NUSANTARANEWS.CO – Perang Yaman: Amerika pemasok utama persenjataan pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi. The Stockholm International Peace Research Institute merilis sebuah studi yang menunjukkan bahwa, impor senjata negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC) meningkat 71 persen pada 2010-2014. Di garis depan pembelian senjata ini adalah Arab Saudi dengan nilai US$ 90,4 miliar.
Menurut William Hartung, direktur Proyek Senjata dan Keamanan di Pusat Kebijakan Internasional, dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa, selama lima tahun pertama pemerintahan Presiden Obama yang sok suci – ekspor senjata Amerika Serikat (AS) hampir mencapai US$ 170 miliar. Hampir enam kali lipat yang disetujui oleh Presiden George W. Bush selama masa jabatannya.
Pada 2015, Presiden Obama juga mengizinkan penjualan drone bersenjata yang semakin meningkatkan kekerasan yang melanda Timur Tengah. Studi pasar Teal Group pada tahun 2014 memperkirakan bahwa nilai penjualan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) meningkat hampir dua kali lipat di seluruh dunia dari US$ 6,4 miliar per tahun menjadi US$ 11,5 miliar. Dan diprediksi mencapai US$ 91 miliar dalam sepuluh tahun mendatang.
Dengan kata lain, di masa pemerintahan Presiden Obama, AS telah menyebarkan persenjataan ke seluruh dunia, mempersenjatai planet pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Dalam Perang Yaman, AS boleh dikatakan sebagai pemasok senjata terbesar kepada pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi yang digunakan untuk membombardir Yaman hingga luluh lantak yang mengakibatkan krisis kemanusiaan terbesar dalam sejarah umat manusia di abad 21. Media mainstream barat tampaknya tak peduli dengan serangan membabi buta pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi tersebut.
Washington Post melaporkan bahwa AS telah menjual senjata ke Arab Saudi senilai US$ 20 miliar dan Inggris US$ 4 milliar pada 2017. Menurut Owen B. McCormack, di masa pemerintahan Obama, AS secara rahasia telah menjual lebih banyak senjata kepada pemerintah asing dibandingkan presiden AS lainnya sejak Perang Dunia II – mencapai lebih dari US$ 169 miliar.
Penerima utama ekspor senjata buatan Amerika adalah Arab Saudi. Hampir 10 persen ekspor senjata AS diterima Arab Saudi, dan 9 persen ke Uni Emirat Arab. Sebelum menyerang Yaman, Arab Saudi telah menjadi pengimpor senjata terbesar kedua di seluruh dunia pada 2010-2014
Seperti dilaporkan Congressional Research Service, bahwa pada awal 2010, pemerintahan Obama telah menjual senjata senilai US$ 90,4 miliar kepada Saudi. Sementara Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, menambahkan bahwa impor senjata Dewan Kerjasama Teluk (GCC) meningkat 71 persen dari tahun 2005-2009 sampai 2010-2014. Jelas ini sebuah bisnis perang yang sangat menguntungkan.
Dalam laporan CRS 2016, terungkap bahwa Timur Tengah tetap menjadi pasar utama penjualan senjata AS. Berdasarkan program Penjualan Militer Asing (FMS), tercatat kesepakatan sebesar US$ 63 miliar pada tahun 2016. Lebih dari dua pertiga dari nilai kesepakatan tersebut adalah dengan Arab Saudi, Kuwait, Qatar, dan UEA untuk pesawat tempur, helikopter, tank, rudal, bom, dan senjata lainnya. Bahkan pada hari-hari pertama pemerintahan Trump, terdapat tambahan US$ 1,04 miliar perjanjian FMS dengan Arab Saudi dan Kuwait.
Pemasok persenjataan utama lain di Timur Tengah adalah Inggris dan Prancis yang masing-masing menyumbang kurang dari 10 persen pasokan senjata ke wilayah tersebut.
Rusia merupakan pemasok senjata terbesar kedua setelah AS di walayah tersebut. Menurut laporan CRS 2016. Rusia juga melakukan intervensi militer di Suriah dan menyediakan sistem pertahanan udara ke Suriah dan Iran.
Belakangan penjualan senjata AS ke Timur Tengah mengalami peningkatan, terutama ke Arab Saudi yang sedang melakukan perang di Yaman – Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah menyepakati penjualan senjata seharga US$ 1,3 miliar ke Arab Saudi. Hal itu diumumkan oleh Kementerian Pertahanan AS (Pentagon) pada Kamis, 5 April 2018.
Senjata yang dijual ke Arab Saudi berupa 180 set 155mm M109A5/A6 self-propelled howitzer system – meriam yang mampu melakukan mobilitas seperti tank namun tidak memiliki kapabilitas tempur serupa. Senjata itu digunakan untuk serangan artileri jarak jauh. (Agus Setiawan)