NUSANTARANEWS.CO – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan Australia di Agustus 2016 sebesar US$ 211,3 juta dan US$ 1,14 miliar di periode Januari hingga Agustus tahun ini.
“Defisit itu akibat nilai impor kita dari Australia mencapai US$ 2,95 miliar di delapan bulan pertama ini. Lebih tinggi dari ekspor kita sebesar US$ 1,81 miliar,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik, Sasmito Hadi Wibowo di Jakarta, Kamis (15/9).
Sasmito menyebut, Indonesia paling banyak mengimpor dari Australia, berupa gandum-ganduman US$ 620 juta, binatang hidup terutama sapi US$ 379,9 juta, daging hewan atau daging sapi US$ 217 juta.
“Jadi total pasokan Australia ke Indonesia untuk binatang hidup sapi maupun dagingnya mencapai US$ 596,9 juta (sekitar Rp 7,88 triliun dengan kurs Rp 13.200/USD, red) dari Januari-Agustus ini,” terangnya.
Berdasarkan data BPS, Indonesia sudah mengimpor daging sapi dari Australia di Agustus ini senilai US$ 32,39 juta dengan berat 8,09 juta Kg daging. Realisasi tersebut naik signifikan dibanding Juli lalu yang seberat 6,06 juta Kg dengan nilai US$ 23,01 juta.
Kenaikan juga terjadi di periode Januari-Agustus 2016, di mana nilai impor daging sapi Indonesia dari Negeri Kanguru itu mencapai US$ 210,63 juta seberat 53,06 juta Kg atau melonjak dari pencapaian di periode sama tahun lalu seberat 22,55 juta Kg dengan nilai US$ 104,58 juta.
Australia memang selama delapan bulan ini rutin memasok daging sapi maupun sapi hidup ke Indonesia untuk memenuhi tingginya permintaan. Tujuan paling besar dari pemerintah Indonesia jor-joran impor daging sapi untuk menekan harga daging sapi segar di pasar yang mencapai Rp 120 ribu/kg.(Yudi)