Sanksi AS ke Iran, Gedung Putih: Ini Sanksi Paling Keras

Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khameini/Foto thebaghdadpost.com
Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Spiritual Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khameini/Foto thebaghdadpost.com

NUSANTARANEWS.CO – Pemerintah Amerika Serikat (AS) akan kembali memberlakukan sanksi terhadap Iran pada 5 November 2018. Sanksi terkait kesepakatan nuklir 2015 ini yang sempat dicabut ini mencakup pelayaran, pembuatan kapal, keuangan dan energi. Lebih dari 700 individu, lembaga, kapal dan pesawat akan dimasukkan dalam daftar sanksi, termasuk perbankan besar, eksportir minyak dan perusahaan pelayaran.

Pernyataan resmi Pemerintah AS menyebutkan bahwa sanksi kali ini merupakan sanksi pelang keras yang diberika kepada Iran. “Ini sanksi paling keras yang pernah diterapkan pada Iran,” papar pernyataan Gedung Putih, seperti dilansir BBC, Sabtu (3/11/2018).

Baca Juga:

Sanksi tersebut selain menarget Iran, ternyata juga menyasar negara-negara yang berdagang dengan Teheran. Walaupun masih ada penundaan sementara yang akan diberikan pada delapan negara agar mereka terus mengimpor minyak Iran.

Mengutip BBC, negara-negara Uni Eropa (UE) yang mendukung kesepakatan nuklir menyatakan mereka akan melindungi perusahaan-perusahaan UE yang melakukan bisnis sah dengan Iran. Sebagaimana diketahui pula, Trump mundur dari kesepakatan nuklir pada Mei lalu.

Presiden AS itu justru menyabut kesepakatan Nuklir 2015 rusak di intinya. Sebab, kata Trump, kesepakatan tidak menghentikan Iran mengembangkan program rudal balistik dan intervensi ke negara-negara tetangga. “Sanksi-sanksi datang,” kicau Trump saat pengumuman pada Jumat (2/11) waktu lokal.

Simak:

Terkait sikap AS kembali menerapkan semua sanksinya yang bertahap ini, pengamat menilainya sebagai langkah yang paling penting. Karena sanksi tersebut menargetkan sektor inti dalam ekonomi Iran. Dimana, kesepakatan nuklir mengharuskan Iran membatasi aktivitas nuklir kontroversial dengan imbalan pencabutan sanksi. Presiden AS Barack Obama ketika itu berpendapat bahwa kesepakatan akan mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.

Di sisi yang lain, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan China juga pihak-pihak dalam kesepakatan 2015 itu menyatakan Iran melaksanakan kesepakatan itu.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Exit mobile version