NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Tanpa Strategi Ini, Indonesia tak Akan Bertahan dalam Pertarungan Industri Halal Dunia. Peneliti Bidang Ekonomi Islam dari Wiratama Institute, Yudi Saputra menyampaikan bahwa, semakin hari perkembangan industri halal kian memikat, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap industri halal, baik dalam lingkup nasional maupun internasional.
“Beberapa konsumen global bahkan menganggap, produk dengan sertifikasi halal jauh lebih aman dikonsumsi,” tutur dia dalam diskusi terbatas menanggapi pembahasan APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2017 antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), di Kampus UGM, Yogyakarta, Rabu (26/7/2017).
Indonesia, lanjut Yudi, merupakan pasar menarik bagi industri halal, termasuk makanan halal. Pasalnya, jumlah penduduk muslim Indonesia tercatat paling banyak atau mewakili 12,7% jumlah muslim dunia, atau sebanyak 207.176.162 jiwa menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010.
“Populasi penduduk ini tentu saja merupakan potensi ekonomi yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Khususnya untuk meningkatkan pendapatan negara,” kata Yudi lagi.
Langkah Strategis
Yudi menambahkan, upaya mewujudkan potensi ekonomi itu dapat dilakukan dengan empat strategi.
“Pertama, meningkatkan kerjasama baik sektoral maupun lintas sektoral antara pemerintah, perbankan syariah dan pelaku industri. kerjasama sektor pemerintah utamanya Kementerian Agama (BPJPH) dan Kementerian Perindustrian dengan melakukan pelatihan dan sertifikasi halal. Utamanya, kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta memberikan insentif kepada UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal. Dan biaya menjadi salah satu faktor hambatan UMKM untuk mendapatkan sertifikasi halal, padahal sektor ini penopang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yaitu di angka 60,34%,” urai Yudi.
Data teranyar, tambahnya, mencatat bahwa saat ini hanya ada 37% produk yang telah tersertifikasi halal, dan masih didominasi industri besar yang memiliki kemampuan keuangan memadai.
“Padahal, Indonesia memegang kunci-kunci penting dalam industri halal. Sistem jaminan halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi parameter penentuan sertifikasi halal yang telah diakui dunia, dimana setidaknya memiliki 44 anggota sertifikasi halal dari berbagai belahan dunia,” jelas Yudi.
Kedua, langkah pemasaran agar produk dikenal secara luas dan dapat disalurkan dengan baik. Karenanya, pemanfaatan teknologi informasi pemasaran serta sistem distribusi global menjadi keahlian yang wajib diketahui oleh UMKM khususnya, dan para produsen industri halal di Indonesia.
Ketiga, adanya jaminan pemerintah agar pelaku industri mendapat kemudahan dalam mengakses dana sebagai pembiayaan. Demikian diharapkan, kedepan Indonesia dapat menduduki posisi puncak proses ekonomi ‘produsen’ dalam industri halal.
Keempat, adanya dukungan dan keinginan politik dari seluruh stakeholders terkait, agar optimalisasi potensi industri makanan halal di Indonesia dapat diwujudkan.
Baca: Peneliti Ekonomi Islam Sebut Optimalisasi Industri Halal Strategi Tingkatkan APBN
“Tanpa ada langkah strategi diatas, maka Indonesia tidak akan dapat bertahan dalam pertarungan industri halal dunia dan sangat mungkin akan tenggelam. Investor akan berfikir ulang dengan keadaan politik yang tidak stabil untuk melakukan investasi di sebuah negara, karena hal tersebut akan sangat beresiko dan membuyarkan setiap proyeksi yang dilakukan,” tandas Yudi.
Pewarta/Editor: Achmad Sulaiman