Opini

Pengentasan Pengangguran dan Penciptaan Lapangan Kerja

Potret Pengangguran (Ilustrasi Dok. Scoop.it)
Potret Pengangguran (Ilustrasi Dok. Scoop.it)

Pengentasan Pengangguran dan Penciptaan Lapangan Kerja. Terus terang saya merasa kaget dan kagum terhadap presiden ketika Ir. Joko Widodo pada pelantikan sebagai Presiden RI tanggal 20 Oktober 2019 menyampaikan secara gamblang bukan visi misi tetapi langsung Program Kerja 5 tahun. Ada 5 prioritas Program Kerja 2019-2024 yang disampaikan Presiden.

1. Prioritas pada Pembangunan Sumber (SDM)

2. Pembangunan Infrastuktur yang menjangkau sentra-sentra ekonomi dan distribusi untuk lapangan kerja baru

3. penyederhanaan kendala regulasi, diantaranya dengan membuat UU tentang Cipta Lapangan Kerja yang akan menjadi omnibus law

4. Pemangkasan Birokrasi dengan meningkatkan kompetensi kerja dan penguatan fungsi kerja dengan memangkas eselonering

5. Transformasi Ekonomi dari ketergantungan sumber daya alam ke manufaktur dan industri

Kelima Perioritas Program Kerja 5 tahun 2019-2024 tersebut di atas, setelah saya analisa ternyata berorientasi pada sektor ketenagakerjaan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya perlu kembangkan kerangka teknis bagaimana menciptakan lapangan kerja untuk menampung tingginya angkatan kerja usia produktif sebagai konsekuensi dari bonus demografi. Kerangka kerja untuk penanggulangan pengangguran dan penciptaan lapangan kerja didukung oleh regulasi yang bersifat undang-undang tersendiri merupakan terobosan baru dalam kebijakan pembangunan ekonomi pembangunan di Indonesia. Selanjutnya saya akan menyajikan secara teknis bagaimana pemerintah mengembangkan kebijakan yang riil agar keinginan pemerintah dapat terlaksana. Ada beberapa variabel yang Pemerintah perlu memperhatikan yaitu bagaimana kondisi Penduduk Usia Kerja saat ini, bagaimana kondisi pengangguran, apa saja terget yang diharapkan pada tahun 2024

Kondisi Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Saat ini (2019)

Berdasarkan data Worldometers, Indonesia saat ini memiliki jumlah penduduk sebanyak 269 juta jiwa atau 3,49% dari total populasi dunia. Indonesia berada di peringkat ke empat negara berpenduduk terbanyak di dunia setelah Tiongkok (1,4 miliar jiwa), India (1,3 miliar jiwa), dan Amerika Serikat (328 juta jiwa).

Bappens memperkirakan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebanyak 271 juta di tahun 2020 dengan Laju pertumbuhan penduduk sebanyak 1,9 pesen dan meningkatnya angkatan kerja yang cukup tinggi negara kita menjadi suatu persoalan utama. Apalagi bila dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk yang amat cepat, rata-rata 1 persen tiap tahun yang menempatkan Indonesia sebagai negera berjumlah penduduk terbanyak ke 4 di dunia.

Data BPS yang dirilis pada bulan Pebruari 2019, dari jumlah penduduk tersebut di atas, penduduk yang produktif atau usia kerja sebanyak 196,46 juta bertambah 2 juta lebih dari tahun sebelumnya yang jumlahnya 193 juta. Jumlah Angkatan Kerja yang siap memasuki dunia kerja sebanyak 136,18 juta orang atau bertambah 2 juta dari 133 juta di tahun 2018. Angkatan kerja di indonesia senantiasa mengalami pertumbuhan rata-rata 2 juta tiap tahun sehingga hanya dalam jangka waktu setahun 2018-2019 peningkatan jumlah angkatan kerja mencapai 2,24 juta orang. Dari jumlah Angkatan Kerja sebanyak 136.18 juta tersebut, mereka yang bekerja sebanyak 129,36 juta dan 6,82 bertambah dari 127,07 di tahun 2018. Dari 196,46 juta tersebut di atas, mereka yang bukan angkatan kerja sebanyak 60.28 juta.

Salah satu yang penting diperhatikan adalah mereka yang penduduk usia kerja yang tidak masuk kategori bukan angkatan kerja yaitu bersekolah pada tahun 2019 sebanyak 16,5 juta dan mengalami pertumbuhan jumlah sebanyak 054 juta atau 3,46 persen. Kondisi ini perlu diantisipasi karena berpotensi menjadi penganggur baru di masa yang akan datang.

Persentase penduduk yang pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 69,96 persen. Sementara itu, pekerja tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (22,67 persen) dan pekerja setengah penganggur (7,37 persen).

Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan utamanya pada Pertanian (1,00 persen poin); Administrasi Pemerintahan (0,23 persen poin); serta Informasi dan Komunikasi (0,06 persen poin). Sebanyak 74,08 juta orang (57,27 persen) bekerja pada kegiatan informal. Selama setahun terakhir (Februari 2018–Februari 2019), pekerja informal turun sebesar 0,95 persen poin.

Rata-rata upah buruh berdasarkan hasil Sakernas Pebruari 2019 sebesar 2,79 juta rupiah. Rata-rata upah buruh laki-laki sebesar 3,05 juta rupiah dan rata-rata upah buruh perempuan sebesar 2,33 juta rupiah.

Terdapat 7 dari 17 kategori lapangan pekerjaan dengan rata-rata upah buruh lebih rendah daripada rata-rata upah buruh nasional. Rata-rata upah buruh berpendidikan universitas sebesar 4,34 juta rupiah, sedangkan buruh berpendidikan SD ke bawah sebesar 1,73 juta rupiah.

Kondisi Pengangguran Saat ini (2019)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran. Pada Bulan Pebruari 2019 Tingkat Penganggur Terbuka 5,01 persen atau 6,82 juta. Jumlah tersebut di tamba dengan pekerja tidak penuh terbagi yaitu pekerja paruh waktu (22,67 persen) dan pekerja setengah penganggur (7,37 persen). Dengan demikian secara keseluruhan jumlah penganggur baik penganggur Tebuka, maupun setengah penganggur menjadi 35,05 persen.

Tingkat pengangguran terbuka diukur sebagai persentase jumlah penganggur/pencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Selain itu, perkembangannya dapat menunjukkan tingkat keberhasilan program ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Lebih penting lagi digunakan sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan perekonomian, selain angka kemiskinan.

Pada tahun 2018 jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka sebanyak 5,13 pesen menjadi 5,01 persen di tahun 2019. Mengalami penurunan sebesar 0,12 persen. Walaupun Tingkat pengangguran Terbuka (TPT) mengalami penurunan, namun persentase TPT di Perkotaan lebi h tinggi dari pada di perkotaan yaitu 6,30 persen di kota dan 3,45 persen di pedesaan. Bahkan jika dilihat dari perubahan julah TPT dalam satu tahun terakhir di perkotaan hanya berkurang 0,04 persen dibanding perdesaan sebanyak 0,27 persen.

Dilihat dari menurut pendidikan maka Tingkat Pengangguran Terbuka untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih tertinggi yaitu 8,63 persen, diikuti oleh Diploma I/II/III 6,89 persen. Problemnya adalah penawaran pasar kerja untuk lulusan SMU/ Diploma kurang terserap. Demikian pula lulusan sekolah dasar ke bawah lebih terserap di dunia kerja, dapat di duga karena lulusan sekolah dasar lebih cenderung menerima pekerjaan apa adanya.

Pengangguran memang mengalami penurunan dari 7,01 juta di tahun 2017, kemudian 6,87 juta tahun 2018 menjadi 6,82 juta atau 5,01 persen di tahun 2019. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah soal setengah penganggur yang tidak banyak disorot publik. Persentase penduduk yang pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 69,96 persen. Sementara itu, pekerja tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (22,67 persen) dan pekerja setengah penganggur (7,37 persen). Dengan melihat angka tersebut di atas penganggur paru waktu dan pekerja setengah penganggur dapat dikategorikan sebagai setengah penganggur. Maka secara keseluruhan jumlah pengangguran di Indonesia 35,05 persen atau 45,27 juta jiwa dari total 129,36 juta Angkatan Kerja di Indonesia. namun soal angka pengangguran ini bisa di berdebatkan.

Baca Juga:  Klausul 'Rahasia' dari 'Rencana Kemenangan' Zelensky: Bergabung dengan NATO dan Memperoleh Senjata Nuklir

Sesuai dengan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), tingkat penganggur terbuka terdiri dari empat komponen. Pertama, mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan. Kedua, mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha. Ketiga, mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Keempat, mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja

Kondisi Tenaga Kerja yang Diharapkan pada 2024

Masalah pengangguran dapat menentukan kondisi sosial ekonomi nasional. Sekalipun pengangguran sebagai suatu masalah ketenagakerjaan, namun kenyataan menunjukkan bahwa kondisi perekonomian nasional mempengaruhi meningkatnya angka pengangguran, disamping pertambahan penduduk yang dapat mempengaruhi kondisi demografis, serta jumlah tamatan pendidikan yang meningkat justru menambah persediaan tenaga kerja terdidik. Namun hingga saat ini, pertumbuhan ekonomi kita yang hanya 5 % /tahun kurang mampu membuka daya tampung tenaga kerja. Kondisi ini diperparah lagi oleh para pelaksana hubungan industrial yang kurang peka dalam mengejawantakan amanat konstitusi untuk terus mencarai jalan keluar atau paling sedikit meminimalisasi melonjaknya angka pengangguran tersebut.

Jika dicermati secara baik maka, berbagai aspek turut mempengaruhi peningkatan pengangguran ini, baik sumber-sumber penyebab yang ada di sektor hulu maupun muaranya. Maka perlu ada suatu strategi yang mampu menekan melonjaknya angka pengangguran. Oleh karena itu, maka kondisi/situasi ketenagakarjaan yang diharapkan/diinginkan oleh rakyat pada periode mendatang adalah: Dengan jumlah Angkatan Kerja Indonesia bertambah dari 136,19 juta tahun 2019 menjadi 146 juta tahun 2024 dan jumlah Angkatan Kerja yang bekerja bertambah dari 129 juta tahun 2019 menjadi 140 juta tahun 2024. Diharapkan pula jumlah penganggur turun dari 6,82 tahun 2019 menjadi 4 juta tahun 2024. Tingkat pengangguran juga diharapkan turun dari 5,01 persen tahun 2019 menjadi 4 persen tahun 2024. Kondisi Ketenagakerjaan tersebut juga mesti di dukung dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi lebih dari 5 persen.

Diharapakan penurunan jumlah pengangguran tersebut terjadi terutama pada: Penganggur muda usia; berpendidikan rendah, Penganggur yang tinggal di P.Jawa; Berlokasi di daerah perkotaan; Pada penganggur wanita; Penganggur terdidik; Setengah pengangguran yang mayoritasnya ada di desa.

Kendati rakyat mengharapkan stabilitas ketenagakerjaan di Indonesia seperti tersebut di atas, namun kenyataannya tidak muda, bila dilakukan tanpa suatu resep atau target penurunan pengangguran dengan berpatokan pada beberapa asumsi dasar dapat terlaksana: Pertumbuhan Kesempatan Kerja rata-rata per tahun dapat dinaikan dari 1,9 persen pada periode 2015-2019 menjadi 2 persen pada periode 2019-2024 dan pertumbuhan angkatan kerja dapat ditekan dari 1,67 persen pada periode 2014-2019 menjadi 1persen pada periode 2019-2024; Pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun dapat ditingkatkan dari 5 persen pada periode 2014-2019 menjadi 6 persen pada periode 2019-2024; Transformasi Sektor Informal ke Sektor Formal dapat dipercepat baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, terutama di sektor pertanian, perdagangan, jasa, industri dan sektor lainnya.

Upaya Pengentasan Pengangguran

Kondisi ketenagakerjaan Indonesia saat ini tidak hanya menghadapi kendala internal seperti masih rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia, juga kendala eksternal seperti kesepakatan AFTA, APEC dan WTO yang mengarah pada terjadinya migrasi Tenaga Kerja Asing ke Indonesia. Keadaan ini perlu diantisipasi dengan adanya pelatihan kerja yang berbasis kompetensi guna meningkatkan kualitas, profesionalisme, daya saing dan kompetensi tenaga kerja di segala bidang. Berbagai upaya untuk mengentaskan masalah ketenagakerjaan adalah menyusun program dalam mengatasi permasalahan di bidang ketenagakerjaan yang meliputi Perluasan dan Penciptaan Kesempatan Kerja, Peningkatan Kualitas Angkatan Kerja, Peningkatan Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja, Pengendalian Angkatan Kerja, Pembinaan Hubungan Industrial

Walaupun berbagai usaha telah dilakukan namun pada kenyataanya tingkat pengangguran semakin meningkat, hal ini maka perlu dilihat khususnya terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan pasar kerja yang menyangkut masalah supply tenaga kerja (penawaran tenaga kerja) dan demand (permintaan tenaga kerja). apakah memang ada kesenjangan atau hal-hal lain yang dapat menghabat prosses pertemuan antara pencari kerja dan yang membutuhkan

Permasalahan pengangguran adalah permasalahan nasional yang menyangkut hayat hidup orang banyak, dan merupakan tanggung jawab pemerintah sehingga perlu mendapat perhatian serius. Masalah pengangguran bagi Indonesia bersifat sangat kompleks sehingga memerlukan pemecahan yang arif secara konseptual. Kerana itu diharapakan dalam proses pemecahannya harus dilakukan dengan melibatkan seluruh elemen/potensi negara yang meliputi; Pemerintah, Dunia Usaha, Asosiasi Dunia Perbankan, serta Masyarakat Umum.

Konsep penanggulangan ke depan harus dapat mengutamakan penyelesaian terdahulu terhadap akar permasalahannya secara menyeluruh dan konsepsional, ketimbang penyelesaian yang bersifat gradual. Hal ini perlu digaris bawahi sebab seringkali kita mengambil keputusan yang bersifat sementara, hanya sekedar meredam gejolak massa. Padahal yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin yang arif dan bijak adalah keputusan-keputusan yang bersifat visioner. Sehubungan dengan ini, penulis memberikan Pekerjaan Rumah (yang berasal dari perpaduan pemikiran rakyat, bagi pemecahan masalah pengangguran yang harus/mutlak dilakukan oleh Presiden dalam rangka memecahkan permasalahan pengangguran.

Perluasan dan Penciptaan Kesempatan Kerja

Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah kurang memberikan jaminan lapangan kerja yang luas dan terbuka. Perekonomian yang tidak menentu ini, justru dapat memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk membuka lapangan kerja di sektor informal. Kondisi ini belum mampu menjamin terciptanya tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing yang tinggi, sebab sektor informal kurang mengandalkan kualifikasi teknik tertentu, sehingga tidak mengherankan kalau jumlah setengah penganggur meningkat tajam sampai hampir mencapai 38 juta jiwa.

Pada tahun 2017, pengangguran bertambah 10 ribu orang, dari 7,03 juta menjadi 7,04 juta jiwa. Sementara tingkat pengangguran terbuka meningkat dari 5,33 persen pada Februari 2017 menjadi 5,59 persen pada Agustus 2017. Tingkat elastisitas penyerapan tenaga kerja juga terus menurun sejak 2010.

Baca Juga:  Bercermin dari Wilson Lalengke, Pemimpin Sejati yang Melindungi Anggota tanpa Batas

Menurut Indef, pada 2016, tiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya dapat menyerap 110.000 tenaga kerja. Angka ini jauh jika dibandingkan dengan 2011, di mana tiap 1 persen pertumbuhan ekonomi 1 bisa menyerap 225.000 tenaga kerja.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah diperkirakan tak berubah sejak 2017 sampai dengan 2020 yaitu sebesar 5%. Angka tersebut belum dapat menyerap angkatan kerja baru. Besarnya investasi yang masuk dan sejumlah proyek infrastruktur nasional ditengarai tidak banyak menyerap lapangan kerja formal secara langsung. Bahkan, investasi yang tercatat lebih besar ke sektor padat modal.

Bappenas telah menyatakan bahwa elastisi serapan tenaga kerja di Indonesia belum banyak berubah sejak 2015. Selama 3 tahun terakhir setiap satu persen pertumbuhan ekonomi hanya menyerap 250 ribu tenaga kerja. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan elastisitas serapan tenaga kerja pada 10 tahun lalu yang mencapai 500 ribu tenaga kerja. Negara belum mampu mencari jalan keluar karena tidak banyak berubahnya angka serapan tenaga kerja sebesar 250 ribu per satu persen pertumbuhan itu disebabkan pasar kerja di Indonesia yang masih kaku dengan sejumlah aturan-aturan. Sedangkan anggakatan kerja setiap tahun tumbuh 2,9 juta.

Pada masa yang akan datang harus ada perubahan struktur ekonomi dan keluwesan di pasar kerja yang akan membuat angka elastisitas bisa berubah menjadi lebih baik.

Salah satu strategi dasar untuk menciptakan lapangan dan memperluas kesempatan kerja adalah suatu strategi pembangunan yang berorientasi untuk memberi peluang pembukaan lapangan kerja yang produktif dan berorintasi pada peningkatan sumber daya manusia sebagaimana disampaikan Presiden. Pembangunan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya manusia itulah yang perlu dilakukan mengingat bangsa kita berjumlah penduduk terbanyak yang berorientasi pada demografik sentris.

Stategi Penanggulangan Pengangguran dan Penciptaan Lapangan Kerja

1. Perhatian pada Perekonomian Makro

Dengan terjadinya berbagai masalah pokok di Indonesia maka kebijakan ekonomi makro pada tahun 2019-2024 perlu diarahkan untuk mencari alternatif lain dari momentum yang telah dicapai selama ini. Hal ini ditempuh dengan beberapa langka sebagai berikut: Pertama, Memelihara kesinambungan fiskal, stabilitas moneter, keseimbangan eksternal pasca program bantuan asing melalui koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil agar makin baik dan terpadu; Kedua, Mendorong berjalannya fungsi intermediasi perbankan termasuk pada sektor usaha yang siap dan memiliki resiko rendah. Disamping melakukan efektifitas pengawasan perbankan serta mengembangangkan stabilitas sistem keuangan; Ketiga, Meningkatkan iklim investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (sustainable economy grouwth) agar dapat menjamin kesinambungan pembangunan (sustainable developmen)

2. Pengembangan Sektoral

Selama ini seluruh sektor perekonomian berjalan sendiri-sendiri, sehingga mengalaami kesulitan dalam mengsinkronisasikan seluruh sektor tersebut bagi penciptaan kesempatan kerja. Karena itu, perlu kerjasama antar sektor untuk berorientasi menciptakan lapangan kerja.

a. Sektor Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan

Sektor ini diharapkan dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak 2,4 juta selama periode 2019-2024. Sehingga jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini bertambah. Karena itu pemerintah perlu menghindari maraknya konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman dan industri, kebijakan hukum yang memberi kemudaan bagi petani agar meningkatkan produktivitasnya. Sektor kelautan dan perikanan memiliki berbagai potensi yang perlu ditingkatkan secara intensif. Pada sektor kehutanan, perlu mencari jalan keluar untuk dapat memahami tekanan terhadap keberlanjutan hutan di Indonesia, serta tantangan ilegal logging yang menghabiskan koservasi hutan di Indonesia. Sehingga di bidang ini perlu ada jaminan kepastian hukum untuk mengelolah secara baik dan stabil.

b. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor Pertambangan karena sifatnya yang padat modal hanya ditargetkan untuk dapat menyerap tambahan tenaga kerja dalam jumlah yang kecil. Untuk itu dikembangkan kebijakan perluasan wilayah-wilayah baru, menjaga keseimbangan lingkungan, pembinaan pada pertambangan yang telah dioperasi agar mengikuti kaidah-kaidah yang ada, peningkatan teknologi proses hasil tambang agar sesuai kebutuhan dalam negeri.

c. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini diharapkan dapat menyerap tambahan tenaga kerja. Perlu adanya kebijakan proteksi terhadap seluruh produk domestik agar tidak terjebak dalam arus perekonomian global yang memperaktekkan persaingan tidak sehaat, proteksi terhadap bio terorisme yang berdampak pada peningkatan biaya produksi, optimalisasi sektor industri yang melibatkan pihak terkait, dll. Kebijakan yang dikembangkan adalah mendorong kegiatan produksi secara sistematis, pengembangan keunggulan kompetetif yang berbasis SDA dan SDM, menghilangkan segala bentuk rintangan dan diskriminasi.

d. Sektor Listrik, Gas dan Air

Sektor ini diharapakan dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak. Kebijakan yang dikembangkan adalah peningkatan daya serap tenaga kerja di sektor ini dengan tetap memperhatikan prinsip efisiensi dan produktivitas.

e. Sektor Konstruksi

Sektor ini diharapkan dapat menyerap tambahan tenaga kerja. Kebijakan yang dikembangkan adalah melanjutkan dan mengembangkan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana fisik infrastruktue yang disampaikan Presiden Joko Widodo dengan lebih mengutamakan penggunaan teknologi tepat guna, baik di bidang sumber daya air dan jalan maupun di bidang perkotaan dan pedesaan serta perumahan dan pemukiman.

f. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Sektor ini diharapkan dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak cukup banyak. Kebijakan yang dikembangkan adalah pengembangan pusat-pusat perdagangan, baik yang modern, semi modern maupun tradisional, yang ramah penciptaan lapangan kerja dengan tetap memperhatikan peningkatan produktivitas.

g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor ini diharapkan dapat menyerap tambahan tenaga kerja cukup banyak. Kebijakan yang dikembangkan untuk mencapai sasaran tersebut meliputi penghapusan monopoli usaha pengangkutan, perbaikan iklim kompetisi dalam penyediaan sarana transportasi, peningkatan kualitas SDM di bidang transportasi termasuk manajemen.

h. Sektor Keuangan dan Perbankan

Sektor ini diharapkan dapat menyerap tambahan tenaga kerja cukup. Untuk itu kebijakan yang dikembangkan adalah mendorong pertumbuhan usaha jasa keuangan, baik perbankan maupun lembaga keuangan lain, seprti pasar modal, dana pensiun, usaha jasa pembiayaan, akunting, auditing dan pembukuan serta usaha jasa penilai

i. Sektor Jasa-Jasa

Sektor ini diharapkan menyerap tambahan tenaga kerja cukup besar. Kebijakan yang dikembangkan di sektor ini antara lain peningkaan iklim usaha yang kondusif yang dapat merangsang tumbuh dan berkembangnya sedikit regulasi yang dapat dilaksanakan secara efektif dan konsisten. Pada dasarnya kebanyakan di sektor ini harus penuh ke hati-hatian banyaknya tenaga kerja yang terserap di sektor ini.

Baca Juga:  Kisah Pilu Penganiayaan Warga Pinrang versus Pencemaran Nama Baik

3. Bagaimana Dukungan Pemerintah Daerah

Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk menjalankan otonomi daerah, maka perlu dilakukan suatu upaya pembangunan daerah yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja dan perluasan kesempatan kerja. Diharapakan kepada pemerintah daerah agar dalam perumusannya harus berpedoman pada kebijakan nasional agar secara bersama dapat tercapai target pemerintah pusat untuk menganggulangi pengangguran.

Dalam UU Penciptaan Lapangan Kerja perlu penegasan peran Pemda dalam mendukung kebijakan nasional. Kebijakan yang perlu dikembangkan diantaranya adalah pengembangan model pembangunan yang kondusif bagi penciptaan lapangan kerja tanpa diskriminatif. Penyederhanaan birokrasi perijinan dan pelayanan publik, penyederhanaan retribusi, pengembangan sektor dan komoditas unggulan, peningkatan kerjasama, keterkaitan dan keterpaduan Pusat dan Daerah.

4. Peningkatan Kualitas Angkatan Kerja

Pegangguran dan setengah pengangguran dapat terjadi karena tidak sesuainya kualitas penawaran tenaga kerja dengan kualitas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Kurangnya kualitas tenaga kerja juga dapat menjadikan tenaga kerja bekerja kurang produktif dan setengah menganggur. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha peningkatan kualitas tenaga kerja, baik melalui jalur pendidikan, pelatihan maupun pengembangan karier di tempat kerja. Ketiga jalur tersebut harus dikembangkan secara terpadu dalam satu kesatuan system pengembangan sumber daya manusia Indonesia.

Sejalan dengan arah dan kebijakan tersebut, dikembangkan adanya Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia serta Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia sebagai acuan bagi lembaga pendidikan dan pelatihan dalam menyusun dan mengembangkan kurikulum dan program pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian, seluruh sumber daya nasional pendidikan dan pelatihan, baik yang ada di sektor pemerintah maupun di sektor swasta dapat dimanfaatkan secara optimal, efektif dan efisien, karena adanya acuan yang sama.

Agar lembaga pendidikan dan pelatihan mampu menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang mengacu pada Standar Kompetensi Nasional maka dukungan pendanaan yang secara bertahap mencapai proporsi 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat dikelola secara tersentral.

Apa langkah konkrit yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Ada tiga program pokok sebagai berikut: Pengembangan Standarisasi dan Sertifikasi Kompetensi; Perluasan Kapasitas dan Pemberdayaan lembaga pendidikan, terutama pendidikan kejuruan, vokasi dan profesi; Perluasan Kapasitas dan Pemberdayaan Lembaga Pelatihan Kerja; Pengembangan Karier dan kompetensi di tempat kerja, termasuk pemagangan; Pengembangan Gerakan Produktivitas Nasional.

5. Revitalisasi Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja

Informasi pasar kerja dan bursa kerja, sangat penting artinya dalam mempertemukan penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar kerja. Peningkatan informasi pasar kerja dan bursa kerja merupakan salah satu strategi dasar dalam penanggulangan pengangguran dan setengah pengangguran. Kebijakan yang dikembangkan untuk meningkatkan informasi pasar kerja dan bursa kerja tersebut, antara lain dengan merevitalisasi bursa kerja pemerintah di tingkat Pusat, Propinsi dan kabupaten/kota, mendorong tumbuh dan berkembangnya bursa kerja swasta dan bursa kerja khusus di lembaga pendidikan dan pelatihan yang kredibel, mengembangkan jejaring kerjasama antara lembaga-lembaga bursa kerja tersebut secara on line dengan memanfaatkan teknologi informasi dan menjalin kerjasama kemitraan dengan lembaga bursa kerja di negara-negara lain untuk mengakses pasar kerja global dan mencoba memulai kebijakan link and match.

Adanya UU Penciptaan Lapangan Kerja akan menjadi salah satu revitalisasi peraturan perundangan yang mendukung pengembangan informasi pasar kerja tentang wajib lapor dan lowongan kerja.

6. Pengendalian Angkatan Kerja

Secara teoritis besar kecilnya pertumbuhan penduduk akan mempengaruhi jumlah angkatan kerja, namun demikian jumlah angkatan kerja kadang tidak tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk pada periode yang sama. Angkatan kerja lebih banyak dipengaruhi oleh daya tampung sekolah terhadap anak usia sekolah 15 tahun ke atas serta kemampuan ekonomi keluarga untuk mengakses kesempatan bersekolah. Oleh karena itu, perluasan daya tampung sekolah dan perbaikan kondisi perekonomian keluarga perlu ditingkatkan, agar anak-anak usia sekolah tidak terlalu cepat masuk ke pasar kerja. Sejalan dengan strategi tersebut maka dikembangkan kebijakan wajib belajar 9 tahun dan sesuai dengan kemampuan secara bertahap ditingkatkan menjadi 12 tahun tanpa terputus. Disamping itu dikembangkan pula pendidikan non formal kesetaraan sampai dengan paket belajar setara SMTA serta Perguruan Tinggi terbuka.

Pengendalian angkatan kerja juga dilakukan untuk menciptakan iklim mobilitas penduduk dan angkatan kerja yang lebih proposional antara Jawa dan luar Jawa serta antara desa dan kota. Kebijakan ini dilakukan melalui pemberian fasilitas dan dorongan pembangunan yang lebih besar di luar Jawa dan daerah pedesaan.

7. Pembinaan Hubungan Industrial

Hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan juga akan dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk peningkatan produktivitas perusahaan, yang mendukung pengembangan dan perluasan usaha serta penciptaan lapangan kerja. Untuk itu kebijakan yang dikembangkan antara lain pengembangan dialog social antara pemangku kepentingan (stake holders) terutama antara pekerja dan pengusaha, pengembangan kelembagaan hubungan industrial, perbaikan system pengupahan, peningkatan perlindungan dan perluasan jaminan sosial tenaga kerja. Disamping itu, tidak kalah pentingnya juga peningkatan kualitas SDM hubungan industrial, terutama para pekerja.

Penutup

Masalah Pengangguran adalah menyangkut hidup matinya seorang warga negara, sebab dengan pekerjaan itulah ia menghasilkan pendapatan bagi penghidupan yang layak. Amanat konstitusi telah jelas, bahwa negara memiliki kewajiban untuk memberi pekerjaan sementara warga negara berhak menuntut pekerintah agar diberi kesempatan kerja dan lapangan kerja yang luas. Dari amanat konstitusi saja telah menegaskan demikian mengapa selama ini malah pekerjaan yang mengangkut pengangguran belum dapat diselesaian dengan baik atau paling minimal menekan melonjaknya angka pengangguran? Hal ini perpulang pada para penentu kebijakan, sebab padangan maltus telah mengingatkan kita bahwa perkembangan penduduk berjalan secara deret ukur sementara kemajuan ekonomi dengan deret hitung. Hal ini sangat terasa bagi Indonesia yang menempati jumlah penduduk ke-empat terpadat di dunia, sementara pertumbuhan ekonomi mengalami hampir stagnan.

Untuk menyelesaikan persoalan pengangguran maka keterlibatan seluruh elemen bangsa adalah suatu niat yang urgensif. Namun demikian Presiden sebagai Nakoda bangsa perlu mencarai alternatif terbaik untuk keluar dari pengangguran yang menjadi simbol kemiskinan ini. Upaya presiden dengan 5 program perioritas dengan menitikberatkan kepada sumber daya manusia di dukung oleh regulasi yang kuat untuk menciptakan lapangan kerja perlu di dukung oleh semua pihak.

Oleh: Natalius Pigai, Mantan Pejabat Fungsional dan Pejabat Struktural dan Staf Khusus Menakertrans RI

Related Posts

1 of 3,051