NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indo Police Watch mengatakan sikap Kapolri Jenderal Tito Karnavian sudah benar dan tepat menolak permintaan Panitia Hak Angket DPR menjemput paksa Miryam.
Ketua Presidium Ind Police Wacth Neta S Pane menilai ada tiga poin yang patut dicermati dari sikap penolakan Kapolri tersebut. Pertama, Kapolri ingin menjaga independensi Polri dan menghindari Polri menjadi alat politik dari kepentingan politik tertentu. Dengan penolakan itu Kapolri sepertinya ingin memberi kesadaran kepada kalangan legislatif bahwa Polri adalah aparat atau alat penegakan hukum dan bukan alat politik para politisi di DPR.
Kedua, dari penolakan itu terlihat bahwa Kapolri tidak ingin institusinya, Polri dibenturkan para politisi di DPR dengan KPK. Sebab antara Polri dan KPK punya misi yang sama dalam hal pemberantasan korupsi di negeri ini, sementara kasus korupsi dalam proyek e-KTP diduga melibatkan banyak politisi yang harus ditindak KPK satu per satu.
Ketiga, penolakan Kapolri itu sesuai koridor undang undang. Sebab undang undang tidak mengatur bahwa Polri harus memenuhi permintaan Panitia Hak Angket DPR.
“Penolakan Kapolri itu tentu akan memiliki konsekwensi, antara lain Komisi III DPR bisa saja mempermasalahkan hal ini. Namun IPW berharap Kapolri tak perlu cemas karena apa yang dilakukannya, yakni menolak permintaan Panitia Hak Angket DPR pasti didukung penuh oleh publik,” ujar Neta dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (20/6/2017).
Neta memaparkan, dalam kasus ini sebenarnya Miryam tidak perlu menarik-nariknya ke wilayah politik dengan menyurati DPR setelah dirinya ditangkap KPK akibat memberi keterangan palsu dalam kasus e-KTP. Jika Miryam merasa bahwa KPK melakukan pelanggaran hukum dalam penangkapan dan penahannya, anggota Fraksi Hanura DPR itu bisa saja melakukan prapradilan.
“IPW berharap Polri dan publik mendukung penuh proses penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Sehingga siapapun tidak boleh masuk ke dalam wilayah materi perkara, dengan demikian tidak ada intervensi. Dan pihak pihak yang berusaha ikutan untuk mengaburkan proses perkara korupsi e-KTP harus dicegah, agar kasus ini bisa diselesaikan di pengadilan Tipikor dan semua anggota DPR yang terlibat harus menjalani proses hukum,” papar Neta.
Kata Neta, demi kelancaran proses penegakan hukum ini Polri justru harus memback-up KPK, setidaknya agar penyidik KPK terlindungi dari berbagai ancaman atau teror yang bisa menghambat proses penuntasan kasus korupsi e-KTP. (ed)
Editor: Eriec Dieda