PROLOG
Dalam geliat awal waktu: Kata-kata mengalir
serupa linangan hujan. Merendam. Melukai
tubuh-tubuh kota. Menyisakan deretan-deretan
kepala. Menjelma wajah-wajah pada poster dan
baliho, dengan ragam senyum penuh kepalsuan
Ketika langit tidak pernah terasa siang: Banyak
orang coba membingkai masa lalu. Merangkai
waktu dengan tetes-tetes hujan. Menyulamnya
dengan segenap ingatan. Berharap itu menjadi
sebuah peta—petunjuk menuju Rumah Tuhan
waktu terlepas dari tangkai musim . Aku melihat
Perempuan-perempuan menggantungkan nasib
pada embun di ujung daun di kesunyian dini hari
pada ranting hidup–dingin dan rapuh
Januari … Januari. Pelan melingkari kenangan
pada beku musim. Jalan lengang, jalan basah,
dan pohon-pohon menyimpan kuncup bunga,
yang akan bermekaran di sepanjang nafas dunia
Januari 2017
PUISI UNTUK CALON PEMIMPIN
Di wajah itu: terlihat ada sungai
di mata. Aliran menghanyutkan,
membawa serta semua masa lalu
Di tepi garis bibir: ada seutas tali
cahaya penjerat masa depan kita
Kita bagai deretan angka, dihitung selepas
senja–dimasukkan ke dalam keranjang, di
mana pesona serta derita berbaur. Selebihnya,
selanjutnya, cuma ditusuk mimp. Bianglala raib
Januari 2017
Arif Gumantia, Ketua Majelis Sastra Madiun. akun twitter : @arifgumantia
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].