ArtikelKolomTerbaru

Peristiwa Teror 9/11 dan Fitnah Besar Bagi Umat Islam Dunia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Peristiwa Teror 11 September 2001 atau yang lebih dikenal tragedi 9/11 adalah salah satu fitnah terbesar bagi umat Islam di seluruh dunia. Bagaimana tidak, serangan terhadap gedung pencakar langit Amerika Serikat (World Trade Center) itu membuat geram Presiden George Walker Bush dan seluruh rakyat Amerika Serikat.

Pesawat terbang yang se-per sekian detik tiba-tiba menabrak WTC, tak terlacak. Akibatnya, gedung kebangggan rakyat AS itu runtuh dan menelan korban sedikitnya 3500 orang.

Sepuluh hari pasca serangan, Bush langsung mengumumkan perang terhadap organisasi teroris. Bahkan, Bush sempat menyebut akan digelar perang salib (crusade) meskipun ucapan ini kemudian ditariknya. “Mengapa mereka membenci kita? Mereka membenci apa yang mereka lihat di sini, di negara di mana pemerintah dipilih secara demokratis. Mereka membenci kebebasan kita, kebebasan beragama kita, kebebasan berbicara kita, serta kebebasan kita untuk memilih,” kata Bush dengan penuh keyakinan waktu itu.

Baca juga: Catatan Peristiwa 11/9: Retorika Tanpa Bukti Presiden Bush

Aneh bin ajaib, Osama bin Laden segera mengklaim bertanggungjawab terhadap serangan dan teror mematikan tersebut. Osama, yang notabene intelijen didikan CIA tampil ke hadapan publik dunia bersama dengan sebuah organisasi yang dinamainya Al-Qaeda.

“Yang aneh, Osama bin Laden, intelijen didikan ClA yang menjadi pemimpin Al-Qaeda tiba-tiba mengaku bertanggung-jawab atas penyerangan terhadap World Trade Center. Seperti sudah disiapkan, Osama bin Laden tiba-tiba tinggal di Afghanistan. Dan Amerika yang pamer kemarahan terhadap para penyerang gedung World Trade Center segera mengirim pasukan untuk menangkap Osama bin Laden dan menghancurkan jaringan terorisnya di Afghanistan,” kata sejarawan NU, Agus Sunyoto dalam sebuah catatannya seperti dikutip redaksi, Senin (11/9).

Baca Juga:  Bupati Nunukan Resmikan Gedung Kantor Baru Bank Kaltimtara Capem Kelas II Sei Nyamuk

Benar saja, dengan peritiwa 9/11 Amerika Serikat merespon serangan ini dengan langsung meluncurkan kebijakan perang melawan teror dengan menginvasi Afghanistan untuk menghancurkan Taliban yang dianggap melindungi anggota-anggota Al-Qaeda.

Dan celakanya, peristiwa 9/11 merupakan puncak fitnah terbesar bagi umat Islam di seluruh dunia karena AS menuduh secara sepihak bahwa umat Islam sebagai biang teroris. Dan tuduhan teroris ini sudah melabeli umat Islam di seluruh dunia, setidaknya dalam kurun waktu 16 tahun terakhir termasuk di Indonesia. Ambil contoh misalnya setiap ada peristiwa teror di tanah air, selalu dikait-kaitkan dengan orang Islam yang seakan hendak memastikan bahwa fitnah ini akan terus berlangsung bahkan hingga akhir zaman. Atau setidaknya memperkuat proyek studi kontra-terorisme yang hingga kini bahkan belum mampu mendefinisikan istilah teroris secara komprehensif.

Artike Terkait:

Istilah “Terorisme” di Waktu yang Berbeda
Sebuah Upaya Mendefinisikan Terorisme
Theresa May: Islamphobia Termasuk Jenis Ekstremisme dan Terorisme
Potret 200 Tahun Fenomena Terorisme

Yang menarik adalah pengakuan Osama bin Laden dan Al Qaeda yang mengaku sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas serangan New York 9/11. Uniknya, Osama mengaku kalau dirinya waktu itu tinggal dan menetap di Afghanistan. Atas pengakuan itu, AS langsung menginvasi Afghanistan dengan dalih memburu Osama dan Al Qaeda yang disinyalir bergabung dengan kelompok Taliban.

Jika dicermati, invasi AS terhadap Afghanistan bukanlah tindakan spontan karena hanya sekadar memburu Osama dan Al Qaeda. AS memang sudah sejak lama ingin menguasai Afghanistan seperti disinyalir Andre Gunther Frank dalam sebuah artikelnya berjudul The Great Game of Caspian Sea Oil. Artikel ini diterbitkan pada tahun 1996 silam, di mana Andre berusaha membuat sebuah ulasan prediktif tentang perubahan geopolitik di Timur Tengah, terutama Afghanistan dan khususnya Laut Kaspia.

Baca Juga:  Kekeringan Panjang, Naufal Alghifary Beber Banyak Desa di Pasuruan Butuh Air Bersih

Artikel menarik Andre telah menjadi rujukan banyak orang yang kemudian dijadikan bahan dasar untuk menganalisis geo-politik dan geo-ekonomi di kawasan Laut Kaspia. Bahkan secara khusus, sebuah artikel berjudul The Great Game for GAs In The Caspian Europe Opens The Southern Corridor memberi ulasan lebih spesifik terkait pertarungan politik di Laut Kaspia oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa dan baru-baru ini China.

Sejak runtuhnya Uni Soviet di era 1990-an, negara-negara tersebut berusaha merebut cadangan gas dan minyak bumi di Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan. Negara-negara ini berada di sekitaran Laut Kaspia.

“Cadangan minyak di Timur Tengah dalam kurun 30 tahun mendatang akan habis. Karena itu, eksplorasi minyak akan dialihkan ke negara-negara di sekitar Laut Kaspia, yang dalam penelitian dan eksplorasi merupakan area yang mengandung cadangan minyak bumi terbesar,” tulis Agus Sunyoto.

Namun, problem utama dari usaha investasi di bidang pertambangan minyak dan gas – termasuk pengusaha minyak Rockefeller Group – adalah fakta bahwa negara-negara di sekitar Laut Kaspia sebagian sudah menjalin hubungan sosial-ekonomi-politik dengan Rusia dan China.

“Azerbaijan, Uzbekistan dan Turkmenistan yang berhasil didekati adalah negara-negara yang tidak memiliki jalur laut yang bisa mengalirkan minyak keluar dari kawasan Asia Tengah itu. Saat Iran terlibat perang dengan lrak sejak tahun 1979, pada 1986 Imam Khomeini memerintahkan pembangunan pipa minyak ke perbatasan Azerbaijan dan perbatasan Turkmenistan. Tahun 1989 jalur pipa minyak yang dibangun di garis belakang medan tempur itu jaraknya tinggal beberapa kilometer dari perbatasan. Dan saat perjanjian damai ditetapkan tahun 1990, jalur pipa minyak lran sudah tersambung dengan Azerbaijan dan Turkmenistan. Aliran minyak pun disalurkan oleh lran dari Turkmenistan dan Azerbaijan ke Lautan Hindia,” papar Agus Sunyoto lagi.

Baca Juga:  Achmad Fauzi Dorong E-Sport Sumenep ke Pentas Juara, Siap Fasilitasi Komunikasi dan Pembinaan

Menurutnya, dengan analisis yang sangat cermat dan penuh perhitungan Andre Gunther Frank memprediksi bahwa dalam rangka menguasai cadangan minyak dan menyalurkannya ailran minyak dari negara-negara sekitar Laut Kaspia ke Lautan Hindia, sangat mungkin Afghanistan diserang oleh sekutu yang dimotori Amerika Serikat. Sebab, letak Afghanistan yang strategis, yang memungkinkan bagi usaha mengalirkan minyak dari Laut Kaspia ke Lautan Hindia, di mana setelah Afghanistan dikuasai, maka Pakistan yang sudah menjadi sekutu Amerika akan membolehkan wilayahnya dijadikan perlintasan pipa minyak dari Afghanistan ke Lautan Hindia.

Dan tepat lima tahun setelah artikel The Great Game of the Caspian Sea Oil dibaca orang sedunia, tiba-tiba terjadi peristiwa 11 September 2001 di mana gedung World Trade Center ditabrak pesawat terbang hingga runtuh dengan korban sekitar 3500 orang.

Terbaru, AS dan sekutu memperkuat pasukannya di Afghanistan dengan dalih serupa, memerangi Taliban meski sudah menempatkan sedikitnya 8400 pasukan sejak 16 tahun terakhir. Rencananya, AS dan sekutu kembali akan mengirim pasukan tambahan ke Afghanistan setidaknya 3500 tentara. (ed)

(Editor: Eriec Dieda)

Related Posts

1 of 46