OpiniTerbaru

PKD Sebagai Manifestasi Pembentukan Kader Progresif

Pelatihan Kader Dasar (PKD) adalah pendidikan formal yang harus ditempuh oleh kader PMII. Pelatihan ini merupakan proses pembentukan dan langkah awal mejadi seorang kader PMII. Di mana, dalam PKD ini setiap anggota yang mengikuti harus dengan sungguh-sungguh berkontribusi, baik dalam sesi materi maupun acara-acara formal lainnya.

Rayon Civil Comunnity Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yoggyakarta menggelar PKD pada 22-26 September 2017. Agenda yang berlangsung selama 5 hari ini diikuti oleh kader-kader PMII Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga dengan antusias.

Serangkaian acara dikemas sebaik mungkin untuk mendidik kader menjadi orang-orang disiplin yang memiliki intelektualitas tinggi serta mengusung nilai-nilai moral dalam bertindak dan berperilaku di lingkaran organisasi PMII.

Dalam PKD peserta disuguhkan materi Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP). Kali ini, pemateri NDP diisi oleh Ketua II Pengurus PMII Cabang DIY. Dari apa yang disampaikan, ada sejumlah kesimpulan menarik seputar moralitas diri yang patut dikedepankan di dalam pergaulan kehidupan. Kata pemateri, setinggi apapun nilai dan posisimu, jika tidak memiliki nilai moral di dalam masyarakat tetap saja kau tidak bernilai.

Hemat penulis, pernyataan tersebut hendak mengatakan bahwa bahwa sebagai seorang mahasiswa dengan tameng keorganisasiannya tentu, haruslah memiliki nilai moral terlebih dahulu sebelum menjajaki beberapa disiplin ilmu. Sebab, organisasi yang kuat dapat dilihat dari nilai dialektikanya dan perilaku orang-orang di dalamnya.

Baca Juga:  RSUD dr. H. Moh Anwar Sumenep Hadirkan Teknologi Canggih untuk Layanan Kesehatan

Kaderisasi PMII sejatinya adalah upaya totalitas secara sistematis untuk membangun dan membentuk kader-kader ideal dalam berbagai lingkup potensi. Hubungan dengan Tuhan, antar sesam manusia dan hubungan dengan alam. Ketiga hal tersebut merupakan potensi yang ada di dalam diri kader PMII untuk dikembangkan dan dilaksanakan dalam kehidupan. Hubungan dengan Tuhan erat kaitannya dengan urusan rububiyah, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan yang dimanifestasikan dalam ibadah-ibadah wajib yang telah digariskan.

Adapun potensi hubungan antar sesama manusia lebih pada lingkup sosial dan muamalah di dalam kehidupan. Dengan kata lain, hubungan antar sesama manusia merupakan prinsip dasar terciptakan hidup dalam kebersamaan dan persetuan di tengah-tengah perbedaan. Ketika pergaulan didasarkan atas hubungan dan rasa kemanusiaan, maka tak ada ruang untuk saling bertikai kecuali semata hanya bersatu padu untuk menjaga kehidupan (khifdzun-naf). Ketiga adalah potensi hubungan manusia dengan alam. Kesadaran ketiga ini tentu tak kalah pentingnya karena juga masih menyangkut seputar kehidupan. Menjaga alam adalah bagian dari kewajiban manusia di muka bumi. Sebab, alam dan manusia tidak dapat dipisahkan di dalam kehidupan. Menebang hutan secara liar tentu bukan contoh dari manfiestasi hubungan manusia dengan alam. Karena, setiap kerusakan yang terjadi di muka bumi, terutama alam adalah disebabkan perbuatan manusia itu sendiri. Ini peringatan Qur’an agar kita semua menjaga alam.

Baca Juga:  President Macron to Moroccan Parliament: His Majesty the King Embodies 'Continuity of One of World's Oldest Dynasties, One of Facets of Modernity'

Ketika ketiga potensi itu sudah mampu menjadi kesadaran kader PMII, maka idelaisme dapat terwujud dengan segenap kesadaran dan tanggungjawab sebagai seorang mahsiswa yang notabene pelaku perubahan. Apalagi, manusia merupakan khalifah di muka bumi, dan tanggungjawabnya sangatlah besar.

PKD adalah ruang pengantar bagi kader. Sebab, langkah sebenarnya terdapat di ranah kehidupan masyarakat dan pergaulan antar sesama manusia. Apalagi jika bicara soal komitmen mengembangkan kemampuan individu kader, tentunya di luar sana ruang terbuka lebih luas dan bebas. Segala macam pilihan tersedia. Karenanya, pembentukan kader progresif dan ideal haruslah disempurnakan dengan proses dan jenjang berikutnya, kader PMII harus melakukannya. Harus bertekad menyempurnakan proses sebelumnya di jenjang selanjutnya hingga di masa-masa mendatang.

Hasrat bepikir lemah, malas berproses, enggan membaca buku, menghindar dari forum-forum diskusi hingga apatis dengan aksi lapangan harus sudah ditanggalkan untuk kembali menyadari bahwa semua proses itu sungguh maha penting. PMII sebagai organisasi, telah memfasilitasi dan menyediakan ruangnya.

Sebagai kader progresif haruslah memungsikan daya otak sebagai kemampuan berpikir, nilai moral sebagai tameng dari setiap perbuatan agar tidak terlepas dan menyimpang dari nilai-nilai keislaman, keindonesiaan dan kebangsan. Dengan adanya PKD, diharapkan pula kader PMII mampu berperan aktif melakukan tanggung jawabnya dalam berbagai aspek kehidupan.

Yang terpenting, PMII Rayon Civil Comunnity Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta selalu memegang teguh ajaran-ajaran ahlu sunnah wal jamaah (Aswaja) sebagai suatu pemahaman keagamaan yang merupakan paling mendekati kebenaran. Dis isi lain, PMII Adab juga menegaskan pada setiap kadernya untuk memiliki gairah intelektual yang tinggi sehingga dapat bersaing di tengah-tengah masyarakat, baik dalam tatanan birokrat kampus maupun tatanan sosial budaya yang ada.

Baca Juga:  Skenario Terbaik yang Bisa Diharapkan Indonesia dari Presiden Prabowo

Kader PMII tidak boleh gagap dengan globalisasi karena ini tantangan terbesar. Sebagai agen perubahan, kader harus tanggap, progresif dan tentu saja tidak mau kalua hanya sekadar jadi penonton belaka. Kader progresif tidak akan berdiam diri, sekadar menonton dan mendengarkan cemoohan globalisasi yang akan melibas kalau tidak dihadapi. Kalau tidak dihadapi, niscaya akan tertinggal dan tergilas oleh zaman dan globalisasi. Dan menghadapinya juga tentu bukan tanpa bekal. Dan bekal itu telah ada di dalam diri masing-masing kader, sekurang-kurangnya terdapat di dalam tiga potensi yang telah disebutkan sebelumnya.

Oleh sebab itu, dengan adanya PKD ini diupayakan dapat membentuk bibit-bibit baru untuk kembali mengusung hak-hak yang telah memupus, nilai moral yang semakin merosot, kemampuan berpikir kritis-progresif yang menjadi pasif, dan kembali mengikatkan ukhuwah yang sempat lerai.

Penulis: Anna Zakiah Derajat, Kader PMII & Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Related Posts

1 of 8