NUSANTARANEWS.CO, Aceh – Wisatawan semakin melirik Aceh. Beberapa hari terakhir ini, Media Sosial (medsos) di Aceh menunjukkan info mengenai kenaikan grafik kunjungan wisatawan ke wilayah serambi Mekah itu. Kabar ini cukup menggembirakan sebagai salah satu peluang untuk meningkatkan pendapatan daerah selain dari dana Otsus. Sektor pariwisata juga dapat memberi efek langsung terhadap ekonomi masyarakat.
Menurut Addy Ilyas, salah seorang pemuda Aceh yang sukses di perantaun, memandang bahwa Pemda Aceh perlu lebih kreatif untuk menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara yang mulai melirik Aceh sebagai destinasi wisata. Selain itu, fasilitas pendukung wisata juga harus ditingkatkan lagi.
“Jangan hanya menjual potensi keindahan alam saja. Para wisatawan perlu disuguhi dengan beragam keindahan yang lain seperti pertunjukan seni budaya, sendratari “Seudati” misalnya. Atau mengunjungi tempat pembuatan souvenir, wisata kuliner, dan sebagainya.” tutur Addy dengan semangat.
“Bila para wisatawan betah dan ingin berlama-lama liburan di Aceh, maka sudah pasti semakin banyak uang yang dibelanjakan. Hal ini selain menambah pendapatan daerah, juga menumbuh kembangkan perekonomian di sektor pariwisata sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran.”
Dalam hal ini, lanjut Addy, “Pemda Aceh dituntut harus mampu mengemas potensi wisata daerah dalam sebuah paket kunjungan wisata lengkap mulai dari wisata melihat keindahan alam, pertunjukan seni budaya, hingga menikmati beragam kuliner khas Aceh. Bila pemerintah bisa mengemas dengan baik secara reguler, para wisatawan tentu tidak akan lekas bosan untuk berlama-lama tinggal di Aceh.”
Bagi Addy, kuliner Aceh sudah sangat terkenal di bumi Nusantara, tinggal bagaimana mengemasnya dengan inovasi yang kreatif dan sesuai dengan standar nasional maupun internasional. Sehingga sebagian produk kuliner khas Aceh dapat diproduksi secara masal untuk tujuan ekspor ke mancanegara. Sebagian lagi dapat dijadikan produk oleh-oleh bagi para wisatawan.
Disamping kuliner, Addy melihat bahwa, produk souvenir khas Aceh tidak kalah menariknya untuk dikembangkan. Selain dapat menjadi dapat menjadi salah satu paket wisata unggulan, produk souvenir dapat dikembangkan menjadi sebuah industri kreatif ke depannya.
Kebersihan harus dijaga sehingga julukan “Serambi Mekkah” benar-benar terimplementasi sesuai dengan moto “Kebersihan Bagian dari Iman”. Kebersihan harus menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehingga susasana tersebut dapat dirasakan oleh para wisatawan sejak tiba di airport, pelabuhan, terminal bus, restoran sampai ke penginapan.
“Kesan bersih atau kotor itu sangat membekas dalam diri para wisatawan. Kesan itu bisa saja diceritakan kepada teman atau wisatawan yang lain, tentu akan berdampak. Seandainya kesan itu kotor dan jorok, maka jangan harap mereka akan datang atau kembali lagi.”
Selanjutnya adalah kemudahan bagi para wisatawan sebagai tamu yang membawa rezeki harus diperhatian dengan baik. Mulai dari reservasi hingga transportasi. Jangan sampai untuk mendapat tiket penyeberangan ke Sabang saja harus mengandalkan “orang dalam” atau “calo” baru dapat tiketnya, Demikian pula untuk masuk museum misalnya. Bila semua hal ini terjadi, tentu akan merusak semua Itinerary para wisatawan, dan pada ujungnya dapat menjadi bencana bagi dunia wisata Aceh.
Adapun fasilitas lain yang kiranya diperlukan misalnya tempat berfoto yang “Instagrammable” istilahnya, sesuai dengan tuntutan zaman, era “swafoto” yang saat ini sedang popular.
Tak kalah penting adalah beragam pungutan liar yang harus dihilangkan. Biaya perawatan fasilitas bisa dikutip secara resmi, tanpa perlu ada biaya tambahan lain. Tarif itu bisa ditempelkan resmi di gerbang. Sehingga wisatawan tidak merasa dibohongi ketika membayar sesuatu. Kadang memang jumlahnya tidak seberapa, tapi hal ini lebih kepada kedisiplinan dan komitmen pengelolanya.
Terakhir, Addy mengatakan bahwa selain menjadi kewajiban pemerintah, masyarakat Aceh sendiri juga harus ikut berpartisipasi dalam menyambut tamu-tamu yang datang yang akan membelanjakan uang mereka langsung ditengah-tengah masyarakat Aceh – harus menunjukkan kesan keramahtamahannya.
Salah satu contoh misalnya rombongan wisatawan ingin berfoto bersama, sebelum mereka lirik kanan kiri, kita sebagai tuan rumah sudah harus tanggap meliaht situasi, dan dengan ringan tangan membantu. Hal ini terasa sangat sepele tapi akan berkesan selamanya.
Semoga saja Pariwisata Aceh akan lebih baik lagi kedepannya dan kunjungan wisatawan baik dari dalam maupun mancanegara akan semakin meningkat lagi setiap tahunnya, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh.(M2)