Mancanegara

Senat Amerika Serikat Secara Bulat Loloskan RUU Otonomi Hongkong

Senat Amerika Serikat (AS) secara bulat loloskan sebuah undang-undang
Senat Amerika Serikat (AS) secara bulat loloskan sebuah undang-undang otonomi Hongkong. Senator Chris Van Hollen, politisi Demokrat dari Maryland penggagas Undang-Undang Otonomi Hong Kong. Foto: Amanda Andrade-Rhoade/ Bloomberg.

NUSANTARANEWS.CO, Washington – Senat Amerika Serikat (AS) secara bulat loloskan sebuah undang-undang untuk memberikan sanksi kepada orang-orang atau perusahaan yang mendukung upaya Cina untuk membatasi otonomi Hongkong pada hari Kamis. Kebijakan itu juga termasuk sanksi sekunder terhadap bank-bank yang mendukung setiap tindakan keras terhadap otonomi Hongkong.

Langkah AS tersebut muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran dunia  internasional atas rencana Cina yang akan menerapkan sebuah undang-undang keamanan nasional terhadap Hong Kong untuk memberantas protes antipemerintah.

Penggagas RUU Senator Demokrat Chris Van Hollen mengatakan undang-undang itu sebagai sebuah pesan yang jelas ke Beijing bahwa akan ada konsekuensi jika bertindak melemahkan otonomi Hongkong.

Senator Chris Van Hollen juga mengisyaratkan bahwa polisi yang memberantas pengunjuk rasa dan para pejabat Cina yang terlibat akan terkena sanksi tersebut.

RUU tersebut akan menjadi UU setelah disetujui DPR dan ditandatangani oleh Presiden Donald Trump.

Sementara terkait dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong, Gedung Putih sampai saat belum mengambil tindakan terhadap entitas Cina setelah Pompeo pada bulan lalu mengatakan bahwa Hongkong sudah tidak lagi otonom dari Cina.

Baca Juga:  Mantan Komandan NATO Menyerukan untuk Mengebom Krimea

Robert Daly, direktur Kissinger Institute mempertanyakan apakah RUU Senat akan menyebabkan perubahan mendasar dalam cara Washington melakukan hubungan bilateral dengan Beijing.

“Undang-undang Otonomi Hong Kong, jika telah menjadi hukum memang akan mengganggu, tetapi tidak akan menghalangi, Beijing,” kata Daly.

Terlepas dari itu, berdasarkan memoar mantan penasihat keamanan nasional John Bolton – terungkap kesediaan Presiden Trump untuk memarkir masalah-masalah hak asasi manusia demi melindungi kesepakatan perdagangannya dengan Beijing.

Andrew Mertha, direktur program studi Cina di Sekolah Studi Lanjutan Internasional Johns Hopkins di Washington mengomentari bahwa tindakan kongres hanyalah bersifat “simbolis daripada substantif”. Apalagi Presiden Trump baru-baru ini telah mengaku menunda sanksi terhadap Cina atas masalah hak asasi manusia lainnya seperti pengasingan etnis minoritas di barat laut negara itu karena terkait negosiasi perdagangan dengan Beijing.

“Lembaga-lembaga politik di AS telah sepenuhnya melepaskan tanggung jawab mereka terkait dengan Hongkong,” sambung Mertha, “Karena kebanyakan orang Amerika tidak peduli dengan kebijakan luar negeri, ini bukan masalah kampanye. Ini menjadikan komunitas bisnis sebagai satu-satunya kekuatan untuk menjaga masa depan rakyat Hong Kong.” (Alya Karen)

Related Posts

1 of 3,049