Ekonomi

Penyelesaian Konflik UU Merupakan Pekerjaan Utama Sektor Ekonomi

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

NUSANTARANEWS.CO – Pertemuan Presiden terpilih Joko Widodo dan mantan calon Presiden Prabowo Subianto pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 27 Juni 2019, yang kemudian disusul oleh pertemuan dengan Ibu Megawati Soekarnoputri di kediaman Teuku Umar pada Hari Rabu tanggal 24 Juli 2019 di waktu makan siang (lunch time consensus) adalah sesuatu hal yang terlalu biasa dan wajar.

Hanya saja dalam konteks kontestasi Pemilihan Presiden Langsung serentak menjadi hal yang tak biasa hanya bagi para pendukung kedua pasangan Calon Presiden tersebut. Paling tidak, itu adalah sinyal bahwa kompetisi yang mengharu biru melibatkan emosi masing-masing pihak secara simbolik telah selesai dengan penyampaian selamat dari penantang Presiden petahana secara langsung dan informal. Bahwa tidak ada masalah lagi soal Persatuan Indonesia, dan pertemuan tersebut sekaligus memetakan para pendukung yang sebenarnya dari pihak pasangan calon nomor 02 dan pihak mana yang sebenarnya tak pernah puas dengan hasil yang telah konstitusional ini.

Lalu, apa sebenarnya pengaruh pertemuan sebagian para tokoh bangsa ini terhadap jalan pembangunan dan perekonomian bangsa 5 Tahun ke depan, dan bagaimana jalan keluarnya agar perkembangan ekonomi (termasuk kegaduhan politik) dapat memenuhi janji dan mencapai tujuan Nawacita dan Trisakti Presiden Joko Widodo?

Baca Juga:  Pertama di Indonesia, Pekerja Migran Diberangkatkan dari Pendopo Kabupaten

Kondisi Perekonomian

Terhadap perkembangan kondisi perekonomian tentu saja belum akan banyak berubah, sebab pasar saat ini sedang menghadapi anomali. Tidak akan ada pengaruh langsung atas pertemuan politik informal antara kedua belah pihak yang dahulu telah berkontestasi. Perkembangan arah perekonomian Indonesia nanti akan lebih jelas setelah Presiden terpilih periode 2019-2024 ini dilantik oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mengumumkan anggota-anggota kabinetnya. Sampai dengan tanggal 20 Oktober 2019, tidak akan terjadi juga pergeseran mendasar perkembangan data ekonomi makro Indonesia, pertumbuhan ekonomi tetap akan berkisar antara 4,75% – 5,1%, inflasi akan berkisar antara 0,79% – 2%.

Berbagai kebijakan aneh yang diterbitkan oleh berbagai Kementerian/Lembaga justru kontraproduktif atas arahan yang telah disampaikan Presiden dalam menekan defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD), khususnya defisit minyak dan gas bumi (migas). Bahkan, politik anti dumping yang rencananya akan.diterapkan oleh Menteri Perindustrian semakin membuktikan lemahnya koordinasi antar kementerian/lembaga dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan dengan benar, cepat dan tepat.

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Diresmikan, Kediri Bisa Jadi Pintu Gerbang Indonesia Wilayah Jatim Bagian Selatan

Di bidang investasi, walaupun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) telah mengatur ketentuan yang memberikan kemudahan izin, baik itu penguasaan atas hak tanah (konsesi) dan jangka waktunya bagi investasi dan para investor untuk bergerak. Terutama hal itu tertera pada Pasal 20, 21,22 dan 23 yang begitu mudah bagi para investor untuk menanamkan modalnya, serta pasal 31 UU PMA dimaksud dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam menggerakkan dan mengembangkan ekonomi Indonesia. Namun, berbagai produk UU lainnya justru menghambat gerakan penanaman investasi ini, bahkan pernyataan dan pidato Presiden Joko Widodo soal pelayanan SATU ATAP tak akan berjalan efektif dan efisien disebabkan oleh adanya kebijakan yang menjadi penghalangnya (bottle neck) dan menjadi akar dari konflik konstitusi.

Membangun Pemerintahan Baru

Publik mengharapkan sekali Presiden Joko Widodo tak mengulangi kesalahan kedua kali dalam menempatkan orang-orang yang tepat pada posisi yang tepat serta memahami permasalahan yang ada. Paling tidak, pekerjaan rumah prioritas adalah mencari jalan keluar atas konflik konstitusi (berbagai produk UU) ini harus diselesaikan melalui musyawarah terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan membuka opsi terbukanya perubahan, baik itu pengurangan dan atau penambahan pasal-pasal atau addendum melalui proses yang cepat, atau melalui Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) dengan persetujuan DPR.

Baca Juga:  Sumenep Raih Predikat BB Dalam SAKIP 2024, Bukti Komitmen terhadap Akuntabilitas Publik

Termasuk misalnya, dalam hal ini mengumumkan calon-calon anggota kabinet lebih awal sebagai proses uji publik atas berbagai figur yang akan ditempatkan pada posisi kementerian/lembaga tertentu (pra penetapan susunan kabinet) sekaligus memastikan tak akan ada politik transaksional dan adanya perampingan kabinet agar jalannya koordinasi pembangunan lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, uji publik tersebut akan menjadi telaahan (screening) bagi Presiden untuk menetapkan susunan kabinet definitif yang akan diumumkan pasca pelantikan dan pengamblan sumpah jabatan Presiden dan Wakil Presiden pada bulan Oktober 2019 dalam Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).[]

Related Posts

1 of 3,145