NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kawabin ACTA Habiburokhman menilai pandangan Yusril Ihza Mahendra yang membandingkan format koalisi Pilpres Indonesia dengan format koalisi Pemilu Malaysia itu aneh. Sebab, kata Habiburokhman, ada perbedaan sistem yang ekstrem.
Di Indonesia, jelas Habiburokhman, Pemilu Presiden dan Pemilu legislatif secara administratif dilaksanakan secara terpisah walau pada tanggal yang sama sementara di Malaysia Pilihan Umum Raya secara prinsip hanya memilih parlemen, sedangkan Perdana Menteri dipilih dari Partai pemenang Pemilu Parlemen.
“Jadi tidak mungkin format koalisi di Pemilu Malaysia diterapkan di Indonesia,” kata Haboburokhman di Jakarta, Kamis (8/11/2018).
Yang lebih parah, lanjutnya, sistem Pileg dalam UU Pemilu di Indonesia sangat liberal yakni siapa caleg yang memperoileh suara terbanyak dalam satu partai dialah yang akan terpilih lebih dahulu. “Jadi persaingan di pileg kita bukan hanya terjadi antar partai, persaingan bahkan sering lebih sengit terjadi di internal partai antar caleg dalam satu daerah pemilihan,” katanya.
“Dengan kondisi seperti ini bagaimana mungkin Pak Prabowo dan Pak Sandi dimintai tanggung-jawab untuk menjamin berjayanya seluruh partai-partai pendukungnya di Pileg sementara disisi lain kerja pemenangan Pilpres saja sudah sangat berat,” imbuhnya.
Baca: ACTA Kritik Sikap Politik “Menggantung” Yusril di Pilpres 2019
Menanggapi hal itu, Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa dirinya tentu paham sistem pemerintahan di Malaysia dan sistem pemerintahan di Indonesia.
“Tidak pernah saya menyamakannya, tetapi dalam hal membentuk “koalisi” (yang sebenarnya tidak ada dalam sistem presidensial) perbandingan dengan Malaysia itu akan banyak membantu dalam menyusun “koalisi” dalam Pemilu serentak di Indonesia,” jelas Yusril.
“Sebagai calon —atau bahkan sekarang mungkin sudah— Ketua Koalisi, saya menyarankan kepada Pak Prabowo dan Pak Sandi agar mengundang ketua-ketua partai dan mendiskusikan format koalisi seperti apa yang akan disepakati bersama antar partai. Kalau partai-partai hanya diajak koalisi mendukung paslon Prabowo-Sandi tanpa format yang jelas, sementara pada detik yang sama rakyat memilih Presiden dan Wapres serta memilih caleg pada semua tingkatan, maka pembagian “peta dapil” menjadi sangat penting sebagaimana dapat dicontoh sebagai perbandingan dari Pemilu di Malaysia,” urai Yusril.
Di suatu dapil di Malaysia, lanjutnya, tidak akan terjadi tabrakan antara sesama partai koalisi, katakanlah UMNO atau Pakatan Harapan, karena kesepakatan telah dibangun lebih dahulu. Dalam “koalisi” di Indonesia, di satu pihak anggota koalisi disuruh all out kampanyekan Prabowo-Sandi, tetapi dalam pileg di suatu dapil sesama anggota koalisi saling bertempur untuk memperoleh kemenangan bagi partainya.
Nanti, hematnya, yang akan terjadi adalah Prabowo-Sandi menang pilpres, tetapi dalam Pileg yang sangat diuntungkan adalah Gerindra, yang kemungkinan akan menjadi partai nomor 1 atau nomor 2. Partai-partai anggota koalisi yang lain bisa babak belur.
“Ini saya saya katakan dalam Pileg di Dapil, PBB bisa “digergaji” sama Gerindra. Saya berharap Ketua Koalisi Prabowo undang semua Ketua Partai Koalisi bahas masalah ini, agar semua peserta koalisi merasa nyaman bersama-sama berjuang dalam koalisi. Namun kalau Ketua Koalisi tidak pernah mau membahas masalah ini, saya menganggap Ketua Koalisi hanya mau enaknya sendiri, tanpa perduli dengan nasib peserta koalisi lainnya,” aku Yusril.
Baca Juga:
- Yusril Merapat ke Kubu Jokowi, Kubu Prabowo Dinilai Harus Ambil Pelajaran
- Sigma: Wajar Yusril Bela Jokowi
- Yusril Bukan Menjadi Bagian dari Timses Jokowi-Ma’ruf Amin
“Saran ini sudah saya sampaikan ke Pak Prabowo melalui Pak Sandi, tapi sampai hari ini tidak pernah ditanggapi. Saya utus Kaban dan Ferry Noor bertemu Habib Rizik bahas masalah ini. Hasilnya, ssjunlah tokoh dan ulama merumuskan “draf aliansi” di rumah KH A Rasyid Abdullah Syafii. Draf itu dilaporkan ke HRS oleh Munarman dan dikirimkan tanggal 13 Oktober 2018 ke Pak Prabowo untuk direspons. Hingga kini tidak ada respons apapun dari beliau,” imbuhnya.
Tanggapan ini, kata Yusril lagi, sengaja ditulis menaggapi apa yang ditulis oleh Habiburrokhman, supaya masyarakat tahu latar belakang mengapa saya pribadi berpendapat koalisi yang ingin dibangun dibawah pimpinan Partai Gerindra itu tidak jelas format dan arahnya.
Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana