NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menanggapi situasi defisit yang dihadapi maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saat ini, Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Bin Firman Tresnadi menilai pemerintah seolah seperti sengaja melakukan pembiaran. Ia melihat negara belum melakukan upaya serius untuk mengurai masalah tersebut.
“Belum. Pemerintah cenderung melakukan pembiaraan selama ini. Seharusnya, karena ini salah satu simbol negara, harus menjadikan hal ini sebagai prioritas,” kata Bin Firman Tresnadi saat dihubungi Nusantaranews.co, Senin, 5 Juni 2018.
Dirinya menyatakan bahwa sudah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari ancaman kebangkrutan. Sebab Garuda Indonesia adalah National Carrier Flag.
“Iya dong. Itu kan perusahaan milik negara. Salah satu citra baik atau buruknya negara di dunia penerbangan di lihat dari Garuda,” terangnya.
Baca Juga:
Kata Menteri Rini: Garuda Indonesia Masih Biang Kerugian BUMN
Garuda Indonesia: Sudah Rugi (Malah) Nambah Direksi
Nalar Berpikir Rancu Dirut Garuda Indonesia Soal Kru Cadangan
Sebagai informasi, saat ini kondisi maskapai penerbangan Garuda Indonesia terus merugi. Sepanjang tahun 2017, Garuda mencatatkan kerugian mencolok. Pada kuartal III-2017, kerugian mencapai angka 221,9 juta dolar AS (Rp 2,99 triliun). Sementara di kuartal I-2017 Garuda mencatat kerugian sebesar 99,1 juta dolar AS. Angka ini meningkat pada kuartal II-2017 yang mencapai 184,7 juta dolar AS.
Bin Firman mengungkapkan, langkah yang perlu dilakukan PT Garuda adalah melakukan perbaikan manajemen. “Perbaiki manajemennya. Kalau perlu rombak total,” tegasnya.
Pada tanggal 19 April 2018 lalu, PT Garuda Indonesia melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dengan hasil tersusunnya suatu dewan direksi yang kemudian ditolak oleh Serikat Karyawan. Penolakan yang disuarakan Serikat Karyawan Garuda pada 2 Mei 2018 itu didasari pada susunan dewan direksi yang diisi pejabat-pejabat lama yang dianggap tidak kompeten dalam menjalankan tugas pada masa bakti sebelumnya. Penolakan ini menuntut penggantian susunan dewan direksi dengan ancaman pemogokan.
Editor: Romandhon