Tahun 2017: Ahok Dapatkan Keistimewaan Sejak Gubernur, Terdakwa, Terpidana Hingga di Penjara

Basuki Tajahaja Purnama (ahok). Foto IST

Basuki Tajahaja Purnama (ahok). Foto IST

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menjelang penutupan tahun 2017, Plt. Ketua DPR RI Fadli Zon kembali mengingatkan publik tentang bagaimana upaya pemerintah pusat melindungi dan membela sepak terjang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di kancah kepemimpinan nasional. Utamanya saat Ahok ingin kembali memimpin DKI Jakarta setelah sukses menggantikan posisi yang ditinggalkan Jokowi.

Pada Pilgub DKI Jakarta tahun 2017, Ahok disebut-sebut mendapatkan dukungan penuh dari pusat untuk kembali memimpin Jakarta. Sayang, misi tersebut gagal total setelah pasangan yang diusung Partai Gerindra, Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada kenyataannya berhasil merebut hati warga Jakarta sekaligus mementahkan prediksi banyak orang. Lewat proses pemilihan yang demokratis, Anies-Sandi unggul atas Ahok-Djarot.

Di sisi lain, pemerintahan Jokowi-JK juga meninggalkan bercak hitam dalam proses menyelamatkan Ahok dari jeratan hukum. Bagaimana tidak, Ahok harus berjibaku dengan masalah hukum karena diduga melakukan penistaan ajaran Islam menjelang bergulirnya Pilgub Jakarta DKI 2017.

Di Kepulauan Seribu, Ahok menuding Surat Al-Maidah ayat 51 adalah alat dan sumber kebohongan. Ucapan latah Ahok ini lantas menuai kecaman, terutama dari kalangan umat Islam, sampai akhirnya memancing umat tumpah ruah ke jalan protes keras terhadap Ahok yang menistakan keyakinan dan ajaran umat Islam.

Tak hanya itu, dalam sebuah persidangan, Ahok kembali berulah. Kali ini, ia menghadrik seorang ulama panutan muslim tanah air, terutama kalangan nahdliyin, KH Ma’ruf Amin. Akibatnya, kecaman umat Islam kembali menyeruak. Bahkan sampai memaksa Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Kapolda Metro Jaya waktu itu M. Iriawan bertandang ke kediaman KH Ma’ruf Amin. Bagi keduanya, ucapan Ahok di pesidangan 30 Januari adalah kesalahan fatal sehingga perlu menghiba maaf dari sang kiai. Hal ini juga seakan mensinyalir kuatnya dukungan pemerintah pusat terhadap Ahok sampai-sampai pemerintah mengirimkan seorang menteri yang paling multitalen di Kabinet Kerja Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan.

Luhut Binsar Pandjaitan tentu tak asing. Ia merupakan orang kepercayaan Jokowi yang sukses menjabat di beberapa jabatan kementerian secara bergantian. Terakhir, Luhut menjabat sebagai Menko Maritim.

Dan beberapa waktu kemudian, Ahok pun akhirnya divonis 2 tahun penjara karena terbukti melakukan penistaan agama. Namun demikian, noda hitam menjadi catatan tersendiri dalam proses hukum seorang Ahok di tahun 2017.

Keistimewaan hukum yang disandang Ahok bukan rahasia lagi. Sejak jadi terdakwa, terpidana dan dipenjara Bupati Belitung Timur terus mendapatkan keistimewaan hukum.

“Saat yang bersangkutan masih menjadi terdakwa, misalnya, sebenarnya sesuai ketentuan UU No. 23/2014 Pasal 83, seorang kepala daerah dan atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa di pengadilan harus diberhentikan sementara, tanpa perlu usulan dari DPRD. Tapi kita sudah menyaksikan bagaimana pemerintah, melalui Mendagri, tak pernah mengeksekusi ketentuan ini. Mendagri beralasan jika dia perlu mendengar tuntutan jaksa terlebih dulu, apakah nanti tuntutannya lima tahun, atau kurang dari itu. Jika kurang dari lima tahun, maka saudara Basuki tak perlu diberhentikan sementara,” kata Fadli Zon, Jakarta, Sabtu (30/12/2017).

Di dalam sel pun demikian. Ahok diketahui tidak dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) melainkan di Rutan Mako Brimob. “Apakah seorang narapidana boleh ditempatkan di Rutan? Sesuai aturan, karena terbatasnya jumlah Rutan di Indonesia, yang boleh dilakukan sebenarnya hanyalah menjadikan Lapas sebagai Rutan perlu dipindahkan dari sebuah Lapas, yang bersangkutan hanya bisa dipindahkan dari satu Lapas ke Lapas lainnya, dan bukan dipindah dari Lapas ke Rutan,” jelasnya.

Sayangnya, ketentuan tersebut tak berlaku bagi seorang Ahok. Inilah yang kemudian disebut Fadli Zon sebagai salah satu nota hitam dalam penegakkan hukum kepemimpinan Jokowi-JK sepanjang tahun 2017. (red)

Editor: Eriec Dieda

Exit mobile version