EkonomiPolitik

Proyek Listrik 35 Ribu MW Gagal dan Jadi Bancakan Elit Politik

Perusahaan Listrik Nasional (PLN) tak mampu memenuhi program ambisius Jokowi-JK soal pembangkit 35 ribu MW. Foto: Tobasatu
Perusahaan Listrik Nasional (PLN). (Foto: Tobasatu)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Gagalnya mega proyek listrik berkapasitas 35.000 megawatt (MW) ditengarai akibat sejumlah tender antara lain PLTU Jawa 5 berkapasitas 2×1.000 MW, PLTU Jawa 7 (2×1.000 MW), PLTGU Jawa 1 (1.600 MW), PLTU Sumsel 9 (2×600 MW), dan PLTU Sumsel 10 (1×600 MW).

Seperti diketahui, program 35.000 MW mencakup 109 proyek yang terdiri atas 35 pembangkit dikerjakan PLN dengan total kapasitas 10.681 MW dan 74 proyek oleh swasta (independent power producer/IPP) dengan total kapasitas 25.904 MW.

Belakangan, masalah ketenagalistrikan ini semakin runyam. Program dan proyek ketenagalistrikan yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi-JK secara prinsip dinilai bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan juga bertentangan dengan Putusan Mahkamah konstitusi (MK).

Pasalnya, seluruh kebijakan, program dan proyek yang dijalankan oleh pemerintahan ini didasarkan pada kepentingan bisnis listrik semata atau bussines as usual. Seluruh kebijakan, program dan proyek yang dibuat semata mata ditujukan untuk mengumpulkan uang melalui utang, investasi swasta dan asing menciptakan peluang bisnis dan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Dimungkinkan Akan Menjadi 7 Fraksi

Baca juga: Program Pembangkit Listrik 35.000 MW Paling Tidak Realistis

Sementara kepentingan bangsa, negara dan rakyat dalam ketenagalistrikan diabaikan atau hanya bersifat sekunder, bahkan tersier atau tidak pernah menjadi dasar utama dari seluruh kebijakan, program dan proyek yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi JK.

“Apa buktinya? Pemerintahan Jokowi-JK mengundang investasi swasta secara besar-besaran untuk melakukan bisnis ketenagalistrikan di Indonesia. Pemerintah merancang proyek 35 ribu megawatt untuk menjadi ajang bisnis. Swasta dipersilahkan membangun pembangkit listrik,” kata pengamat ekonomi Salamuddin Daeng, Jakarta, Rabu (29/11).

Seluruh listrik yang dihasilkan oleh swasta mendapatkan jaminan untuk dibeli oleh pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perusahaan Listrik Negara (PLN). Bahkan Pemerintah menjamin melalui kontrak untuk membeli listrik swasta dalam jangka panjang. Pemerintah bahkan menjamin membeli kelebihan produksi listrik yang dihasilkan oleh swasta.

Runyamnya pelaksanaan proyek listrik 35 MW lantas menimbulkan beragam spekulasi. Apalagi setelah gagal mencapai target, proyek listrik menjadi lahan subur korupsi elit politik dan birokrasi.

Baca Juga:  Irwan Sabri Serahkan Berkas Formulir Bakal Calon Bupati Nunukan Kepada PDI Perjuangan

Terlebih, proyek pembangkit listrik di satu sisi harus memenuhi target waktu. Sementara sementara dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 74K/21/MEM/2015 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) Tahun 2015–2024.

Baca juga: Dewan Energi Nasional Prediksi Gagalnya Target Proyek Listrik 35.000 MW di 2019

Dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2015 tentang Prosedur Pembelian Tenaga Listrik dari PLTU Mulut Tambang, PLTU Batu Bara, PLTG, PTLMG, PLTA oleh PLN melalui penunjukan langsung.

Kemudian dipertegas dengan keluarnya Peraturan Direksi PLN No. 0336 tahun 2017 yang membatasi penunjukan langsung bisa dilakukan selama anak usahanya turut andil dalam proyek.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Club Gigih Guntoro, kema penunjukan langsung justru telah menabrak Peraturan Presiden yang tertuang dalam Perpres No. 54 Tahun 2010, Perpres No. 35 Tahun 2011, dan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa serta Perpres No. 172 Tahun 2014 dan Perpres No. 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Percepatan Pengadaan Barang dan Jasa, UU BUMN nomor 19 tahun 2003 dan UU keuangan negara nomor 17 tahun 2003.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

“Skema penunjukan langsung yang dilakukan PLN didasari aturan kilat memberikan celah terjadinya kongkalikong antara BUMN, elit politik dan investor,” jelas Gigih, Selasa (18/9).

Dia menyebutkan, proyek PLTU Riau I merupakan salah satu proyek bermasalah dari 109 proyek yang ada, pasti ada proyek PLTU lainnya yang bernasib sama dan cenderung menjadi bancakan. Dalam proyek PLTU Riau I secara nyata telah terjadinya perburuan rente dilakukan secara fulgar antara elit BUMN, elit politik dan investor yang telah menyeret Eni Saragih, Idrus Marham dan Johanes Kotjo. (eda/gdn/bya)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,162