NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Diakui atau tidak, Pulau Kalimantan merupakan salah satu titik pusat peradaban tertua yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Satu diantaranya adalah Kesultanan Kutai Kartanegara (1300–1960) M. Namun pasca agresi militer Belanda ke Nusantara, satu persatu kerajaan di Kalimantan raib.
Puncaknya pada 11 Juni 1860. Dimana pada masa itu sebuah peristiwa bersejarah terjadi. Yakni dengan ditandai dengan hilangnya ‘peradaban’ masyarakat Kalimantan.
Bagaimana tidak? Tepat 11 Juni 1860, Pemerintah Belanda secara resmi penghapus seluruh sistem kerajaaan di kawasan itu. Keputusan itu dikeluarkan setelah terjadi Perang Diponegoro di Pulau Jawa dan Perang Paderi di Minangkabau.
Residen Belanda di Banjarmasin F.N. Nieuwenhuijzen memutuskan untuk menghapuskan seluruh kerajaan yang ada di Kalimantan. Hal ini juga berlaku bagi Kesultanan Banjar yang dipimpin oleh Sultan Tamjidillah.
Penghapusan ini bukan mengubur keberadaan kerajaan secara fisik, melainkan mencabut haknya berdaulat atas wilayahnya. Pasca peristiwa Juni 1860, praksis seluruh kerajaan di bumi Kalimantan tak satupun yang memiliki kekuasaan politik.
Dimana fungsi raja atau sultan hanya dijadikan sebagai simbolis saja. Sementara untuk otoritas kedaulatan sepenuhnya diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Baca Juga:
Barus, Kota Kuno Nusantara Tempat Fir’aun Impor Pengawet Mumi
Barus, Peradaban dan Pintu Gerbang Masuknya Islam di Nusantara
Pusat Kajian Manuskrip di Jerman Bisa Menjadi Bahan Perbandingan di Indonesia
Upaya Belanda untuk mengkebiri kekuasaan politik kerajaan di Indonesia tak di Kalimantan saja, tetapi juga di Aceh. Pada tanggal 7 Maret 1873, bertolak dari Kalimantan, Nieuwenhuijzen bersama sejumlah kapal perang Belanda menuju ke Aceh.
Mereka mendatangi tanah Serambi Mekkah itu untuk tujuan berunding dengan Sultan Aceh. Kala itu alasannya ingin memperundingkan tentang meningkatnya kasus perompakan di pantai Sumatera. Pertemuan itu pun digelar pada tanggal 22 Maret.
Karena perundingan tak menghasilkan apapun, pemerintah Belanda yang diwakili Nieuwenhuijzen memilih melucuti kekuasaan kerajaan Aceh dengan melancarkan perang. Peristiwa ini terjadi tepat 4 hari pasca perundingan yakni pada tanggal 26 Maret.
Selain di Kalimantan dan Aceh, sebelumnya Belanda telah lebih mencoba melemahkan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Hal ini ditandai dengan kebijakan Belanda yang sukses membuat Kesultanan Yogyakarta dibatasi kewenangannya. Kesuksesan inilah yang jadikan bahan rujukan F.N. Nieuwenhuijzen untuk menghapus kekuasaan politik seluruh kerajaan di Kalimantan.
Dalam sejarahnya ada banyak kerajaan yang pernah berdiri di Pulau Kalimantan. Antara lain ada, Kesultanan Kutai Kartanegara (1300–1960) M, Kesultanan Banjar (1520-1860) M, Kerajaan Batulicin dan Cantung (1780-1826) M, Kerajaan Bangkalaan, Kesultanan Berau (1377-1826) M, Kesultanan Gunung Tabur (1800-1953) M, Kesultanan Sambaliung (1800 – 1960) M, Kesultanan Bulungan (1731–1964) M, Kerajaan Kotawaringin (1615-1948) M, Kerajaan Kubu (1772-1958), Kerajaan Kuripan (1837) M, Kesultanan Sambas (1671–1950) M, Kerajaan Selimbau (600-1925) M, Kerajaan Sintang (Abad 4 – 1950) M, Kerajaan Tidung (1551-1916) M, Kerajaan Tanjungpura (1454-1950) M dan masih banyak kerajaan-kerajaan kecil yang tak terlacak lainnya.
Editor: Romandhon