NUSANTARANEWS.CO – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI) menyebutkan, terdapat masalah klasik dalam peredaran buah segar yang membuat buah lokal Indonesia, rawan konsumsi, atau tidak aman dikonsumsi.
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan ada masalah pada rantai distribusi. “Proses distribusi yang tidak efektif ini, menyebabkan produk buah tak lagi segar, ketika sampai ke konsumen,” ujar Tulus Abadi dalam jumpa pers dan talkshow ‘Menyoal Tingkat Keamanan pada Buah’ di Bakoel Coffie Cikini, Jakarta, Senin(5/12/2016).
Menurutnya, berdasarkan survei YLKI, panjangnya rantai distribusi menyebabkan 40 persen buah lokal yang masuk ke pasar induk Kramat Jati harus dibuang, akibat kondisinya yang sudah tidak layak konsumsi. Sedangkan sisanya sudah dalam kondisi yang kurang segar dan kehilangan banyak nutrisi.
“Panjangnya rantai distribusi, alhasil harga pun berpengaruh menjadi sangat mahal. Konsumen buah pun bisa jadi enggan beli, dan dapat beralih ke konsumsi yang lain, lebih murah tapi tidak sehat, seperti rokok,” ucap Tulus.
Tulus menuturkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2013, pengeluaran rumah tangga dalam negeri untuk konsumsi buah segar hanya sebesar 2,33 persen dari total pengeluaran untuk makanan sebesar 13,11 persen. Harga buah pun menjadi mahal. Contohnya harga buah jeruk Brastagi dari petani Rp10 ribu per kilogram menjadi Rp40 ribu per kg di pasaran.
“Pemerintah belum beri keberpihakan kepada petani buah, di hulunya. Di negara asing, pemerintahannya memberikan bantuan dalam proses produksi,” kata Tulus.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif, seperti memberikan kemudahan memperoleh pupuk dan benih buah kualitas unggul. Di saat yang sama memperbaiki rantai distribusi, agar dapat kompetitif dengan buah impor yang beredar di pasaran. (Andika)