Pucuk-pucuk Sunyi dan Ayat-ayat Luka
Puisi karya BJ Akid
Pucuk-pucuk Sunyi
Setelah rindu kau lahirkan pada rahim-rahim sunyi, pada saat itu aku telah belajar bernyanyi, meniru gema air hujan dan menjelma riak burung-burung pagi yang selalu setia bersabar menuggu matahari, rupanya hanya rabun yang aku pandang, di saat angin-angin pagi begitu ikhlas pergi, meninggalkan tetesan hujan yang masih tersisa di separuh bayang, dan seorang perempuan sedang bersetia menyulam pengharapan, pegharapan dari seorang lelakinya yang berlama di tanah perantawan, demi menafkahi anak-anak tirinya yang kelaparan.
Masih di tanahmu segala pandang kupersembahkan, menentukan bait-bait sajak, walau kesejatian yang paling engkau muliakan hanyalah jejak, tapi aku tak pernah rekah, maskipun penantian dan kebosanan sangatlah resah, di bawah kehidupan yang harus pasrah. Seakan tak ada kesakralan rindu jika selama yang terbang hanyalah abu, hinggap di rumah-rumah ke asingan tempat cinta melahirkan kedukaan.
Lubtara,2019
Ayat-ayat Luka
/I/
Senja yang kau arsir di atas langit-langit mata, selalu aku pandang dengan ketumbangan sayap merpati, ketika sunyi merayuku di dalam mimpi, di sana hujan jatuh mengalir bergantian seperti biji musim yang kau tanam lewat bayangan. Dari luka berkabut, cinta mulai di musnahkan, ranggas dan terang tercatat pada pekatnya malam, sesudah kebencian berhikayat pada kesabaran, tubuhmu lengas dengan kebimbangan, gugur beserta ranting awal bulan maret, selebas janji luka tak lagi aku catat.
/II/
Betapa mulia keperganmu, dirahasiakan banyak pertemuan yang sering membisu, langkah dan jejak berdiang seperti sajak, melukis indah wajah-wajah siang sebagai simpanan menjelang hujan. Sepertinya aku telah sampurna terlena pada tubuhmu, cahay-cahaya menyinari kepekatan rasa, padahal engkau telah tiada, sebagi kesia-sian dalam suasana, maka aku sebagai batu sapalah, maski dengan ketebalan awan, yang senantiasa membutmu hilang, mencari akan menjadi satu-satunya cara bagi angin yng menghilang tiba-tiba.
/III/
Di mataku tempat segala musim berlabuh, hujan-hujan jatuh, mengalir pada selat kesedihan tempat seluruh makna menyepurnakan alasan, di sana doa-doa mulai mekar gugur dan tumbuh merupakan kebiasaan dalam tubuh untuk menjauhi dari tatapan seruh, sungguh aku telah sempurna lahir dari Rahim kedukaan, sebab di antara sayapku ketumbangan selalu berdendang, mencari sungai nenek muyang, untuk mencuci luka dari berbagai pandangan.
Lubtara, 2019
BJ Akid lahir di Pasongsongan Sumenep, Madura. Dia Menulis Puisi Beserta Cerpen. Saat ini masih tercatat sebagai santri Pondok Pesantren Annuqayah. Dan menjadi Ketua Komunitas Laskar Pena PPA Lubtara, Sekaligus Pengamat Litrasi Di Kumunitas Surau Bambu dan SMK Annuqayah.