NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (SAW) menerima wahyu pertama pada 17 Ramadhan 12 SH atau 6 Agustus 610 Masehi. Beliau menerima wahyu pertama tersebut pada usia 40 tahun. Sebagian mengatakan 39 tahun.
Pada suatu malam di bulan Ramadhan, tahun 610 M, di sudut gua Hira, beliau dikejutkan oleh turunnya wahyu yang pertama dari Allah.
Rasulullah menerima wahyu tersebut saat sedang berkhalwat di Gua Hira yang terletak di puncak Jabal Nur, berjarak sekitar 6 kilometer dari Masjidil Haram. Di tempat suci ini, Nabi Muhammad berpikir, kontemplasi sekaligus mencari solusi atas keruntuhan moral yang sangat mengkhawatirkan di Makkah.
Di tengah perenungan itu, beliau dikejutkan oleh turunnya wahyu yang pertama yang disampaikan oleh malaikat Jibril.
Sebagian ahli sejarah Islam menyebut, setelah menerima wahyu itu Nabi Muhammad pulang dan meminta dirinya diselimuti oleh Khadijah. Perasaan takut dan gelisah menghinggapi dirinya. Setelah hilang rasa takutnya, beliau menceritakan kepada Khadijah tentang peristiwa yang dialaminya di Gua Hira.
Selepas itu, Khadijah segera bergegas menuju rumah Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza. Dia kemudian memberitahukan bahwa Muhammad akan diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul sebagaimana Musa ‘Alaihis Salam menerima wahyu melalui malaikat Jibril.
Dengan demikian, Gua Hira menjadi tempat yang sangat penting dalam sejarah Islam.
Beberapa Abad kemudian di Indonesia, pada tanggal 6 Agustus 2019, soerang ulama karismatik yang disegani tak hanya dikalangan warga Nahdliyyin tetapi juga di kalangan elite politik, KH. Maimoen Zubier (Mbah Moen) meninggal dunia di tanah suci saat melaksanakan ibadah haji.
Sosok Mbah Moen yang dikenal sebagai pribadi yang disegani dalam kancah perpolitikan Indonesia bakal dimakamkan di kota kelahiran Nabi Muhammad, Makkah.
Selama ini, Mbah Moen tak hanya dikenal sebagai pemimpin pesantren besar, Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Mbah Moen juga aktif berpolitik melalui PPP.
Sejumlah politisi papan atas merasa kehilangan atas kepergian Mbah Moen. Tak hanya dari elite politik pulalah yang berduka melainkan juga dari kalangan budayawan Indonesia seperti Sudjiwo Tedjo.
Melalui Twitter, Budayawan bernama asli Agus Hadi Sudjiwo itu turut mengungkapkan rasa kehilangan ketika mengetahui Mbah Moen dipanggil yang Maha Kuasa.
Mbah Tedjo sapaan akrab Sudjiwo juga mengaku sedih dan iri atas meninggalnya Mbah Moen di tanah suci saat menjalankan ibadah haji.
“Mbah Moen, maafkan karena saya sedikit banyak masih bersedih atas wafatmu. Harusnya saya 100 % bangga krn cara wafatmu sangat asyik dan bikin iri. Baiklah Mbah Moen, sugeng tindak,” tulis @sudjiwotedjo, pada Selasa (6/8). (red/nn)
Editor: Achmad S.