NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sepanjang tahun 2017, Garuda Indonesia mencatatkan kerugian cukup mencolok. Hingga kuartal III-2017, kerugian mencapai angka 221,9 juta dolar AS (setara dengan Rp 2,99 triliun).
Pada kuartal I-2017 Garuda Indonesia mencatat kerugian sebesar 99,1 juta dolar AS. Angka ini meningkat pada kuartal II-2017 yang mencapai 184,7 juta dolar AS.
Lantas apa yang menyebabkan kerugian tersebut terus berlangsung?
Salah satu penyebabnya ialah Garuda harus membayar tax amnesty senilai 137 juta dolar AS. Kedua, Garuda harus membayar denda kasus persaingan bisnis kargo dengan Australia sebesar 8 juta dolar AS.
Namun, menurut Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Hengki Heriandono pada kuartal 1-2017 kerugian ditekan dari 99,1 juta dolar AS menjadi 38,9 juta dolar AS. Namun ia tak menyebutkan berapa besarnya kerugian Garuda Indonesia di kuartal II dan III tahun 2017.
Baca: Direksi Garuda Indonesia Terlalu Banyak, Pemborosan!
Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/1), Hengki hanya menyebut Garuda Indonesia berhasil membukukan laba operasi sebesar 61,9 juta dolar AS pada kuartal II dan II tahun 2017. Itu pun masih belum termasuk untuk membayar tax amnesty dan extraordinary items sebesar 145 juta dolar AS.
Menurut Serikat Pekerja Garuda Indonesia (Sekarga) dan Asosiasi Pilot Garuda (APG), kerugian tak terlepas dari keberadaan sembilan direksi Garuda Indonesia. Kata mereka, Sembilan direksi itu pemborosan. “Direksi yang sembilan ini sangat boros,” kata Ahmad Irfan di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (23/1).
Ketua Umum Sekarga mengungkapkan, Garuda Indonesia saat ini terdapat sembilan direksi dari enam direksi yang seharusnya ada. Kesembilan direksi tersebut di antaranya Direktur Utama, Direktur Keuangan, Direktur Operasi, Direktur Tekhnik, Direktur Marketing, Direktur Personalia, Direktur Produksi, Direktur Kargo dan Direktur Service.
“Ada beberapa direksi yang tumpang tindih,” tukas Irfan. Misalnya, kata dia, ada penambahan jabatan Direksi Produksi. Padahal, sebelumnya sudah ada Direktur Operasi dan Direktur Teknik.
“Garuda adalah perusahaan penerbangan yang tidak memiliki pesawat fighter, tapi ada direktur Kargo,” ucapnya. “Garuda sudah rugi, (malah) nambah direksi. Ini sangat kurang tepat,” kata dia lagi.
Ia menjelaskan, penambahan direksi tersebut tidak sejalan dengan komitmen perusahaan dalam melakukan efisiensi dan penambahan direksi juga tidak diikuti dengan peningkatan kinerja jika dibandingkan dengan sebelumnya.
Karenanya, Sekarga dan APG mendesak untuk memangkas Direktur Produksi, Direktur Kargo dan Direktur Service. “Sekarang pendapatan kargo kita tidak terlalu baik setelah ada direksi penambahan tidak signifikan. Kemudian, ada penambahan Direktur Produksi. Padahal, ada Direktur Operasi dan Direktur Tekhnik sehingga tumpang tindih. Satu lagi, Direktur Service,” ungkapnya.
Baca juga: Garuda Indonesia Tanggapi Kritik dan Protes APG dan Sekarga
Ia mendesak Menteri BUMN segera ambil sikap. Sebab, koreksi dan kritik terhadap keberadaan direksi yang gemuk ini sudah di tangan Rini Soemarno. Sayang, Menteri BUMN ini sampai sekarang masih bungkam.
Sekadar tambahan informasi, Garuda Indonesia saat ini memiliki sembilan direksi.
1. Direktur Utama: Pahala Nugraha Mansury
2. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko: Helmi Imam Satriyono
3. Direktur Layanan: Nicodemus P. Lampe
4. Direktur Produksi: Puji Nur Handayani
5. Direktur Marketing dan Teknologi Informasi: Nina Sulistyowati
6. Direktur SDM & Umum: Linggarsari Suharso
7. Direktur Kargo: Sigit Muhartono
8. Direktur Teknik & Pemeliharaan: I Wayan Susena
9. Direktur Operasi: Triyanto Moeharsono. (red)
Editor: Eriec Dieda