Ekonomi

Nalar Berpikir Rancu Dirut Garuda Indonesia Soal Kru Cadangan

Garuda Indonesia (Ilustrasi Dok. Nusantaranews)
Garuda Indonesia (Ilustrasi Dok. Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO – Pada tanggal 19 April 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) dengan hasil tersusunnya suatu dewan direksi yang kemudian ditolak oleh Serikat Karyawan. Penolakan yang disuarakan Serikat Karyawan Garuda pada 2 Mei 2018 itu didasari pada susunan dewan direksi yang diisi pejabat-pejabat lama yang dianggap tidak kompeten dalam menjalankan tugas pada masa bakti sebelumnya. Penolakan ini menuntut penggantian susunan dewan direksi dengan ancaman pemogokan.

Direktur Utama Garuda Pahala N. Mansury kemudian menyatakan telah menyiapkan “kru (awak pesawat) cadangan” yang cukup untuk mengantisipasi aksi mogok karyawannya seperti dilansir dari Kumparan.com tanggal 3 Mei 2018. Timbul pertanyaan apakah pernyataan tentang penyiapan “kru cadangan” itu merupakan pernyataan yang benar-benar dapat direalisasikan dalam waktu singkat mendahului mogok? Atau ini hanya sebatas langkah pragmatis untuk menyelamatkan wajah direksi di hadapan masyarakat/pemegang saham sekaligus perang psikologis kepada karyawan Garuda?

Secara umum terdapat dua macam awak pesawat di dalam pengoperasian pesawat udara yaitu: Pertama, awak kokpit (cockpit crew/flight crew/pilot). Kedua, awak kabin (cabin crew/flight attendant). Pertanyaannya, memungkinkan atau tidak mendatangkan pilot luar untuk didayagunakan sebagai “kru cadangan” dalam memenuhi kebutuhan operasi di waktu yang singkat/mendadak mengantisipasi mogoknya karyawan Garuda?

Baca Juga:
Kejanggalan Kerjasama Garuda Indonesia – TNI AU
Ancaman Mogok Para Pilot Garuda, Munculkan Banyak Kekhawatiran

Menjadi pilot di sebuah operator penerbangan adalah sebuah proses yang kompleks, berawal saat seorang calon pilot mendaftarkan diri dan menjalani seleksi panjang pada lembaga pendidikan penerbangan yang setelahnya akan melewati kegiatan ground training, simulation training, serta flight training pada tingkat private pilot sampai commercial pilot yang umumnya memakan waktu satu sampai dua tahun.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

Pilot-pilot lulusan pendidikan awal seperti ini tentunya belum langsung dapat dipekerjakan sebagai second in command pada operator-operator karena mereka perlu dididik kembali untuk menerbangkan pesawat-pesawat dengan tipe dan lingkungan operasi berbeda yang umumnya memakan waktu pelatihan selama enam bulan atau lebih sampai mereka benar-benar dapat menjadi qualified copilot dengan pangkat first officer.

Membajak Kapten Pilot Dari Operator Lain?

Mungkin memang bukan pilot seperti ini yang dimaksud oleh Dirut Garuda sebagai “kru cadangan”. Membajak captain dan/atau first officer berpengalaman dari operator lain adalah pilihan langkah yang paling umum. Namun perlu dipahami bahwa pindahnya seorang pilot secara terburu-buru dari sebuah operator dengan budaya kerja tertentu menuju operator lain dengan budaya kerja yang berbeda dapat melahirkan kendala-kendala pada pelaksanaan tugasnya sehari-hari yang bukan mustahil dapat berdampak pada keselamatan dan keamanan.

Guna memitigasi hal itu, Garuda sebagai pemegang Air Operator Certificate 121 berkewajiban menerapkan pelatihan atas “kru cadangan” ini sesuai CASR dan Operation Manual yang berlaku serta memasukkan para “kru cadangan” ini ke dalam kategori pelatihan Initial New-Hire Training (ref: “all personnel not previously employed by the Garuda Indonesia must complete Initial New-hire Training” OM-D1 2.2.1 (a) hal 1).

Initial New-Hire Training diterapkan bagi orang-orang yang memiliki klasifikasi tertentu. Pertama, belum pernah memiliki pengalaman bekerja di Garuda. Kedua, Karyawan Garuda yang belum pernah memiliki posisi sebagai pilot di Garuda.

Sebagai gambaran, subjek pelatihan minimal (ground) Initial New-Hire Training yang harus dilaksanakan oleh “kru cadangan” ini (bila mereka memiliki type rating B737-800, populasi pesawat terbanyak di Garuda) adalah sebagai berikut; (1) Basic Indoctrination 24 jam. (2) Emergency and Safety Equipment 16 jam. (3) Aviation Security 16 jam. (4) Dangerous Goods 16 jam. (5) Crew Resource Management 40 jam. (6)Emergency Evacuation and Coordination 7 jam. (7) Safety Management System 8 jam. (8) Operation Requirement/Specification 2 jam. (9) Routes and Airport Qualification 4 jam dan (10) Flight Crew Incapacitation 2 jam.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

Sementara untuk total durasi kegiatan kelas adalah 135 jam yang bila dibagi 7 jam per hari adalah 20 hari. Setelah itu, para “kru cadangan” akan memasuki tahap simulation training sebanyak 5 sesi (termasuk check) yang akan memakan waktu selama 30 jam. Dilanjutkan dengan kegiatan Line Training (Operating Experience) selama dua minggu atau 25 jam terbang. Total alokasi waktu pelatihan bagi para “kru cadangan” ini adalah 135 jam kelas + 30 jam simulator + 25 jam Line Training = 190 jam per orang.

Rancu Berpikir tentang Kru Cadangan

Sebagai ilustrasi bila 100 orang saja dari pilot Garuda mogok maka manajemen Garuda perlu menyiapkan 100 orang “kru cadangan” agar kegiatan operasional tidak terganggu dan manajemen Garuda perlu mengalokasikan 19000 jam pelatihan bagi 100 orang “kru cadangan” tersebut yang harus siap bertugas sebelum tenggat mogok tiba yaitu 30 hari kerja pasca jumpa pers tanggal 2 Mei 2018. Untuk merealisasikan kegiatan pelatihan dalam waktu singkat (kurang dari satu bulan), diperlukan sejumlah instruktur dan sesi simulator di Garuda Indonesia Training Center.

Sayangnya jumlah instruktur yang ada hanya sekitar 10 persen dari keseluruhan jumlah pilot Garuda. Sementara simulator yang ada setiap hari juga digunakan bagi pelatihan rutin pilot-pilot internal Garuda seperti Type Recurrent Training dan Proficiency Check yang tentunya akan memperlambat proses pelatihan para “kru cadangan”.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

Perkiraan waktu pada ilustrasi di atas belum mencakup waktu yang dibutuhkan manajemen Garuda untuk melakukan proses seleksi calon “kru cadangan” yang meliputi seleksi administrasi, akademik, psikologi, kesehatan, background check, aptitude test, wawancara user, dan sebagainya, sampai para “kru cadangan” dapat mengikuti pelatihan. Kendala bagi manajemen dalam mewujudkan pernyataan Dirut Garuda akan terlihat semakin jelas apabila instruktur sebagai tulang punggung dalam mendidik “kru cadangan” juga berpartisipasi dalam aksi mogok.

Baca Juga:
Para Pilot Akan Ambil Sikap Tegas Jika Ada yang Ingin Hancurkan Garuda
Soal Garuda Indonesia: Sudah Rugi (Malah) Nambah Direksi

Sebagai catatan, tulisan ini belum membahas keadaan bila awak kabin dan/atau karyawan lain seperti Flight Operation Officer, teknik, atau bahkan seluruh karyawan ikut serta dalam aksi mogok. Akankah “kru cadangan” juga disiapkan untuk menggantikan mereka? Berapa banyak jam pelatihan akan disiapkan untuk para “kru cadangan” pengganti mereka?

Berapa banyak pula biaya yang harus dikeluarkan oleh Garuda untuk “membeli” dan mendidik para “kru cadangan” ini? Adakah di antara para pilot dari perusahaan lain bersedia meninggalkan perusahaannya untuk bergabung sebagai “kru cadangan” di Garuda yang sedang mengalami kemunduran seperti ini?

Dari ulasan ini dapat diperkirakan masuk akal atau tidaknya gagasan Dirut Garuda tentang pengadaan “kru cadangan”. Dan kompetensi seseorang atas suatu bidang dapat terlihat pada gagasan yang ia kemukakan? (The Observer)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,052