan serentak. Secara otomatis itu memperintahkan agar tidak ada ambang batas atau presidential threshold dalam memilih presiden,” sambungnya.

Baca Juga:  Turun Gunung di Lumajang, Ribuan Emak PKS Berjibaku Menangkan Kbofifah-Emil di Pilgub

Dirinya mencium ada praktik kotor di balik pengesahan Presidential threshold sebesar 20-25 itu. Dimana kata dia, mereka DPR sengaja memiliki agenda politik untuk menjegal dan meloloskan satu orang dalam bursa pemilihan presiden 2019 mendatang.

“Partai-partai peserta yang ada di DPR dalam sidang paripurna kemarin punya misi politik, punya agenda politik untuk menjegal lawan dan meloloskan salah satu lawan, berarti mereka sengaja tidak patuh pada putusan MK,” ujar pria yang menjabat sebagai Sekretaris LPBH PWNU Daerah Istimewa Yogyakarta itu.

Pewarta: Ricard Andhika
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 22