NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Dewan Pengurus Nasional (DPN) Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI) menyatakan, berkaca pada kondisi capaian pembangunan (ekonomi) yang sudah diuraikan di bagian sebelumnya, belum terlambat bagi kita untuk kembali menoleh dan mengimplementasikan “roh” ekonomi Pancasila untuk mewujudkan cita-cita nasional.
Menurut Ketua II Bidang Ekonomi DPN ISRI Robby Alexander Sirait, pengimplementasian ekonomi Pancasila tersebut harus menjadi keinginan bersama seluruh elemen bangsa, baik pemerintah, legislatif, yudikatif dan masyarakat.
“Dalam konteks mengembalikan pengelolaan ekonomi nasional yang bernafaskan Pancasila, ada beberapa langkah startegis yang harus dikerjakan secepatnya,” ucap Robby dalam FGD pada program UKP MENDENGAR yang bertema “Pusat Studi Pancasila & Kajian Ekonomi Pancasila”, Jakarta – Rabu, 27 Desember 2017.
Pertama, kata dia, mempercepat internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan-pendikan formal dan informal. Internalisasi ini sangat penting dalam kerangka membentuk landasan berpikir dan bertindak seluruh elemen bangsa, tanpa internalisasi Pancasila hanya menjadi sebatas rangkaian kata-kata tanpa makna dan tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Kedua, melakukan pemetaan dan perubahaan berbagai aturan perundang-undangan baik Undang-Undang maupun aturan turunannya yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Pancasila merupakan salah langkah strategis yang harus dilakukan secepatnya oleh pemerintah dan legislatif. Aturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan ekonomi sudah saatnya harus dititikberatkan pada prinsip keberpihakan (sebagaimana diamahkan oleh konstitusi), pemerataan dan kedaulatan ekonomi.
Ketiga, memperkuat campur tangan pemerintah pada aktivitas-aktivitas ekonomi yang strategis dan menguasai hidup orang banyak, seperti pertanian dan migas.
Keempat, memastikan bahwa politik anggaran pemerintah dalam merencanakan dan mengalokasikan anggaran dalam APBN harus bernafaskan nilai-nilai Pancasila. Hal ini penting, mengingat politik anggaran pemerintah yang tercermin dalam APBN setiap tahunnya belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Hal ini terlihat pada beberapa pos-pos APBN yang tidak seutuhnya menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat miskin (salah satunya pengelolaan subsidi di dalam APBN) dan ke timur Indonesia yang masih terus tertinggal serta terlihat juga dari keseimbangan primer yang selalu negatif sejak 2012 yang menunjukkan semakin sulitnya pengelolaan ekonomi nasional bedaulat ke depannya.
“Selain itu, penerapan kebijakan anggaran pemerintah juga masih sering kali bersifat universal untuk seluruh daerah tanpa memperhatikan perbedaan karakteristik sosial, ekonomi dan geografi setiap daerah. Bagaimana mungkin, ketidakmerataan sosial dan ekonomi yang terjadi saat ini dapat diselesaikan, jika di “treatment” dengan cara yang sama atau universal untuk setiap daerah,” jelasnya.
“Keenam, memastikan political will yang kuat dari para pemangku kebijakan dari daerah hingga ke pusat untuk kembali ke Pancasila dalam konteks pengelolaan ekonomi nasional. Tanpa ada political will yang kuat, sulit tampaknya mewujudkan ekonomi Pancasila,” tandas Robby.
Pewarta/Editor: Achmad S.