MancanegaraOpini

Perang Yaman: “Menonton Pemusnahan Negeri Yaman”

Perang Yaman: "Menonton pemusnahan negeri Yaman".
Perang Yaman: “Menonton pemusnahan negeri Yaman”. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengumumkan pelabelan terhadap gerakan Houthi sebagai organisasi “teroris” pada 10 Januari 2021 sebagai bukti kuat rasa frustasi Washington di akhir-akhir pemerintahan Presiden Trump/Foto: youtube

NUSANTARANEWS.CO – Perang Yaman: “Menonton pemusnahan negeri Yaman”. Menjelang berakhirnya pemerintahan Pemerintahan Presiden Trump, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengumumkan pelabelan terhadap gerakan Houthi sebagai organisasi “teroris” pada 10 Januari 2021. Pengumuman ini menyusul setelah pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi gagal menaklukkan Yaman – bahkan mengalami kekalahan telak di berbagai medan pertempuran pada 2020. Bukan itu saja, gerakan Houthi juga mulai menggeser perangnya ke wilayah Arab Saudi dengan menggunakan rudal dan pesawat tanpa awak hasil modifikasi mereka.

Sejak serangan udara pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang didukung penuh oleh AS dan Inggris pada 25 Maret 2015 – puluhan ribu serangan udara telah dilancarkan membombardir Yaman menjadi puing-puing sehingga menimbulkan krisis kemanusiaan terbesar di dunia. Dengan kata lain dunia seakan tuli dan buta melihat pemusnahan negeri Yaman. Bukan itu saja, PBB juga seakan mendukung embargo total dan pembantaian rakyat Yaman secara sistematis dan brutal.

Terkait dengan itu, Redaksi berencana akan menurunkan kembali artikel-artikel terkait perang Yaman dalam melawan imperialisme global sebagai penyegar ingatan memasuki tahun baru 2021 di abad 21.

Pelabelan “teroris” terhadap gerakan Houthi di Yaman baru-baru ini menjadi bukti kuat bahwa Washington frustasi dalam menghadapi perlawanan para pejuang Houthi. Bukan itu saja, gerakan Houthi saat ini boleh dibilang menjadi kelompok perlawanan yang paling efektif dalam melawan teroris global Al Qaeda ciptaan AS yang bergerak di Yaman.

Saking efektifnya perlawanan Houthi, bukan hanya Al Qaeda yang tak berdaya bahkan koalisi pimpinan Arab Saudi pun mengalami kekalahan telak pada tahun 2020 sejak agresi militer yang dilancarkannya pada 2015. Mari kita mulai dari “Menonton Pemusnahan Negeri Yaman oleh Arab Saudi”

Sejak serangan udara membabi buta oleh pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang di dukung AS mulai membom bardir Yaman – harga makanan di Yaman langsung membumbung tinggi, anak-anak tewas terkena bom, peluru, dan kelaparan. New York Times, melaporkan bahwa serangan koalisi Arab Saudi telah menewaskan lebih dari 6.500 orang, dan 2,5 juta rakyat Yaman menjadi pengungsi.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Human Rights Watch dan Amnesty International dalam sebuah pernyataan bersama menyatakan bahwa, “Serangan udara yang tidak sah oleh koalisi pimpinan Saudi telah membunuh dan melukai ratusan anak di Yaman dan merusak puluhan sekolah. The Independent (19/5) malah menyebut bahwa pasukan koalisi telah melakukan “kejahatan perang internasional” dengan mengebom warga sipil di Yaman.

Namun, media barat nampaknya terus berusaha menutupi peristiwa pembantaian warga sipil di Yaman demi menjaga sekutu mereka agar tidak terlibat dalam kejahatan perang. Dengan kata lain untuk menutupi bahwa seluruh pembantaian tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata yang di pasok oleh Barat.

Human Rights Watch, Oxfam dan Amnesty International melaporkan bahwa bom cluster buatan Inggris (jenis senjata yang terlarang) telah ditemukan di desa Yemeni yang menjadi target serangan pasukan koalisi. Bom jenis ini telah mencabik-cabik warga Yaman yang tidak berdosa dan miskin.

Sekali lagi, media mainstream barat memang telah menutup mata terhadap peristiwa pembantaian rakyat sipil di Yaman. Mereka secara tidak langsung telah mendukung penuh pasokan senjata bagi negara-negara koalisi untuk membunuh dan melukai rakyat Yaman.

Washington Post melaporkan bahwa AS telah menjual senjata ke Arab Saudi senilai US$ 20 miliar dan Inggris US$ 4 milliar dalam satu tahun terakhir. Dan sebagai informasi, menurut Owen B. McCormack, di masa pemerintahan Obama, AS secara rahasia telah menjual lebih banyak senjata kepada pemerintah asing dibandingkan presiden AS lainnya sejak Perang Dunia II – mencapai lebih dari US$ 169 miliar.

Penerima utama ekspor senjata buatan Amerika adalah Arab Saudi. Hampir 10 persen ekspor senjata AS diterima Arab Saudi, dan 9 persen ke Uni Emirat Arab. Sebelum menyerang Yaman, Arab Saudi telah menjadi pengimpor senjata terbesar kedua di seluruh dunia pada 2010-2014

Baca Juga:  Dewan Kehormatan yang Nir Kehormatan

Seperti dilaporkan Congressional Research Service, bahwa pada awal 2010, pemerintahan Obama telah menjual senjata senilai US$ 90,4 miliar kepada Saudi. Sementara Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, menambahkan bahwa impor senjata Dewan Kerjasama Teluk (GCC) meningkat 71 persen dari tahun 2005-2009 sampai 2010-2014. Jelas ini sebuah bisnis perang yang sangat menguntungkan.

Dalam laporan CRS 2016, terungkap bahwa Timur Tengah tetap menjadi pasar utama penjualan senjata AS. Berdasarkan program Penjualan Militer Asing (FMS), tercatat kesepakatan sebesar US$ 63 miliar pada tahun 2016. Lebih dari dua pertiga dari nilai kesepakatan tersebut adalah dengan Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan UEA untuk pesawat tempur, helikopter, tank, rudal, bom, dan senjata lainnya. Bahkan pada hari-hari pertama pemerintahan Trump, terdapat tambahan US$ 1,04 miliar perjanjian FMS dengan Arab Saudi dan Kuwait.

Pemasok persenjataan utama lain di Timur Tengah adalah Inggris dan Prancis yang masing-masing menyumbang kurang dari 10 persen pasokan senjata ke wilayah tersebut.

Rusia merupakan pemasok senjata terbesar kedua setelah AS di walayah tersebut. Menurut laporan CRS 2016. Rusia juga melakukan intervensi militer di Suriah dan menyediakan sistem pertahanan udara ke Suriah dan Iran.

Belakangan penjualan senjata AS dan Eropa ke Timur Tengah, terutama ke Arab Saudi yang sedang melakukan perang di Yaman – yang telah membom rumah sakit dan wilayah sipil lainnya – pada bulan September lalu telah di blokir oleh 27 senator AS. Para senator memberikan suara untuk memblokir sebuah resolusi proposal penjualan senjata senilai US$ 1,2 miliar untuk tank dan peralatan tempur lainnya ke Riyadh.

Negeri Yaman Dalam Pemusnahan

Pangeran Salman, arsitek utama perang Saudi di Yaman, sekarang menghadapi kenyataan bahwa gerakan Houthi mampu bertahan bahkan di tengah pembantaian paling brutal yang dilakukan di sana. Bukan itu saja, koalisi pimpinan Saudi bahkan melakukan blokade komprehensif di Yaman – menutup jalan, pelabuhan udara dan laut yang secara efektif telah membuat negara itu terisolasi dari dunia luar.

Sementara itu pesawat tempur Saudi dan regu pembunuh bayaran terus menteror dan membunuhi rakyat Yaman. Negeri Yaman sedang menuju pemusnahan masal paling kejam di abad 21.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Menurut UNICEF, konsekuensi dari blokade terbaru ini telah menghancurkan Yaman secara sistematis. Bahkan setiap sepuluh menit, seorang anak balita di Yaman meninggal akibat situasi perang yang dilancarkan oleh Saudi.

Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa Yaman akan menghadapi kelaparan terbesar di dunia dalam beberapa dekade – lebih mengerikan dari kelaparan di Sudan Selatan dan Somalia pada awal tahun ini –  jika koalisi pimpinan Saudi tidak membuka blokadenya.

Dari 28 juta penduduk Yaman, sekitar 20 juta terancam kelaparan dalam jangka panjang,” kata seorang pejabat PBB.

Kelaparan bukan satu-satunya dampak buruk dari blokade Saudi. Selama tiga tahun perang, Yaman telah menderita wabah kolera terbesar, penyakit mematikan yang sebenarnya hampir punah oleh pengobatan modern.

Epidemi kolera Yaman, telah menimpa lebih dari 900.000 orang sebagai akibat rusaknya infrastruktur air dan perawatan kesehatan yang dihancurkan oleh pesawat tempur koalisi Saudi sebagai target yang disengaja. Dengan memblokir akses terhadap air bersih dan persediaan medis, Saudi telah membiarkan epidemi tersebut menjalar dan menyebar membunuh lebih banyak rakyat Yaman.

Sekali lagi perlu ditegaskan bahwa, perang Yaman yang dipimpin oleh Saudi tidak akan mungkin terus berlanjut bila tidak di dukung oleh  AS. Dengan kata lain, AS dan Inggris sangat mendukung pembantaian rakyat sipil di Yaman .

Bahkan Swedia, negara yang banyak diasosiasikan dengan perang imperialis, telah meningkatkan penjualan senjata ke Uni Emirat Arab (UEA) – salah satu mitra di koalisi pimpinan-Saudi yang menyerang Yaman.

Selama melancarkan perang di Yaman, Saudi dan AS telah menuduh pemberontak Houthi sebagai bagian dari proxy war Republik Islam Iran. Padahal pemberontakan Houthi telah dimulai sejak tahun 2004 di pedesaan Yaman utara. Terinspirasi oleh teologi pembebasan Hassan Nasrallah dari Hizbullah, Huthi terbentuk dengan tujuan mengusir imperialisme AS, dominasi Saudi dan penguasa boneka mereka.

Saat ini, pihak Houthi memimpin sebuah front persatuan melawan koalisi monarki Teluk yang berusaha menguasai Yaman dengan kekerasan. Penguasa Yaman yang terguling Ali Abdullah Saleh, yang pernah menjadi sekutu AS dan Arab Saudi, telah bergabung dengan front persatuan bersama dengan unsur-unsur di selatan negara tersebut. Bersama-sama mereka membentuk front persatuan melawan perang yang didukung oleh AS di Yaman. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,051