Lintas NusaPolitik

Pilgub Jatim 2018, Madura Dinilai Tinggi Untuk Money Politik

NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Potensi money politics (politik uang) dalam pilkada Jatim masih tinggi. Berdasar Survey SSC periode Juni 2017, hanya 3,8 pemilih Jawa Timur yang tegas menolak pemberian uang. Sementara 32,2 % pemilih menerima tetapi menolak money politics dan 59% menerima dengan berbagai alasan. Jumlah pemilih Jatim yang akan menerima uang itu dan tidak akan merubah pilihan yang sudah diputuskan sebanyak 48,9%.

Adapun pemilih yang akan menerima uang itu dan pasti memilihnya 10%,  dan pemilih yang akan menerima uang itu dan akan memilih kandidat yang memberi uang lebih besar sebesar 5,1%.

Sementara pemilih yang memilih menerima uang dan pasti tidak akan memilih kandidat karena tidak setuju money politics tersebut sebanyak 32,2%. Melihat data ini dapat diprediksi jika money politics akan tetap dijalankan intens dan tinggi, khususnya diwilayah-wilayah Jatim yang masuk kategori tradisional dan rural.

“Wilayah pheriferi Jawa Timur termasuk kawasan Madura termasuk daerah rawan money politic. Kawasan ini relatif mudah dan rentan dimobilisasi sehingga bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok  tertentu yang bisa mendagangkan suara mereka,” ujar Surokim Abdussalam peneliti SSC, di Surabaya, Jumat (4/8/2017).

Baca Juga:  DBD Meningkat, Khofifah Ajak Warga Waspada

Kekuatan yang mengendalikan suara itu tersebar bisa di tingkat elit, bisa di tingkat lokal yang menguasai kantong-kantong  suara. Kelompok kekuatan ini bahkan bisa kerjasama saling menguntungkan melalui kerjasama yang sistemik dan juga  kulturalis.

Akibatnya, praktik money politik masih tinggi di wilayah ini. Kekuatan elit dan pemimpin lokal masih sangat kuat. Apalagi masyarakat juga relatif toleran dan  tidak kritis terhadap hasil pemilu. Hal ini bisa jadi karena kepatuhan dan juga politik tabik anut grubyuk di Madura yang tinggi.

“Bahkan dalam beberapa kali gelaran pilkada dan pileg, sering di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) ada saksinya, tetapi perolehan suaranya kosong, sungguh mencengangkan,” jelas Surokim.

Kawasan periferi ini layak untuk mendapat perhatian khusus agar pemilu dapat berangsung fair dan demokratis. Apalagi di wilayah ini jumlah pemilih rasional, khususnya kelompok menegah kritis belum tumbuh  dan berkembang baik sehingga potensi money politics akan tetap tinggi. Madura akan masih didominasi pemilih tradisional dan patuh pada patronnya.

Baca Juga:  Tidur Sepanjang Hari di Bulan Ramadhan, Bolehkah?

Pewarta: Tri Wahyudi
Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 6