Ekonomi

Sistem “Unbundling” Mulai Mengancam Pertumbuhan Energi Global

Sistem “Unbundling” Mulai Mengancam
Sistem “Unbundling” Mulai Mengancam.

NUSANTARANEWS.CO – Sistem unbundling mulai mengancam pertumbuhan energi global. Apa yang dialami oleh negara-negara Eropa terkait dengan sistem (unbundling) energi baru dan terbarukan, kini mulai dirasakan oleh Cina. Pola yang sama (unbundling) sekarang tampaknya merasuki sistem energi di Cina.

Pada 1 Juni 2018, dalam upaya untuk menahan tagihan subsidi yang membengkak dan meningkatnya kapasitas, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Cina mengumumkan bahwa, persetujuan untuk proyek-proyek baru telah “dihentikan sampai pemberitahuan lebih lanjut,” dan tarif untuk kontrak akan diturunkan 6,7 hingga 9 persen, tergantung wilayah.

Akibat pengumuman itu kontan terjadi penurunan harga saham yang serius bagi perusahaan-perusahaan solar Cina, dan para pengamat industri memperkirakan pertumbuhan kapasitas pembangkit tahun ini akan menurun sepertiganya.

Implikasi dari tren ini tentu sangat mendalam terutama untuk mendapatkan peluang transisi yang adil. Tapi pertama-tama kita perlu memastikan bahwa memang ada kebijakan transisi. Pendekatan berbasis pasar untuk transisi energi saat ini telah gagal, dan kita tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Baca Juga:  Hotipah Keluarga Miskin Desa Guluk-guluk Tak Pernah Mendapatkan Bantuan dari Pemerintah

Serikat pekerja dan aktivis iklim perlu mengatur dan memobilisasi kepemilikan energi publik dan sosial secara demokratis, dengan akuntabilitas yang terbuka dan terukur. Hanya dengan pendekatan semacam itu lah maka proses transisi energi fosil ke energi terbarukan dapat berjalan dengan lancar dan teratur serta lebih adil.

Bagaimana Sistem Energi di Indonesia?

Ada kode privatisasi dalam pedoman Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) yang namanya “Unbundling”. Pengamat perminyakan, Kurtubi dalam sebuah seminar yang digelar di Gedung DPR RI, bertema: “Jalan Lurus Menuju Dominasi Asing di Sektor Migas”, mengatakan bahwa pemerintah harus segera mencabut UU Migas nomor 22 tahun 2001, karena UU itu lahir atas intervensi dan perintah pihak asing untuk menguasai Minyak dan Gas (Migas) di Indonesia,” kata Kurtubi.

Konsep memecah-mecah usaha (unbundling) dalam UU Migas, merupakan salah satu taktik untuk menghilangkan peran negara, sekaligus membuka jalan pihak asing untuk menguasai kekayaan migas nasional.

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengatakan, “Pemerintah harus segera melakukan tindakan korektif terhadap UU Migas, karena hanya menguntungkan pihak asing.

“Kita menyadari bahwa UU tersebut disusun karena dipaksakan IMF, sehingga mereka (IMF) berhasil memerangkap kita untuk menjalankan konsep unbundling sektor migas melalui UU Migas. Kalau hal ini telah diketahui, maka pemerintah harus melakukan tindakan korektif, bukan malah meneruskan rencana asing yang merugikan negara ini,” jelasnya. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,106