NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Aksi-aksi masyarakat dan kelompok organisasi kemasyarakatan yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila mutlak diantisipasi dan disikapi pemerintah secara serius. Karena taruhannya adalah integrasi dan nilai nasionalisme yang dimiliki warga negara Indonesia berada pada situasi berbahaya.
Rasa persatuan dan kesatuan bangsa terusik sangat dengan kondisi ini, karena itu pemerintah didesak untuk segera dan selalu mampu mewaspadai ancaman-ancaman yang dituai oleh kelompok yang sengaja hendak menghancurkan kebhinnekaan dalam tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menikapi persoalan itu, peneliti senior dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Prof. DR. Muhadjir Darwin, beserta Dosen Teologi Universitas Sanata Dharma Bagus Laksana, mendesak pemerintah pusat untuk segera melakukan langkah-langkah antisipatif dan meningkatkan kewaspadaan terhadap pertumbuhan dan menyuburnya praktik-praktik seperti itu.
Pemerintah diminta untuk selalu mewaspadai 6 ancaman yang berpotensi kuat mengganggu dan merusak semangat serta jiwa kebangsaan Indonesia. Nilai-nilai pluralisme dan integrasi bangsa menjadi taruhan serius yang mutlak harus dipertahankan.
“Kami mendesak pemerintah untuk segera dan selalu mewaspadai enam ancaman kebangsaan yang saat ini terjadi dalam bingkai NKRI,” kata Muhadjir saat menyampaikan pandangannya dalam Seminar bertajuk “Merawat dan Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Lingkup Lokal” yang diadakan oleh Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), di Aula Panti Nugroho, Sleman, Yogyakarta, Kamis (11/5/2017).
Hal itu, kata dia, terlihat dari gangguan terhadap identitas kebangsaan setiap warga negara yang acapkali masih terjadi. Seperti, adanya pemisahan suku, lokalitas, agama, dan bangsa.
“Artinya, masih ada kelompok masyarakat yang mencoba untuk memisah-misahkan diri berdasarkan kelompok, agama dan suku tertentu,” jelasnya.
Ancaman Kebangsaan
Ia menyebutkan, keenam ancaman terhadap kebangsaan Indonesia. Pertama, ancaman dari tingkat kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Dalam hal ini, masalah kemiskinan menjadi amunisi bagi ancaman kebangsaan Indonesia, karena sering dijadikan alat untuk melakukan tindakan yang mengganggu semangat kebangsaan.
Kedua, ancaman dari perilaku ketidakadilan baik dalam hal sosial maupun ekonomi. Masyarakat sering merasa terancam dengan status sosial seseorang dalam masyarakat.
“Isu Kristen dan Cina yang dilekatkan pada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menjadi contoh nyata ancaman jenis kedua ini. Orang Cina dan Kristen yang dianggap cukup kaya diidentikkan sebagai ancaman pada sisi sosial dan ekonomi masyarakat. Padahal, mungkin sekali anggapan itu kurang beralasan,” papar Prof. Muhadjir.
Ketiga, ancaman karena negara dinilai memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada negara lain. Keempat, ancaman dari sisi separatism yang kemungkinan terjadi pada suatu negara.
Kelima, ancaman dari praktik-praktik fanatisme, radikalisme suku dan keagamaan. Melalu simbol-simbol keagamaan, ancaman terhadap kebangsaan Indonesia ditabur secara masif dan terstruktur. Keenam, ancaman yang berasal dari era “post-truth” atau pasca kebenaran, dengan pembentukan opini publik melalui penyebaran hoax.
“Masyarakat saat ini, lebih mencari berita dan informasi yang menyenangkan hatinya. Jadi sikap kritis terhadap berbagai berita dan informasi yang berkembang, tidak lagi menjadi pilihan utama masyarakat. Karena itu, pemerintah harus jeli dan cermat mengantisipasi hal-hal tersebut,” ucap dia.
Kurang Pencerahan
Senada dengan itu, Dosen Teologi Universitas Sanata Dharma (USD) DR. Bagus Laksana mengatakan, bahwa ancaman NKRI dimulai saat terjadi krisis kewargaan. Yaitu, warga yang kurang menerima pencerahan tentang berbagai potensi kebahayaan yang mungkin terjadi dan fakta-fakta yang sebenarnya, dinilai menjadi masyarakat yang mudah “dibakar” dan “dibodohi oleh para demagog.
“Gerakan-gerakan anti-nasional yaitu anti keberakaran, sering dilandasi pada pemikiran yang berbasis pada pemisahan dan pemurnian,” terang dia.
Pewarta: Eriec Dieda
Editor: Achmad Sulaiman